----------------------------------------------------------
FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

Jelas pandangan yang menyatakan Federalisme = Disintegrasi adalah pandangan orang2 
yang bodoh dan
jumud. Mereka mengira dan menyebarkan image bahwa Federalisme sama dengan Disintegrasi 
atau terpecah
belahnya Indonesia.

Mereka tidak mengetahui bahwa Amerika Serikat, Jerman, maupun Malaysia yang menganut 
sistem Federal
toh ternyata BERSATU dan sama sekali tidak ada gejolak untuk memisahkan diri dari 
pemerintah pusat,
karena mereka mendapat kebebasan yang cukup untuk mengatur dirinya masing2. Negara2 
tsb meski dgn
sistem Federal, ternyata lebih bersatu dibanding Indonesia yang memakai sistem Negara 
Kesatuan yang
dipaksakan oleh segelintir orang. Jadi kalau ada salah urus, ya yang mereka salahkan 
adalah
pemerintah Negara Bagian, bukan pusat. Jadi tidak perlu terjadi separatisme.

Sistem Federal sendiri meski memberi kebebasan yang cukup untuk daerah, mereka 
(Amerika Serikit
misalnya) juga memegang kendali ANGKATAN BERSENJATA maupun FBI (Federal Bureau of 
Investigation),
selain itu juga ada National Guard yang akan mempertahankan kesatuan Negara Federal. 
Sistem Politik
ke luar negeri serta kendali terhadap keamanan Nasional, tetap dipegang oleh 
pemerintah Pusat atau
Federal, jadi sulit untuk negara bagian untuk memerdekakan dirinya (toh mereka sudah 
cukup puas dgn
kekuasaan yang diberikan)

Jadi isyu bahwa Negara Federal itu tidak bersatu dan menimbulkan perpecahan justru 
tidak ada bukti
sama sekali (mohon jangan disamakan dgn sistem Federal yang dibentuk Belanda yang 
memang niatnya
memecah-belah Indonesia)

Jadi isyu Federalisme = Separatisme atau Disintegrasi cuma ditiupkan oleh orang2 PDIP 
serta Pro
Soeharto yang tidak faham apa itu sistem Federal. Bahkan untuk mendiskusikannya 
sebagai bahan
diskusi ilmiah saja mereka tidak berani karena fanatisme yang buta.

Dengan Sistem Negara Kesatuan, kekayaan alam di daerah2 yang umumnya Muslim seperti di 
Aceh, Riau,
Kaltim, dll, disedot habis2an oleh Pemerintah Pusat. Dari 58 trilyun pendapatan daerah 
Riau, cuma
1,4 trilyun diberikan kepada daerah, begitu pula dengan pendapatan daerah Aceh yang 32 
trilyun
(seorang Aceh yang ingin merdeka menyampaikan informasi ini ke saya), cuma beberapa 
ratus milyar
saja yang diberikan kepada rakyat Aceh yang umumnya Muslim. Lebih dari 95% pendapatan 
daerah tsb
disedot oleh pusat, akibatnya rakyat Aceh, Riau, Kaltim, dll, yang umumnya Muslim itu 
hidup dalam
kemiskinan dan kebodohan.

Siapakah yang menikmati keuntungan tsb? Yang mendapat keuntungan dari sistem Negara 
Kesatuan adalah
oknum Pejabat Pemerintah Pusat yang korup macam Sukarno, Suharto, serta konglomerat 
Non Muslim macam
Liem Sioe Liong, Prayogo Pangestu, William Suryajaya, Eka Cipta Wijaya, Ciputra, 
beserta segelintir
Jenderal yang jadi beking mereka.

Sekarangpun PDIP dgn Laksamana Sukardi dan Kwik Kian Gie yang memegang portfolio 
Ekonomi dan
Keuangan serta Konglomerat Katolik Sofyan Wanandi yang menjabat sbg ketua DPUN (Dewan 
Pengembangan
Usaha Nasional), siap menyedot kekayaan daerah dgn sistem Negara Kesatuan yang mereka 
paksakan dan
propagandakan. Jika ini terjadi, maka ummat Islam di Aceh, Riau, Kaltim, dll, akan 
kembali hidup
dalam kemiskinan karena kekayaan mereka dikuras habis2an, sementara yang menikmati 
kekayaan tsb cuma
Laksamana Sukardi, Kwik Kian Gie (makanya dia tidak mau mengumumkan kekayaannya), 
Sofyan Wanandi,
dan kawan2 mereka.

Ada yang menyatakan sistem Federal tidak akan jalan karena negara kita kepulauan. Lho, 
bukankah dgn
bentuk yang kepulauan ini, maka komunikasi antara pusat dan daerah jadi lebih sulit? 
Jadi jikalau
daerah harus banyak menunggu instruksi dari pusat untuk melakukan action, maka 
pembangunan tidak
akan jalan karena hambatan komunikasi. Karena itu, dengan sulitnya komunikasi karena 
bentuk negara
kita yang kepulauan, justru daerah harus diberikan kebebasan yang cukup untuk mengatur 
dirinya
sendiri sehingga bisa sama majunya dgn Jakarta. Jika komunikasi sulit, tapi daerah 
hampir selalu
diharuskan menunggu instruksi pusat, ya seperti sekaranglah keadaan negara kita. Cuma 
Jakarta yang
makmur, sementara daerah (termasuk Jawa) hidup dalam kemiskinan.

Tak heran jika di daerah2 penduduknya miskin dan bodoh, karena segala urusan harus 
menunggu
instruksi dari pusat, dan pendapatan daerah dikuras habis oleh pemerintah pusat.

Berikut tulisan saya yang terdahulu tentang Federalisme:

Di siaran berita SCTV kemarin sore, Dimyati Hartono seorang pengurus PDIP dengan gaya 
diktator
melarang masyarakat mendiskusikan masalah federalisme. Kami konsisten, bukan kaku, 
katanya. Pokoknya
tidak boleh ada diskusi tentang federalisme. Titik! Begitu kata Dimyati Hartono yang 
ahli Hukum
Kelautan (bukan ahli tata negara)

Saya heran bagaimana mungkin PDIP yang menamakan dirinya Partai Demokrasi ini benar2 
memaksakan
kehendak, bahkan melarang2 orang lain meski cuma mendiskusikan berbagai masalah, 
misalnya
federalisme. Kok bisa ya namanya Partai Demokrasi?

Sesungguhnya di Amerika Serikat, Jerman, maupun Malaysia, federasi bukan masalah. 
Mereka bahkan
lebih maju dari kita, dan boleh dikata tidak ada satu negara bagianpun atau propinsi 
yang ingin
memisahkan diri.  Tidak seperti Indonesia, di mana Aceh, Irian Jaya, Ambon ingin 
memisahkan diri.
Timor Timur bahkan sudah merdeka.Amerika pendapatan per kapitanya sekitar 20 ribu 
dolar per tahun,
Jerman 22 ribu dolar, Malaysia 2.500 dolar, sementara Indonesia cuma sekitar 400 dolar 
saja per
tahun.
Tidak seperti Indonesia, di mana Aceh, Irian Jaya, Ambon ingin memisahkan diri. Timor 
Timur bahkan
sudah merdeka.

Sesungguhnya, dengan konsep Kesatuan yang ada sekarang ini, Pemerintah Pusat benar2 
menyedot habis
kekayaan daerah2 di seluruh Indonesia. Riau misalnya, dari 59 trilyun pendapatan Riau, 
cuma 1,4
trilyun rupiah yang diberikan ke Riau, sisanya lebih dari 57 trilyun rupiah dinikmati 
pejabat2 Pusat
yang korup bersama dengan konglomerat kroninya.

Lebih dari 90% dari uang yang ada beredar di Jakarta. Akibatnya di daerah tidak ada 
apa2nya. Orang
susah bekerja di daerah, karena hampir tidak ada perusahaan yang beroperasi, sementara 
kekayaan alam
seperti tanah dan air sudah dikapling oleh para konglomerat berupa hak HPH maupun 
areal penambangan
yang luasnya tidak terkira.

Teman saya yang tinggal di Kalimantan bercerita bagaimana dia diburu2 seperti anjing 
oleh petugas
Kehutanan yang bersenjata api, karena mencoba mencari kayu bakar dari dahan ranting 
yang berserakan
di hutan dekat rumahnya.

Jadi hidup sebagai pencari kayu bakar pun tidak bisa dilakukan oleh masyarakat di 
daerah.

Jika Riau cuma dapat kurang dari 2,5%, begitu pula Aceh. Meski Aceh banyak menyumbang 
devisa bagi
negara, tapi rakyat Aceh hidup dalam kemiskinan. Jika ada jalan yang dibangun, itu 
sekedar agar
segelintir orang yang kaya yang bekerja di perusahaan penambangan ataupun pejabat 
pemda sana bisa
berseliweran dgn mobilnya.

Jadi seluruh kekayaan daerah benar2 disedot. Bayangkan 90% lebih kekayaan daerah 
disedot oleh
Pemerintah Pusat, baik dari zaman Sukarno, Suharto, Habibie, bahkan hingga 
pemerintahan Gus Dur
sekarang.

Yang menikmati kekayaan tsb tak lebih dari segelintir pejabat pemerintah, beserta 
dengan para
konglomerat kroninya, macam Liem SIoe Liong, Prayogo Pangestu, Ciputra, Eka Cipta 
Wijaya, Bob Hasan,
Sofyan Wanandi, dll. Adapun rakyat2 di daerah tetap saja hidup miskin.

Akhirnya agar bisa dapat hidup senang, orang2 terpaksa mengungsi ke Jakarta, karena di 
daerah tidak
ada apa2nya. Saya sendiri heran ketika teman saya mengatakan anak adiknya yang di 
Sulawesi Selatan
akan ke Jakarta mencari kerja. Saya tanya kenapa? Bukankah di sana tanah lebih luas, 
jadi otomatis
lebih gampang bekerja. Dia menjawab di sana tidak ada apa2nya. Seluruh tanah sudah 
dikapling2 oleh
para pengusaha, sehingga selain perumahan rakyat yang sudah ada, hampir tak ada lagi 
lahan yang bisa
digarap.

Jangankan di luar Jawa. Di Jawa saja, saya melihat bagaimana orang mengecrek2 kaleng 
kepada
pengendara mobil yang lewat untuk pembangunan masjid, karena rakyat di sana sangat 
miskin.

Jadi sikap PDIP yang begitu ngotot mempertahankan negara kesatuan, sampai melarang2 
orang lain untuk
mendiskusikannya cuma hanya memikirkan kepentingan para pejabat pemerintah yang korup 
beserta
konglomerat kroninya. Sekarang saja, pemerintah sudah berusaha mendekati pengusaha2 
Cina dari
Singapura, Hong Kong, maupun Cina daratan. Sofyan Wanandi yang terlibat kasus kredit 
macetpun,
karena dekat dgn PDIP akhirnya diangkat jadi ketua DPUN.

Dengan cerdik PDIP membodohi rakyat bahwa dgn federasi, berarti daerah merdeka, dan 
Indonesia pecah.
Megawati sendiri mengira harus memakai paspor jika bepergian antar negara bagian, he 
he he...:)

Mereka tidak mengetahui kalau Amerika Serikat itu meski federasi, tetap saja negaranya 
satu. Bedanya
cuma pemerintah daerah punya kewenangan yang lebih luas untuk memajukan daerahnya. 
Daerah juga bisa
menikmati kue yang lebih banyak dari pendapatan daerahnya. Jika daerah maju, akhirnya 
pemerintah
tidak perlu memaksa rakyat untuk melakukan transmigrasi.

Nanti bukan cuma Jakarta saja yang maju dan jadi pusat bisnis, tapi juga kota2 lainnya 
di daerah,
seperti Ujung Pandang, Samarinda, Banda Aceh, dll. Hal ini persis seperti di Amerika. 
Di sana bukan
cuma Washington DC saja yang maju, tapi juga New York, Los Angeles, Boston, dll.

Nabi Muhammad sendiri dalam memerintah, tidak melakukan pungutan zakat gila2an hingga 
lebih dari
80%, sehingga memiskinkan daerah. Batas tertinggi zakat adalah 20%, jadi daerah masih 
bisa hidup dan
berkembang.

Apakah pemerintah pusat akan jadi jatuh miskin, jika pusat cuma dapat 20%? Tidak juga. 
Pusat
menerima 20% itukan dari 26 negara bagian, artinya total pusat akan mendapat 520%. Hal 
itu jelas 5
kali lipat lebih banyak dari seluruh daerah, dan masih bisa didistribusikan bagi 
daerah lain yang
membutuhkan.  Cuma dengan cara ini, jelas uang yang bisa dikorup oleh pemerintah 
pusat, maupun para
jenderal jadi jauh berkurang.

Tuduhan PDIP yang menyatakan Amien Rais harus dituntut karena mengajukan ide 
federalisme juga
dibuat2. Amin Arjoso dari PDIP dgn enaknya ingin memanggil Amien Rais karena 
menganggap gagasan
federalisme itu menimbulkan perpecahan.

Padahal perpecahan itu telah ada jauh sebelum ide federalisme diungkapkan oleh Amien 
Rais. Ide
federalisme baru diungkapkan setahun terakhir ini. Sedangkan gerakan separatisme 
seperti GAM
(Gerakan Aceh Merdeka), OPM (Organisasi Papua Merdeka), RMS (Republik Maluku Selatan), 
Fretilin
(Timtim) sudah ada jauh sebelumnya dari zaman Sukarno hingga Suharto.

Justru dgn federalisme itulah, maka bibit perpecahan karena terpusatnya kekuasaan di 
pusat sehingga
daerah jadi miskin itu bisa dihilangkan.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 20 Dec 1999 jam 05:06:01 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke