----------------------------------------------------------
Unsubscribe?, send your mail to: [EMAIL PROTECTED]
with body mail: "signoff indonews"
need more help?, send your mail to: [EMAIL PROTECTED]
with body mail: "info refcard"
----------------------------------------------------------

Precedence: bulk

KASUS PT WACHYUNI  MANDIRA (1)
Kerusuhan yang Direkayasa Dua Bulan Sebelumnya

Oleh Taufik Wijaya

PALEMBANG --- Ibarat penumpang kapal Titanic, ribuan petambak plasma
udang windu di Desa Bumi Pratama Mandira, Mesuji, Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan, itu kini terkurung di geladak sebelum kapal tenggelam.=20

Ini adalah ekor dari kerusuhan yang terjadi pada 13 dan 15 November 1998 di
kawasan pertambakan itu. Para petambak dianggap telah melakukan
pembakaran dan perusakan, sementara ada yang menengarai peristiwa itu justru
diprovokasi pihak perusahaan sendiri =96 dibantu oleh aparat militer =96=
 dengan=20
iat
untuk menyingkirkan para petambak yang menuntut perjanjian kerjasama dan
akad kredit yang baru, serta pengembalian bagi hasil selama dua tahun.=
 Bahkan
disinyalisasi, perusahaan milik Jenderal (Purn) Machmun Murod itu dianggap
juga menciptakan konflik antara petambak dan karyawan perusahaan
pengekspor udang windu terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Kerusuhan itu terjadi justru di saat perwakilan para petambak berada di
Palembang, menunggu panggilan dari pihak Pemda Sumsel untuk melakukan
perundingan lanjutan dengan pihak PT WM.

Sejak kejadian itu, para mahasiswa Palembang terus menerus melakukan aksi
turun ke jalan, sementara di kantor Lembaga bantuan Hukum di Jakarta pun
beberapa di antara warga Palembang itu melakukan aksi diam hingga pekan
kedua desember 1998 ini.

Dari aksi 2.500-an petambak pada Minggu, 15 November itu, beberapa
fasilitas milik PT WM =96 di bawah grup PT Gajah Tunggal milik Sjamsul
Nursalim =96 mengalami kerusakan: mess karyawan, gedung serba guna, kantor
koperasi, perkantoran adminitrasi, peralatan komunikasi, tenda, dan pos-pos
keamanan. Nilai kerugian atas kerusakan tersebut, menurut PT WM. sebesar
Rp100 miliar.=20

Para petambak juga merampas 8 speedboat dan 2 perahu bermesin, tapi pada
sore harinya, 2 speedboat dan 2 perahu bermesin, dapat diambil aparat
keamanan.

Sekian jam setelah peristiwa, tiga batalyon aparat -- terdiri atas Marinir
Panjang Lampung, Yon Infantri 141, Kodim 0420 Lampung, Korem Lampung,=
 Koramil
Pematangpanggang, dan Dalmas Kepolisian Resort Ogan Komering Ilir (OKI)
Sumsel -- mengepung dan mengisolasi desa pertambakan yang dibuka tahun
1995 itu. Esoknya, ribuan karyawan PT WM dan PT Depasena Citra Dramala
=96 juga milik grup Gajah Tunggal, yang lokasinya lebih kurang 10 kilometer=
 dari
PT WM =96 dibentuk menjadi pam swakarsa. Mereka turut mengisolasi para
petambak beserta ribuan jiwa anggota keluarganya. Selanjutnya, aliran=20
listrik ke desa pertambakan diputuskan, dan suplai sembako dihentikan.

Kepada anggota pam swakarsa, Jayakesumah Arief, Manajer Sumber Daya
Petambak PT WM, memerintahkan untuk memukul atau menganiaya para
petambak yang ditemui baik di dalam maupun di luar lokasi pertambakan, asal
tidak dibunuh.

Akibatnya, empat petambak yang tertangkap saat ingin keluar lokasi, dipukul
dan dianiaya oleh anggota pamswakarsa. Mereka menyusul korban
sebelumnya, tiga petambak luka memar akibat pemukulan aparat keamanan,
dan empat petambak kakinya terkena tembakan senjata aparat militer.

Awalnya, pihak perusahaan memancing emosi petambak dengan cara menunda
perundingan, dan menghentikan suplai sembako untuk bulan November kepada
petambak. Perusahaan hanya menyuplai sembako buat petambak di jalur 1-6 di
Blok 4. Sembako itu, seharusnya diterima pada akhir Oktober.

Menurut Wahyudi, 22 tahun, salah satu petambak yang berhasil meloloskan diri
bersama tiga petambak lainnya =96 setelah berjalan kaki menyusuri sungai dan
rawa-rawa selama delapan jam =96 aksi pengrusakan dan pembakaran
sebenarnya dimulai oleh sejumlah orang tak dikenal. Entah siapa, yang jelas
bukan petambak.

Masih menurut Wahyudi, pada saat para petambak mau melakukan aksi
mimbar bebas di lapangan sepakbola, 15 November, ada empat lelaki tak
dikenal di atas panggung menarik terpal atap panggung, lalu menyiramnya
dengan minyak, dan membakarnya.

Dua dari mereka kemudian melemparkan kayu dan batu ke arah kaca kantor
Kepala Desa. Melihat aksi tersebut, massa petambak mendekati panggung yang
terbakar, lalu massa petambak yang semula mau melakukan mimbar bebas
terpancing oleh aksi keempat lelaki itu. Mereka turut merusak kantor Kades.

Di depan kantor pusat inti plasma, seorang karyawan memancing massa untuk
mendatangi dirinya, dengan cara mengepalkan tangan ke arah massa. Melihat
sikap karyawan tersebut, massa mengejarnya. Massa menjadi beringas, karena
karyawan tadi buru-buru masuk kantor. Pada saat bersamaan, menara
komunikasi di samping kantor roboh.=20

Menurut petambak lainnya, Kiswanto, 28 tahun, di dekat menara yang roboh itu
ada beberapa orang yang tidak dikenal -- juga bukan petambak. Saat didekati,
mereka segera pergi dan mengajak petambak lainnya meneruskan aksi.

Karena penasaran, setelah kejadian itu, Kiswanto bersama beberapa petambak
melihat menara tersebut. Ternyata, robohnya menara itu bukan semata akibat
dorongan, tapi 16 mur kaki menara seperti disengaja dilepaskan. Masih=
 menurut
Kiswanto, 16 mur menara itu hanya dapat dibuka dengan menggunakan kunci
pas nomor 28. "Kami tidak pernah disuplai perusahaan kunci pas nomor 28.
Jadi itu bukan petambak yang merobohkan," tegasnya.=20

Sebelumnya, pada saat massa mendekati mess karyawan, seorang karyawan
PT WM, Supri, mantan Kadit Sumber Daya Petambak, memprovokasi massa
agar membakar dan mengambil barang-barang di mess tersebut.

"Hancurkanlah! Hancurkanlah rumah saya! Bakar! Ambil semua
barang-barangnya, jangan tanggung," kata Wahyudi menirukan provokasi Supri.
Akibatnya, massa petambak yang sudah panas menjadi beringas. Mereka pun
membakar mess karyawan tersebut.

Sabtu malam, 14 November, sebelum terbakarnya sebuah kantor cabang,
Wahyudi juga melihat ada dua karyawan PT WM berjaket panjang hitam
berada di sekitar kantor tersebut. Tak lama kemudian, saat Wahyudi ke dalam
rumah, kantor itu telah terbakar.

Salah seorang perwakilan petambak yang berada di Palembang, Mulyadi, 35
tahun, juga yakin kalau aksi itu direkayasa oleh pihak perusahaan. "Kalau
dibakar, yang rugi kami juga, karena kalau perusahaan rugi atau tutup, kami
tidak dapat menuntut mereka," katanya.

Menurutnya, tanda-tanda rekayasa sudah dirasakan sejak dua bulan
sebelumnya, pada saat diadakan perundingan di lokasi antara petambak dengan
pihak perusaahan yang disaksikan LBH Palembang, Tim Pemda Sumsel, dan
utusan Komnas HAM Clementino Dos Amaral.

Di tengah kesibukan perundingan, Arief, Manajer Sumber Daya Petambak tadi,
memanggil para karyawan untuk berkumpul di kantor pusat, dan mereka
diwajibkan membawa senjata tajam, seperti parang dan arit.

Arief mengatakan. kalau perusahaan tutup maka karyawan di-PHK. Karena itu,
mereka harus berani menghadapi para petambak bila terjadi keributan yang
memungkinkan perusahaan tutup.

Tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa PT WM bakal menutup
pertambakannya juga tampak dari penjelasan Kepala Bagian Umum PT WM
Agus Ismail. Menurutnya, akibat peristiwa tersebut, pihaknya mengalami
kerugian Rp100 miliar, sehingga 2.700 karyawannya terancam menganggur
karena perusahaan terancam bangkrut.

