----------------------------------------------------------
FREE for JOIN Indonesia Daily News Online via EMAIL:
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
----------------------------------------------------------

Precedence: bulk


ISTIQLAL (3/9/99) # KEPPRES HABIBIE N0 47/1999 SEBAGAI PENYUAPAN

Oleh: Sulangkang Suwalu

        Kecaman terhadap Keppres Habibie No 47/99 yang memberikan pesangon
sebesar Rp 150 juta bagi setiap anggota DPR, semakin meningkat. Umum
menganggap tidak wajar, karena menjadi anggota DPR itu untuk pengabdian,
bukan untuk mencari makan. Malah dikatakan dasar hukumnya Keppres itu
sendiri tidak kuat. Inilah yang diantaranya dikatakan Sri Sumantri kepada
wartawan, (23/8/99), diantaranya sbb:

PRESIDEN BISA MENGELUARKAN KEPPRES SEENAKNYA?
        Menurut Sri Sumantri kalau melihat dari segi hukum, ya, semestinya
Presiden mengeluarkan Keppres harus mengacu kepada peraturan yang diatasnya,
seperti Peraturan pemerintah, UU, Uud 1945 dan Pancasila. Dan Keppres 47/99
ini tidak demikian. Sri Sumantri mengakui, memang ada teori bahwa Keppres
itu sifatnya mengatur dan mandiri, sebab itu pengeluarannya tergantung
keinginan Presiden. Presiden bisa mengeluarkan seenaknya saja, tanpa
memperhatikan peraturan diatasnya. Teori seperti itu membahayakan dan harus
dihapuskan.
        Kalau Presiden itu bisa mengeluarkan keppres seenaknya saja, bisa
jadi demi kepentingan politiknya, keppres seenaknya saja, bisa jadi demi
kepentingan politiknya,demi kepentingan pribadi dan kelompok semata. Dengan
keppres itu ia bisa memerpkaya diri keluarganya dan lain sebagainya. Ini kan
berbahaya. Sistem ini tidak bagus, harus ditingalkan karena cenderung bisa
menyalah gunakan kekuasaan seperti pemerintah Orba.

ANGGOTA DPR BERSIFAT PENGABDIAN
        Dalam situasi sulit sekarang ini, sambung Sri Sumantri, tentunya
kurang tepat memberikan uang sebanyak Rp 75 miliar untuk 500 anggota DPR
tersebut. Banyak rakyat kehilangan pekerjaan karena di PHK, banyak anaka
putus sekolah, banyak rakyat susah makan. Jadi mengapa uang sebanyak itu
tidak digunakan untuk kepentingan rakyat. Misalnya saja membantu anak-anak
yang putus sekolah, memberikan kredit kepada pengangguran itu. Kan langsung
bermanfaat bagi rakyat.
        Menurut saya, anggota DPR kehidupannya lebih dari cukuplah. Lagi
pula agak lucu pemerintah memberikan insentif dengan dalil uang penghargaan
kepada legislatif. Pekrjaan anggota DPR itu kan bersifat pengabdian.

SEBAGAI PENYUAPAN
        Tentu menjadi pertanyaan, kata Sri Sumantri: seberapa banyak anggota
DPR sekarang ini duduk kembali dalam periode berikutnya. Kalau jumlahnya
banyak, ya bisa ditafsirkan untuk menggolkan Habibie jadi presiden kembali.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa pemberian uang itu harus melalui Keppres,
yang seolah olah itu jasanya presiden dan uang dari mana? Ini menimbulkan
kecurigaan. Sebenarnya jika ada keinginan memberikan uang penghargaan kepada
anggota  DPR, kan bisa dialokasikan melalui anggaran dewan, tidak melalui
keppres.
        Orang bisa menanfsirkan ada udang dibalik batu. Maknya agar rakyat
tidak curiga, batalkan saja pemberian uang itu. Bila presiden tetap ngotot
memberikannya, kan anggota DPR bisa menolaknya. Karena hal itu masuk
kategori bagian dari penyuapan, walupun disebut sebagai uang penghargaan.
Jika masih mempunyai moral maka para anggota DPR akan menolak pemberian uang
tersebut. Karena meskinpun jumlah uang tersebut banyak namun dinilai rakyat
sebagai bentuk penyuapan politik., demikian kata Sri Sumantri.

RAKYAT YANG BERHAK MENILAI
        Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, salah seorang anggota pengurus
Ikadin, yang berhak mengukur kinerja wakil rakyat, bagus atau buruknya ialah
rakyat bukan presiden. Itu menanggapi pertimbangan Habibie untuk memeberikan
uang penghargaan sebesar Rp 150 juta, adalah karena kinerja yang itnggi dari
anggota DPR dalam melaksanakan ketetapan MPR dan membuat UU.
        Abdul Hakim menambahkan banyak pegawai bank yang ditutup karena
kebijakan pemerintah, justru tidak dibantu pemerintah.Pemeernitah justru
memberikan "pesangon "keapda anggota DPR yang mempunyai pendapatan yang
cukup dengan segala fasilitasnya. Anggota DPR pro reformasi harus menolak
pemberian tersebut.

ANGGOTA DPR BUKAN PEGAWAI
        Sementara itu ahli hukum Satya Arinanto menanggapi Keppres tersebut
menagatakan bahwa pergantian anggota DPR sekarang ini merupakan bagian dari
reformasi, dan itu merupakan konsekuensi dari pergantian secara keseluruhan
dari kepemimpinan nasional. Oleh karena itu terhadap anggota DPR yang akan
digantikan, sisa jabatan mereka yang seharusnya lima tahun itu, jangan
diperhitungkan dan kemudian digantikan dengan semacam uang pesangon.
        Maksud pemerintah untuk memberikan uang tambahan diluar uang
pensiun, ungkap Satya, bisa menimbulkan kesan bahwa anggota DPR itu pegawai,
seperti umumnya pegawai negri, sehingga jika masa tugasnya dipersingkat,
maka ia harus diberi kompensasi.
        Secara aturan pun ini jelas tidak benar, kata Satya Arinanto. Kalau
begitu kasih juga sekalian untuk Soeharto, karena jabatan dia masih sampai
tahun 2003. Itu kalau kita berpikir logisnya. Salah sendiri kalau anggota
dewan membuat utang, tapi jangan kemudian utang itu ditanggung oleh rakyat,
karena dananya diambil dari anggaran.
        Tampaknya Kepress No 47/99 ini membuka belang Habibie sendiri, yang
tidak reformis. Sebab, kalau kabinetnya benar benar reformasi pembangunan,
tentu keppres itu tak akan dikeluarkannya. Bukankah seperti dikatakan Satya
Arinanto bahwa dipersingkatnya masa tugas anggota DPR itu, sebagai
konsekwensi dari pergantian secara keseluruhan kepemimpinan nasional;
rupanya bagi Habibie lain dimulut lain lagi dihati, itu bukankah ciri
pemimpin munafik?

TAK ADA BUAYA YANG MENOLAK BANGKAI
        Tentu ada baiknya pula disini diketahui bagaimana pendapat salah
satu anggota DPR yang akan menerima uang tersebut. Aminullah Ibrahim,
anggota DPR dari FKP mengemukakan: kalau pengharagaan itu diberikan, itu
merupakan wewenang Presiden.
        Kalau ada penilaian yang negatif terhadap Keppres itu, bisa jadi hal
tersebut ditujukan bagi para anggota dewan yang tidak bekerja sepenuhnya
disini. "Kan ada toh yang kerjanya begitu," katanya.
        Aminullah meng"iya"kan, bahwa tindakan pemerintah ini terkesan
janggal, karena pekerjaaan anggota dewan merupakan pengabdian dan digaji
tiap bulan. Dan logisnya, bila Aminullah mengakui itu janggal, dia akan
menolak keppres tersebut. Dan itu tak terjadi. Aminullah menganggap
pemberian penghargaan itu bagus bagus saja.
Penilaiannya "bagus, bagus saja" itu wajar, karena Rp 150 Juta uang akan
masuk kekantongnya. Ada sebuah ungkapan yang terkenal dimana ada buaya
menolak bangkai.
        Ya, Habibie menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan: supaya
dipilih menjadi presiden RI yang  ke IV. Bintang Mahaputra diobralnya,
supaya yang  menerimanya merasa berhutang budi dan mendukungnya jadi
presiden lagi. Pemberian uang pesangon sebesar Rp 150 Juta untuk masing
masing anggota DPR, supaya yang terpilih lagi, akan memilih Habibie jadi
presiden lagi.
        Habibie tidak peduli Kepress yang dibuatnya tidak mengacu kepada peraturan
diatasnya, ia juga tidak peduli anggota DPR merupakan tugas pengabdian bukan
sebagai pegawai. Dan ia juga tak peduli yang berhak menilai kinerja anggota
DPR itu bukan dirinya melainkan rakyat, bahkan ia juga tidak peduli uang
pesangon itu berfungsi sebagai penyuapan terselubung. Habibie maju saja
denga keppresnya itu, ya begitulah Habibie murid Soeharto.***


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 5 Sep 1999 jam 04:53:21 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke