----------------------------------------------------------
FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

From: Ridwan Pinat
Subject: ALANGKAH INDAH HIDUP INI BILA.....

Surat ini kawan,
kutulis ketika hatiku lebih berkuasa dari otakku. Ketika kuingin bicara,
tetapi di sekitarku hanya dinding-dinding bisu. Ketika dari jendela
terlihat kehidupan telah  berhenti kendati kuyakin tidak semua orang
sudah lelap tidur. Ketika kesunyian musim dingin tanpa angin menyebabkan
pohon-pohon yang makin gundul ditinggalkan daun seperti berdiri kaku
tanpa memperdulikanku. Namun kawan, kuingin bicara. Padamu kawan,
kuingin bicara dari hati ke hati. Sebab, seperti sudah kukatakan, saat
ini hatiku lebih berkuasa dari otakku.

Kita sama-sama mengadakan perjalanan di ruang angkasa di atas kendaraan
yang bernama bumi. Kita sama-sama punya satu matahari sebagai sumber
enerji yang menggerakkan setiap perilaku kehidupan di darat dan di laut.

Kawan,
Alangkah indah hidup ini bila dalam setiap gerak perilaku kehidupan itu
semua orang merasa  bahwa semua manusia yang menumpang sebentar di muka
bumi ini adalah saudaranya. Alangkah indah hidup ini bila orang
memandang orang lain  tanpa  kacamata suku, bangsa, dan agama. Alangkah
indah bila semua manusia merasa  hanya dipersatukan oleh satu
kemanusiaan. Alangkah indah bila semua orang tidak merasa berbeda dengan
orang  lain karena berbeda suku, berlainan bangsa,  dan ketidak
seragaman agama.

Alangkah indah bila semua orang melihat orang  lain  pertama dan
terutama sebagai sesama manusia.  Alangkah indah bila semua kita  yang
singgah sebentar di muka  bumi yang rapuh ini dibulatkan oleh satu
kebangsaan: kebangsaan manusia. Bahwa  ada perbedaan  etnik, kebangsaan,
warna kulit, kebudayaan dan agama yang sering menjadi pangkal sengketa
berdarah  memang satu kenyataan yang tidak dapat disanggah. Tapi
alangkah indah bila semua perbedaan itu luntur, cair serta  lebur dalam
satu perasaan kemanusiaan. Karena kita semua tahu  kemanusiaan itu pada
hakikatnya  tidak berbeda.

Kawan,
alangkah indah bila sumpah pemuda bisa menjadi sumpah manusia:

Berbahasa satu, bahasa manusia
Bertanah air satu, tanah air manusia
Berbangsa satu, bangsa manusia

Kendati kita memang berbeda bahasa, tetapi perbedaan itu  hanya
dipandang sebagai satu kemajemukan  linguistik   yang justru memperkaya
kasakata bahasa manusia.

Walau kita memang berlainan tanah air, namun kelainan ini  sekadar
rumah-rumah yang bertetangga  dalam satu perkampungan global yang  jarak
geografisnya makin lama makin terbukti  kehilangan makna oleh kemajuan
teknologi.

Meski kita  memang berbeda bangsa, tetapi perbedaan ini sekedar
perbedaan lingkungan dan adat-istiadat yang kehadirannya justru
memperkaya  peradaban serta  kebudayaan manusia. Meski kita berbeda
negara, namun perbedaan ini hanyalah perbedaan secara politik, secara
kemanusiaan kita tetap satu dan sama.

Dengan logika bersahaja kita bisa mengatakan: siapapun akan haus kalau
tidak minum. Akan lapar kalau tidak makan. Pada dasarnya semua ibu punya
harapan yang sama kepada anaknya. Semua ayah punya keinginan yang serupa
kepada putra dan putrinya. Pada dasarnya semua kita sama-sama
menghendaki yang baik. Sama-sama menginginkan  keberhasilan, ketentraman
hidup, ketenangan pikiran dan  kebahagiaan menurut konsep kita
masing-masing yang walaupun mungkin berbeda namun hakikatnya serupa.
Semua  kita menginginkan semua yang bagus dan indah bagi diri kita.
Semua kita menginginkan kesenangan,  kemudahan serta kenikmatan hidup.

Kawan,
Apa beda kita dalam semua yang kita inginkan itu?  Dalam segala
perbedaan kita, kita dipertautkan oleh  impian-impian yang pada dasarnya
serupa. Dalam impian-impian seperti ini apakah bedanya impian orang
Amerika dengan impian orang Iran? Apa bedanya dambaan orang Yahudi
dengan yang dimimpikan orang Arab? Apa bedanya impian orang dusun dengan
impian orang kota? Apa bedanya keinginan orang Islam dengan hasrat orang
Kristen?

Apa bedanya  dambaan orang Hindu dengan yang dicita-citakan oleh para
penganut  Shinto? Apa bedanya, dalam menginginkan segala yang baik bagi
diri kita itu, antara orang yang percaya kepada Tuhan dengan  mereka
yang ateis?  Alangkah indah, bila semua orang  meletakkan kebanggaannya
bukan pada suku, bangsa  golongan,  dan agama,  melainkan pada
keberhasilannya membuat dirinya bermanfaat bagi sesamanya tanpa
memandang suku, kebangsaan, golongan serta agama.

Bagi manusia yang berupaya memperjuangkan dirinya menjadi manusia
seperti itu, apalagi bila perjuangan itu berangkat dari keyakinan kepada
Tuhan Yang Maha Satu, agama manakah yang akan mengutuknya? Tuhan dari
agama apakah yang akan menjebloskannya ke dalam penjara neraka?

Alangkah naif impian itu, kawan. Tetapi alangkah indah bila semuanya
bisa terwujud  di muka planit biru yang kian rapuh dan makin rusak ini.

London, Desember 1999

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 22 Dec 1999 jam 03:08:02 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke