Artikel: Antara Harga Yang Harus Dibayar Dan Totalitas Diri
 
Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
 
Berapa banyak hal yang sudah Anda canangkan dalam hidup? Saya memiliki banyak 
hal serupa itu. Berapa banyak hal yang sudah berhasil Anda capai dalam hidup? 
Saya memiliki banyak hal yang belum berhasil menyentuh pencapaian serupa itu. 
Kadang saya menuntut tanggungjawab nasib atas begitu banyaknya hal yang tidak 
berhasil saya capai. Namun, ketika secara sungguh-sungguh menengok ke belakang, 
ternyata kegagalan saya lebih banyak disebabkan karena saya sendiri. Bukan oleh 
nasib saya. Ada yang karena saya tidak tahu caranya. Atau saya salah 
melakukannya. Atau saya semberono dalam merencanakannya. Dan yang lebih sering 
lagi karena saya tidak benar-benar berani membayar harganya dengan totalitas 
diri saya sendiri. Saya mencanangkan cita-cita besar yang tentunya menuntut 
harga yang besar untuk dibayar. Sebuah harga yang hanya bisa terbayar dengan 
totalitas. Apakah Anda juga demikian? 
 
Beberapa pekan silam saya bertemu dengan teman-teman lama dalam sebuah acara 
temu alumni. Rupanya teman-teman saya banyak yang mengira saya masih bekerja 
sebagai seorang professional untuk sebuah perusahaan multinasional. Atas usulan 
salah seorang senior saya, maka akhirnya saya mengumumkan bahwa saya sudah 
mengundurkan diri dari perusahaan itu. 
 
Secara karir dan material saya mendapatkan banyak manfaat dari perusahaan itu. 
Mungkin lebih banyak dari kebanyakan teman yang dulu sama-sama masuk ke sana 
pada periode yang sama. Tahun 2004, saya mendapatkan ”William E. Upjohn Award” 
dari kantor pusat kami di US. Saya tidak tahu apakah ada orang Indonesia lain 
yang pernah mendapatkan award itu sebelumnya. Tidak terlalu signifikan sih, 
tapi lumayanlah bisa menempatkan nama kita dibawah radar talent pool head 
office untuk peluang international career di masa depan. Posisi terakhir saya 
Strategic Planning Head dimana sebagian besar waktu dan energi saya 
dialokasikan untuk membantu President Director. Basically, 'hampir' atau 
kebanyakan materi presentasi beliau di local, regional dan international 
'mampir' di meja saya. Tidak berarti semua saya yang mengerjakan, karena itu 
adalah kerja team dari semua divisi. None of us as strong as all of us.
 
Akhir tahun 2008, rancangan proposal kami untuk mendirikan lini bisnis baru 
disetujui NYHQ, dan usulan membuat satu divisi baru juga di approve. Saya 
mempunyai peluang/pilihan untuk menangani salah satu diantara kedua hal itu. 
Namun, hati saya mengajak untuk mengambil pilihan ketiga, yaitu; melakukan 
sesuatu yang sejak jaman dahulu kala saya inginkan. Menjadi Trainer  dan Public 
Speaker. 
 
Saya dimarahi banyak orang, termasuk mantan Pres Dir kami yang mendapatkan 
tugas baru di negara lain sekitar 3 bulan sebelum saya resign. Namun waktu itu 
saya sudah bulat hati. Apa lagi istri saya yang sudah 'dilobby' selama 
bertahun-tahun menyetujui kenekatan saya 'dengan beberapa syarat'. Saya laa 
haula. Saya juga laa quwwata. Tapi saya yakin Tuhan akan menolong saya. Maka 
tanggal 16 Januari 2009 saya resmi mengakhiri karir saya di perusahaan hebat 
itu. 
 
Itu juga berarti saya harus mengakhiri semua 'kenikmatan hidup' yang telah 
selama bertahun-tahun memanjakan kami. Juga 'keglamoran' yang sebenarnya sangat 
saya sukai. Tapi, saya menginginkan 'lebih' dari itu, yang saya percaya tidak 
akan saya temukan jika bekerja disana atau di perusahaan kelas dunia manapun. 
Bukan karena perusahaan-perusahaan itu kurang baik. Namun karena saya sendiri 
yang menuntut lebih banyak untuk hidup saya. Bagi saya pribadi perusahaan itu 
adalah one of great companies to work for. Terutama untuk 'pertumbuhan pribadi 
saya' yang terus dipacu untuk mencapai puncak kapasitas diri. Namun, saya 
merasa belum cukup untuk mendapatkan apa yang ’sesungguhnya’ saya inginkan.
 