Mengenai jumlah kerugian itu, menurut Munarman, sangat tidak realitis.
Berdasarkan penjelasan para petambak, selain hanya sebagian bangunan yang
rusak, benda-benda berharga yang rusak cuma beberapa unit pesawat televisi,
menara komunikasi, dan beberapa unit komputer. "Kerusuhan dan penjarahan
yang terjadi saat Sidang Istimewa MPR lalu, menurut saya jauh lebih besar,=
=20
api
kerugiannya hanya Rp16 miliar lebih," kata Munarman.

Wartawan Disogok

Menurut petambak yang berhasil lolos dan mendapatkan informasi dari
karyawan PT WM yang kebetulan keluarga atau teman mereka, provokasi ini
secara getol dilakukan Arief beserta karyawan PT WM lainnya.

Bahkan, setiap kedatangan wartawan -- termasuk yang diajak pihak
Perusahaan -- atau tim peninjau, karyawan PT WM melakukan aksi unjukrasa
di Dermaga Tanah Merah, 8 km dari Desa Bumi Pratama Mandira, atau di
lokasi lainnya.

Pihak perusahaan juga mengiring karyawan melakukan aksi ke Pemda Sumsel
dan DPRD, 23 dan 24 November, untuk selanjutnya mengirim surat ke Senat
Mahasiswa Universitas Tridinanti dan Taman Siswa Palembang.

Terhadap mahasiswa dan aktivis LSM yang membela kepentingan petambak,
karyawan PT WM dan PT DCD melakukan intimidasi saat mereka meninjau ke
lokasi. Ini dialami dua mahasiswa Universitas Sriwijaya, Hendri Dunand dan
Shofuan, serta Melky, aktivis Pijar Indonesia, saat meninjau ke lapangan
bersama Tim Pemda Tk.I Sumsel yang dipimpin Kadit Sospol Kol. Inf.
Karyono, 20 November.=20

Ketika mereka ingin menemui petambak dan keluarganya yang sakit, mereka
dihalangi para karyawan. Alasan yang dikemukakan, mereka yang sakit sudah
dibawa ke rumah sakit.

Yang mengejutkan Dunand, yang juga aktifis Walhi, dia mendapatkan informasi
bahwa beberapa media massa telah diberi uang oleh pihak perusahaan berkisar
Rp50-100 juta per media massa. Informasi itu didapatkannya saat mengobrol
dengan para karyawan yang melakukan unjuk rasa. "Mereka mengatakannya
setelah saya katakan bahwa peristiwa tersebut akan mencuat ke tingkat=
 nasional
dan international. Mereka langsung mengatakan itu tidak mungkin, sebab
perusahaan telah membantu operasional beberapa media massa," kata Dunand
yang tidak mendapatkan informasi nama-nama media massa yang dimaksud.

Namun, dari beberapa wartawan yang hadir ke lokasi, baik terbitan setempat
maupun Jakarta, hanya Sriwijaya Post, Sumatera Ekspres, Lampung Post,
Tamtama, Kompas, TVRI, dan Republika yang memberitakannya.=20

Esoknya, 23 November, pihak perusahaan dan karyawannya mengedarkan dua
surat edaran lewat aparat militer. Surat pertama dikeluarkan Direktur #
Eksekutif PT WM Sutrisno. Disebutkan bahwa peristiwa 15 November 1998=
 merupakan
tindakan anarkis para petambak yang telah merugikan masyarakat luas. Karena
itu, pihak perusahaan sangat sulit melanjutkan kemitraan dengan petambak,
kecuali para petambak mau menyatakan penyesalan secara tertulis kepada
perusahaan. Jika hingga 26 November 1998 para petambak tidak memberikan
pernyataannya, pihak perusahaan memutuskan hubungan kemitraan. Dan yang
tidak menandatangani adalah pelaku pengrusakan dan pembakaran fasilitas
perusahaan.

Surat edaran kedua, atas nama karyawan PT WM, berisi ancaman yang
menyebutkan apabila petambak tidak menyerahkan pengurus Badan
Musaywarah Plasma Sementara dan pelaku pengrusakan dan pembakaran
kepada aparat keamanan, maka distribusi beras kepada mereka tidak=
terjamin.***

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 16 Dec 1998 jam 07:59:09 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke