---------------------------------------------------------- FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - Please Visit Our Sponsor http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1 -0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0 Free Email @KotakPos.com visit: http://my.kotakpos.com/ ---------------------------------------------------------- Soeharto Layak Bertanggung Jawab Dalam Kasus Aceh * Malaysia Siap Jadi Mediator Jakarta (Bali Post) - Mantan Presiden Soeharto selaku panglima tertinggi TNI ketika diterapkannya daerah operasi militer (DOM) di Aceh, layak dijadikan orang yang pertama kali harus bertanggung jawab dalam kasus pelanggaran HAM di sana. Penilaian itu dikemukakan Toman Hutabarat, Ketua Persatuan Cendekiawan Nasional Indonesia (PCNI), di Jakarta Minggu (19/12) kemarin, berkaitan dengan upaya penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di ''Tanah Rencong'' itu. Menurut Toman, jika diurut satu per satu secara vertikal tentang siapa yang telah memberi perintah dalam operasi pengendalian keamanan di Aceh, semuanya akan berakhir pada puncak komando di tangan mantan presiden itu. Oleh karena itu, katanya, orang yang pernah berkuasa selama lebih dari tiga dasawarsa itu sangat layak dimintai pertanggungjawaban dalam kasus pelanggaran HAM seiring dengan diterapkannya DOM di Aceh. ''Seorang kopral tidak mungkin melakukan satu tindakan tanpa adanya perintah dari atasannya, sehingga adalah satu kewajaran jika seorang pucuk pimpinan militer mempertanggungjawabkan perbuatan anak buahnya itu,'' kata Toman. Tuntutan referendum untuk pemisahan diri di Aceh yang kian menghangat saat ini, katanya, cenderung berpangkal pada tindak kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum aparat keamanan terhadap masyarakat setempat. Rekonsiliasi ala Afsel Berkaitan dengan upaya penyelesaian masalah Aceh, Sekretaris PCNI Slamet Hardani mengusulkan agar pemerintah, khususnya Presiden Gus Dur, segera melakukan gerakan rekonsiliasi nasional. Menurutnya, pola rekonsiliasi yang pernah dilakukan negarawan Nelson Mandela di Afrika Selatan (Afsel) terhadap eks pemerintah kulit putih, layak diadopsi dan diterapkan di Indonesia. ''Nelson memberikan pengampunan kepada eks pemerintah kulit putih yang menerapkan politik apartheid pada mereka setelah dilakukannya proses pengadilan,'' kata Slamet Hardani. Pola yang sama, lanjutnya, tentunya juga relevan diterapkan di Indonesia kepada sejumlah pelanggar HAM dalam kasus Aceh tersebut. Dalam pola itu, proses hukum di pengadilan berjalan terus untuk pembuktian kadar kesalahan masing-masing pelaku pelanggaran HAM. Sementara pemberian maaf oleh presiden yang memiliki hak untuk memberikan amnesti, abolisi dan grasi kepada tiap orang yang dikehendakinya, baru bisa dilakukan setelah berlangsungnya proses pengadilan. ''Dengan demikian, pemberian maaf tidak bisa serta-merta dilakukan begitu saja oleh presiden,'' katanya. Dengan adanya upaya penyelesaian seperti itu kemungkinan masyarakat menerima sangat besar dan diharapkan berbagai hujatan bisa diakhiri. Malaysia Mediator Dari Kuala Lumpur diberitakan, Malaysia siap menjadi mediator dalam kasus Aceh jika diminta Indonesia. Demikian dikatakan Menlu Syed Hamid Albar. ''Kami menghormati Indonesia sebagai tetangga dekat dan kami bisa memberikan apa pun yang mereka anggap bisa kami sumbangkan untuk memenuhi harapan dan aspirasi mereka dalam konteks hubungan bilateral,'' katanya kepada kantor berita Bernama. ''Hal terpenting adalah kami ingin melihat Indonesia kembali normal, ekonominya bangkit dan integritas Indonesia sebagai bangsa bertahan sepanjang massa,'' katanya. Meskipun Malaysia siap membantu Indonesia yang berarti ikut menjaga stabilitas kawasan, Syed Hamid Albar mengatakan, pihaknya tidak bisa mengambil inisiatif. ''Kami tidak bisa menawarkan diri kami sendiri sebagai penengah atau juru damai di sana,'' katanya. ''Kami yakin Indonesia bisa mengatasi masalah mereka dan mempunyai formula tersendiri. Jika mereka merasa Malaysia bisa memainkan peran, kami bisa melakukannya, tetapi ini harus didiskusikan secara rinci,'' lanjutnya.*** ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Didistribusikan tgl. 20 Dec 1999 jam 05:03:09 GMT+1 oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]> http://www.Indo-News.com/ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++