Memang sebenarnya saya memiliki pilihan lain, yaitu; menjadi karyawan sambil 
nyambi jadi trainer. Tapi sangat sulit bagi saya untuk melakukan hal itu 
meskipun dalam status cuti. Sebab, saya tidak mungkin bisa berbicara tentang 
'profesionalisme kerja' kepada para trainee sementara saat saya mengatakannya 
saya sedang mengambil cuti. Padahal boleh jadi pada saat itu perusahaan tempat 
saya bekerja sedang berjibaku untuk sesuatu yang seharusnya menjadi 
tanggungjawab saya. Ini bukan soal salah dan benar, melainkan soal 'value 
pribadi’. Jika saya menjadi trainer technical, misalnya; bagaimana cara 
mengoperasikan mesin pemintal benang, atau bagaimana cara mengelas pipa bawah 
laut, bisa jadi 'gaya 2 kaki' seperti itu bisa dilakukan. Tapi, saya memilih 
untuk menjadi trainer tentang 'sistem nilai'. Maka saya ingin memastikan bahwa 
apa yang saya share kepada trainee saya adalah 'apa yang saya lakukan', bukan 
'apa yang seharusnya mereka lakukan'. 
 
Saya memulai 'pekerjaan sendiri'. Tidak ada modal kapital yang secara rasional 
bakal bisa 'meningkatkan kualitas hidup kami', atau sekedar 'menyamai apa yang 
selama ini pernah kami dapatkan'. Atau bahkan untuk sekedar 'menyelamatkan' 
hidup kami. Kami ini 'single gardan'. Jika saya gagal, istri dan anak-anak saya 
mungkin tidak bisa makan. Tapi dengan begitu justru saat saya berdoa bisa lebih 
khusuk daripada sebelumnya.
 
Alhamdulillah, sampai hari ini saya masih bisa bertahan. Tidak terlalu buruk 
untuk ukuran seorang pemula yang bermodal utama kenekatan. Meski masih sering 
kalah oleh lembaga training besar atau para trainer senior. Lagi pula, saya 
meyakini benar bahwa hidup bukanlah soal kalah atau menang. Mungkin jika 
sekarang saya mengalami keadaan 'seolah kalah', maka suatu saat nanti saya bisa 
menemukan banyak hikmah.
 
Perusahaan-perusahaan sekarang menghadapi banyak tantangan. Misalnya, bagaimana 
meningkatkan profesionalisme kerja karyawan, bagaimana membangun kegigihan dan 
semangat pantang menyerah para pegawai, bagaimana membangun integrasi 
operasional dan aliansi antar departemen, bagaimana membangun kepemimpinan 
efektif dan sebagainya. Di sisi lain, ada banyak program pelatihan yang 
ditawarkan namun kebanyakan sangat baku atau generik. Atau bahkan sekedar copy 
paste. Saya melihat ini sebagai peluang bagi trainer-trainer yang bersedia 
mendedikasikan diri kepada sesuatu yang memberikan nilai unik. Menggunakan daya 
pikir dan pengalamannya pribadi. Sehingga, meskipun pakem managemen itu sama; 
namun warnanya pasti menjadi berbeda dengan sentuhan pribadinya. Atau, meskipun 
teori kepemimpinan itu relatif tidak berubah. Namun, saya meyakini kalau ada 
hal-hal pribadi yang bisa mengubah teori dan texbook menjadi sesuatu yang lebih 
aktual. Saya melihat banyak trainer hebat
 seperti itu. Dan saya ingin mengikuti jejak mereka. Maka meski tertatih, saya 
terus berlatih agar tertular kecanggihan mereka.
 
Ijinkan saya menceritakan tentang pengalaman mendapatkan 'order training' 
pertama saya. Sebuah perusahaan Jerman yang dipimpin oleh Pres Dir expat dari 
Jerman. Beliau gundah karena HR Head-nya merekomendasikan nama saya untuk 
melakukan training padahal CV saya 'masih kosong' (maklum, itu akan menjadi 
order pertama saya.....). Bahkan saya sendiri tidak mengenal HR Head tersebut 
sebelumnya. Wajar jika ada yang mempertanyakan dasarnya apa beliau memilih 
saya?  "I wonder why did my people reccommend you......" Saya menjawab 
pertanyaan beliau begini;"You don't pay, if you are not satisfied...." 
 
Akhirnya saya mendapatkan order itu. 'Kontrak kerja' pertama yang saya tanda 
tangani. Sesi training yang harus dibawakan dengan bahasa Inggris karena 
diantara peserta ada 5-6 orang expatriate ikut dalam kelas kami. Pak Presiden 
Komisaris juga hadir dari awal sampai akhir. Beliau orang Indonesia. Setelah 
sesi training itu selesai, Pak Pres Dir menyalami saya. Ngobrol sebentar, lalu 
beliau meminta saya untuk memberikan training bagi 2 group lainnya di 
perusahaan itu.
 
Anda mungkin mengira saya bisa membawakan sesi training itu karena saya 
memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik. Keliru. Bahkan, saya salah 
menggunakan grammar ketika pertemuan pertama saya dengan Pak Pres Dir. Yang 
sebetulnya saya ucapkan adalah; "You dont' pay, if you don't satisfy". Saya 
baru menyadari kalau grammar saya salah setelah sharing kepada teman-teman 
alumni tentang pengalaman saya pindah kuadran. Ada sahabat saya yang bahasa 
Inggrisnya bagus sekali memberitahu saya yang seharusnya. Bayangkan, dalam 
keadaan serba terbatas itu saja saya masih ’selamat’ dari kemungkinan gagal. 
Tuhan tahu benar jika saya akan langsung jatuh tersungkur hingga mungkin tidak 
mampu bangkit lagi kalau pada order pertama itu saya gagal. Tuhan menolong 
saya. Bukan hanya sekedar memberikan order pertama yang akan menjadi ’isi’ pada 
CV saya. Melainkan ’menyelamatkan’ saya dari kegagalan fatal. Semoga hal itu 
menjadi pertanda bahwa Tuhan mendukung apa
 yang saya cita-citakan.
 
Saya terkesan dengan semangat sahabat-sahabat saya yang begitu gigih 
memperjuangkan mimpi-mimpinya. Tentu tidak mudah bagi mereka yang tengah 
menduduki puncak kenikmatan untuk menceburkan diri kedalam gelombang lautan 
perjuangan yang penuh dengan ketidakpastian. Jika Anda termasuk orang-orang 
seperti mereka, maka ketahuilah bahwa; saya bersama Anda. Semoga jalan mendaki 
yang kini Anda lalui akan berbuah manis menjadi senyuman yang indah di kemudian 
hari. Jika kita sudah menunjukkan totalitas diri atas apa yang sudah kita 
canangkan, semoga Tuhan berkenan mengijinkan alam untuk mendukung. Sehingga 
cepat atau lambat totalitas yang kita berikan bisa menutupi harga yang harus 
kita bayar. Setelah semuanya terbayar lunas, semoga kiranya kita masih memiliki 
sisa-sisa tenaga untuk mencapai BEP. Setelah itu, barulah kita mendapatkan laba 
yang sepadan. 
 
Satu hal yang ingin saya himbau kepada teman-teman seperjuangan. Mari 
membebaskan diri dari anggapan bahwa pilihan hidup kita lebih baik daripada 
teman-teman yang memilih untuk terus menjadi professional. Sama sekali tidak. 
Sebab di mata Tuhan, nilai kita tidak ditentukan oleh status pekerjaan. 
Melainkan oleh ketulusan kita untuk mensyukuri seluruh potensi diri yang telah 
diberikan-Nya. Dalam bentuk kesediaan untuk mendayagunakannya dalam apapun 
pilihan hidup yang kita buat. Dan jika kita bersedia menjalaninya dengan 
totalitas diri, semoga Tuhan berkenan mengijinkan kita untuk mendapatkan 
imbalannya. Langsung dari tangan-Nya. 
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman 
Writer, Trainer, and Speaker
www.bukudadang.com dan www.dadangkadarusman.com 
 
Catatan Kaki:
Tuhan menghamparkan bumi sedemikian luasnya. Dan membentangkan langit yang 
nyaris tanpa batas. Bagaimana mungkin kita yang kecil ini merasa terhimpit 
dalam ruang yang sempit? Tidak. Karena karunia Tuhan luasnya melampaui langit 
dan bumi. 
 
Melalui project Mari Berbagi Semangat! (MBS!) sekarang buku saya yang berjudul 
”Belajar Sukses Kepada Alam” versi Bahasa Indonesia dapat diperoleh secara 
GRATIS. Jika Anda ingin mendapatkan ebook tersebut secara gratis silakan 
kunjungi petunjuknya di www.bukudadang.com  

--------------------------------
Buku-buku terbaru Dadang Kadarusman sudah tersedia di toko buku atau bisa 
dipesan di http://www.bukudadang.com/


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke