----------------------------------------------------------
FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online
go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html
- FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE -
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------

Precedence: bulk

Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 47/II/26 Desember 1999 - 1 Januari 2000
------------------------------

LHO, JURNALIS JADI POLITISI?

Herry Komar calon kuat gubernur Sumbar. Gus Dur merekrut Ratih Hardjono ke
istana. Mengapa jurnalis berambisi jadi politisi?

Bagaikan ulat, kepompong, dan kupu-kupu, barangkali begitu perumpamaan
jurnalis, reformasi, dan politisi. Lho apa hubungannya? Semuanya jadi jelas
ketika fenomena mencolok muncul gelombang migrasi pekerjaan dari jurnalis ke
politisi. Era reformasi telah menjadi kepompong yang menjadikan "ulat"
jurnalis menjadi "kupu-kupu" politisi. Ini terlepas dari kesan tentang ulat
yang menggatalkan dan kupu-kupu yang menawan, terbukti banyak jurnalis rela
meninggalkan profesinya menjadi politisi begitu kesempatan itu datang.

Masih ingat dengan Herry Komar? Mantan wartawan Tempo yang saat dibredel
kemudian mendirikan Gatra, lalu ketika di Gatra ada konflik internal ia
cabut keluar dan mendirikan Gamma. Entah siapa yang mencalonkan, nama Herry
yang jelas masuk sepuluh besar calon Gubernur Sumatera Barat berdasarkan
aspirasi masyarakat.

Kabar yang diterima Xpos dari Padang, Herry Komar tampaknya ambisi betul
untuk jadi gubernur. Ia tak segan mulai kampanye, dengan cara bagi-bagi duit
ke panti asuhan dan warga yang tertimpa bencana. Tak cukup dengan tindakan
sosial, Herry pun mengolah imaji yang bagus tentang dirinya di media massa.

Karena merasa Herry orang media massa, maka media massa di Sumatera Barat
seperti berkewajiban membela, memuji dan tentu saja mendukung Herry. Apalagi
Herry terkesan ringan tangan membantu media di Sumatra Barat, khususnya
memberikan ceramah dan training jurnalistik gratis dengan terjun langsung
sebagai pembicara.

Sebetulnya, selain Herry ada Basril Djabar, Pemimpin Umum Harian Singgalang
menjadi calon gubernur. Tapi karena media massa Sumatra Barat menganggap
Basril hanyalah seorang pengusaha ketimbang jurnalis, maka publikasi tentang
Basril akhirnya cuma di Singgalang saja.

Pengaruh publikasi di media sebagai kampanye terselubung ini ternyata
berpengaruh cukup besar. Terbukti dari hasil diskusi antara Pemuda Pancasila
dengan Gapensi soal mau mendukung siapa, Herry Komar menjadi calon terbaik
menurut mereka. Padahal ketika ditanya lebih lanjut para aktivis organisasi
a la Orde Baru ini mengaku tak begitu kenal dengan Herry Komar, di mana
kampung halamannya dan apa saja jasanya bagi Sumatra Barat yang telah ia
sumbangkan.

Sialnya, DPRD Tingkat I Sumbar menganggap rekomendasi lembaga-lembaga kolot
itu menjadi acuan juga.

Fenomena Herry Komar sebetulnya juga bukan barang baru. Dulu, jurnalis Suara
Merdeka Bambang Sadono, aktif sekali mendukung Golkar bahkan mempengaruhi
policy-nya di Suara Merdeka hingga koran Jawa Tengah itu dikenal sebagai
koran kuning alias corong Golkar. Konflik kepentingan ini dibuktikan Y.
Kristiawan dalam risetnya yang kemudian dibukukan dengan judul Pers Memihak
Golkar.

Di tingkat nasional, pindah profesi di atas bahkan digerakkan oleh Presiden
Gus Dur. Ia menarik orang-orang dekatnya dari kalangan jurnalis seperti
Ratih Hardjono dari Kompas dan Wahyu Muryadi dari Tempo. Ratih yang menjadi
sangat dekat dengan Gus Dur ketika sang presiden masih ketua PBNU dan
berobat di Australia, direkrut menjadi sekretaris presiden. Sementara Wahyu
Muryadi adalah seorang jurnalis yang kerap melansir sepak-terjang NU, kini
ditarik jadi kepala protokol istana kepresidenan. Bedanya Ratih dan Wahyu
dengan Herry dan Bambang, mereka melepas keterikatannya dengan media asal.

Mengomentari fenomena migrasi profesi ini, jurnalis The Nation, Bangkok,
Andreas Harsono mengatakan, wartawan sebaiknya tak ikut dalam kancah
pekerjaan politikus. Atau kalau dia mau menjadi politikus (di kursi
legislatif atau eksekutif), ya sekali masuk jangan kembali jadi wartawan.
Alasan klasik adalah adanya ide bahwa wartawan seharusnya jadi pengamat yang
berjarak terhadap semua pemain politik. Kalau Herry Komar sekarang jadi
politikus, katakanlah mewakili partai tertentu, bagaimana dia bisa membuat
coverage yang fair terhadap partai tersebut?

Secara umum mungkin tidak sulit untuk tetap menjaga jarak karena
institusinya (Gatra maupun Gamma misalnya) bisa mengimbangi Komar. Mereka
bisa tetap fair terhadap partai tersebut. Tapi bagaimana kalau dia terlibat
dalam kasus yang Catch-22 di mana dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu
mati? Lantas kalau kelak dia kembali bekerja sebagai wartawan, bagaimana
sumber-sumbernya dari lawan politik partai tersebut, bisa bersikap terbuka
kepada Komar kalau sedang diwawancarai?

Di Amerika, jurnalis yang mau jadi politisi akan tamat riwayat karirnya di
media. Ini bisa terjadi karena dunia jurnalistik sangat beda dengan dunia
politik bahkan berjarak. Dunia politik sendiri sudah punya pemasok kader
lewat rekrutmen dan pendidikan di partai. Di Indonesia, partai biasanya
hanya sangat aktif ketika menjelang pemilu hingga Sidang MPR selesai.
Sementara jurnalis di Indonesia jadi punya insting politisi karena sangat
sering bersentuhan dengan hal-hal politis, di samping memang ada yang sudah
punya watak sebagai politisi. Presiden pertama RI, Soekarno, adalah contoh
yang mashyur betapa ia berpolitik sebagai jurnalis.

Pada akhirnya memang layak ditanyakan pada para jurnalis yang masuk dunia
politik. Untuk apa dan kepentingan siapa migrasi profesi itu mereka lakukan? (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 28 Dec 1999 jam 06:39:04 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kirim email ke