---------------------------------------------------------- FREE Subscribe/UNsubscribe Indonesia Daily News Online go to: http://www.indo-news.com/subscribe.html - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - FREE - Please Visit Our Sponsor http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1 -0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0 Free Email @KotakPos.com visit: http://my.kotakpos.com/ ---------------------------------------------------------- ISTIQLAL (17/5/2000)# KONFLIK GUS DUR-AMIEN RAIS ADALAH KONFLIK IDEOLOGI DEMOKRASI VERSUS FASISME Oleh: Abdi Tauhid Telah terjadi "jewer-menjewer" antara Amien Rais dengan Gus Dur. Belum selesai dengan masalah "jewer-menjewer" tsb, Amien Rais mulai unjuk gigi lagi. Dia mengatakan peluangnya untuk menjadi Presiden mendatang masih 50%, bila diadakan pemilihan presiden langsung pada tahun 2004. Dengan memuji dirinya sendiri, yang menunjukkan keangkuhannya, mengatakan bila diadakan pemilihan presiden secara langsung, maka ia akan mendapat dukungan dari Jawa," Saya orang Jawa dan saya tahu dapat memenangkan hati dan pikiran, kaum miskin". Tidak hanya itu, sambung Amien Raiss dia malahan mengaku cukup berpengalaman menjalankrn pemerintahan, khususnya karena pengalamannya selama memimpin Muhammadiyah. Saya dapat berdebat bahwa saya seorang Administratur yang lebih baik ketimbang Gus Dur dan Megawati. Mereka adalah para tokoh kharismatis, namun bukan problem solver. Sesungguhnya konflik yang terjadi antara Amien Rais dan Gus Dur ini adalah karena berbedanya komitmen kemanusiaannya, berbedanya sikap politik mereka. Kekesalan Amien Rais tampak benar setelah melihat tindakan-tindakan politik Gus Dur yang hendak menegakkan demokrasi dan keadilan, hak-hak asasi manusia, juga UUD 1945 dan Pancasila. Kekesalan Amien Rais tsb tercermin dalam dua hal yang menonjol. Pertama sekitar masalah jihad ke Maluku. Dan yang kedua gagasan Gus Dur untuk mencabut Tap MPRS No XXV/1966, mengenai larangan PKI dan penyebaran ajaran marxisme-leninisme dan komunisme. SEKITAR JIHAD KE AMBON Amien Rais berpidato di Taman Monas dalam "aksi sejuta umat" yang isinya menghasut umat untuk berjihad, mengenai kasus Ambon. Hasutan Amien Rais tercermin dari kata-katanya. "Saya mengimbau Gus Dur, yang sudah didorong Poros Tengah menjadi Presiden untuk segera mengakhiri pertumpahan darah di Ambon, Tobelo, Buru, Ternate dan Tidore. Umat Islam, sudah bersikap sabar, namun kesabaran ada juga batasnya," katanya mengancam. Menjawab aksi Amien Rais di Taman Monas tsb, Presiden Gus Dur menegaskan orang Indonesia sekarang bebas mengungkapkan pendapat apa saja. Selama hal itu hanya merupakan pendapat. Tapi begitu diwujudkan dalam kegiatan, maka persoalannya jadi berbeda. "Contohnya ada 400 orang yang berangkat dari Tanjung Priok ke Maluku. Saya minta kepada Kepolisian (Kapolda) dan Panglima TNI untuk mengkarantina kapal-kapal yang masuk. Nanti digeledah, yang ada senjata dirampas dan pemegangnya langsung ditahan. Pokoknya asal mengancam keselamatan negara dan penduduk, kita ambil tindakan. Menurut penilaian Gus Dur, aksi siaga sejuta umat di Taman Monas, adalah menunjukkan kekuatan dan keinginan untuk memaksa padanya berhenti dari jabatan Presiden. Tak sampai tiga bulan kemudian, sekitar 100 demonstran laskar jihad FKAWJ mendatangi gedung DPR menyatakan tekadnya ke Ambon. Ketua MPR Amien Rais yang menemui demonstran di halaman gedung DPR menyatakan dukungannya. Saya terkesan dengan langkah yang sudah ditempuh, kata Amien Rais dan saya rasa, ini langkah yang sudah tepat. Persoalan Ambon sudah sangat parah dan sudah tidak bisa dibiarkan lagi, tukas Amien Rais dihadapan para demonstran yang menggunakan pakaian dan sorban berwarna putih, serta masing-masing membawa sebilah pedang. Forum ini dipimpin oleh Panglima Komando Jihad di Ambon, ustad Abu Bakar, Ketua Forum Ayip Syafruddin dan Ja'far Umar Thalib dari Yogya. Bila Amien Rais mendukung niat Laskar Jihad yang akan ke Maluku itu, maka Gus Dur tidak bersikap demikian. Setelah bertemu Presiden, wakil demonstran menyatakan bahwa Presiden telah memintanya meninggalkan Istana. "Bapak Presiden mengusir kami", ujar seorang diantara mereka. Ada pun pernyataan keras yang mereka sampaikan setelah bertemu presiden antara lain: Presiden berat sebelah dan memihak orang-orang non muslim. Bahkan menurut ustad Jatfar, pihaknya kesal terhadap sikap Presiden yang mengusir orang-orang yang ingin menyampaikan aspirasi umat Islam. Tentu saja Jaffar Umar Thalib tak mengemukakan mengapa Presiden sampai mengusir orang-orangnya. Dalam perkembangannya kemudian, Kepala Polri, Letjen (pol) Rusdihardjo mengatakan pihak kepolisian tidak akan tinggal diam terhadap demonstran yang masih membawa senjata tajam. Berikutnya pihak Kepolisian mengadakan pendekatan kepada pimpinan Laskar Jihad dan akhirnya Laskar Jihad menyerahkan senjata dan mereka meninggalkan Bogor, tempat mereka berlatih diri. Tampaknya FKAWJ nekat untuk terus mengirimkan Laskar Jihad ke Maluku dan sebelumnya mereka akan meminta doa restu kepada ulama-ulama di Timur Tengah (Saudi Arabia, Yaman dan Yordania). Jelas, kelompok jihad yang diusir Presiden dari Istana itu, bukan mewakili kepentingan rakyat Indonesia, tetapi mewakili kepentingan negeri yang memberikan doa restu padanya. SEKITAR TAP MPRS No XXV/1966 Yang paling membikin kesal Amien Rais dan kelompoknya terhadap Gus Dur, ialah permintaan maaf yang disampaikan Gus Dur pada PKI, karena ditahun 1965/1966 ada sementara orang NU yang membunuh orang yang disangka PKI. Di samping itu ialah gagasan Gus Dur untuk mencabut kembali Tap MPRS No XXV/1966, mengenai larangan PKI dan penyebaran ajaran marxisme-leninisme-komunisme. Menanggapi hal itu, Amien Rais mengatakan para pengikut ajaran komunis tidak boleh diberi kesempatan membuat partai baru, karena mereka akan mengubah demokrasi itu sendiri. Tuduhan anti demokrasi yang dilemparkan Amien Rais ke alamat PKI itu, justru tindakan anti demokrasi itu sendiri yang dilakukannya terhadap PKI. Jika ia membela demokrasi, tentu hak hidup PKI akan dibelanya. Kini atas nama demokrasi, demokrasi itu sendiri ditendangnya. Maling berteriak maling. Itu memang tidak aneh. Sebagai seorang fasis, Amien Rais harus menentang komunisme. Itu sudah dikatakan Suharto melalui "Buku Putih" (G.30-S pemberontakan PKI) bahwa fasisme adalah ideologi otoriter yang memuja superiortas nasional. Anti komunisme dan liberalismel. Karena yang dianutnya ideologi fasis, maka Amien Rais tak ingat, bahwa ia terikat pada UUD 1945 dan Pancasila. UUD 1945 dan Pancasila menjamin hak hidup PKI. helarang berdirinya PKI bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Sebagai Ketua MPR seharusnya ia tahu, bahwa Tap MPRS No XXV/1966 itu yang mengeluarkannya adalah MPRS yang cacat hukum, yang tidak sah. Bagaimana MPRS itu akan dianggap syah, sedang 136 orang anggotanya yang mengangkatnya adalah Suharto, yang bukan presiden. Jadi, orang yang tak berhak yang mengangkatnya. Dengan tidak sahnya MPRS-nya itu sendiri, maka Tap XXV/1966 yang dikeluarkannya juga tidak sah. Gagasan Gu8 Dur untuk mencabut Tap MPRS No XXV/1966 adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Seperti diketahui oleh Bung Karno penggali Pancasila, dikatakan "Pancasila sarana pemersatu bangsa" bukan sarana ancaman bagi lawan politik, seperti yang dilakukan Suharto dengan Tap MPRS No XXV/1966 itu. Gagasan mencabut Tap MPRS tsb adalah untuk menegakkan demokrasi, keadilan dan hak-hak azasi manusia. Pihak yang menentang dicabutnya Tap MPRS No XXV/1966 itu adalah dengan tujuan supaya diskriminasi dalam kebebasan berorganisasi antara warga negara tetap dilakukan, terutama dengan warga negara yang berpaham komunis. Mereka tetap menentang dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dan bila Gus Dur tetap juga memperjuangkan dicabutnya Tap MPRS tsb, mereka hendak menjatuhkan Gus Dur melalui SI MPR dalam bulan Agustus mendatang. AMIEN RAIS MULAI DIGUGAT Sikap Amien Rais dan kelompoknya yang hendak mempertahankan tetap berlakunya tap MPRS No XXV/1966 itu, tentu saja menimbulkan reaksi yang keras dari kalangan pembela-pembela demokrasi, pembela-pembela UUD 1945 dan Pancasila. Bermuncullan berbagai gugatan pada Amien Rais. Gugatan ini meliputi juga soal rencana baskar Jihad yang tetap hendak ke Maluku. Inilah diantara gugatan tsb: a. PKB MINTA KLARIFIKASI PKB meminta klarifikasi Ketua MPR Amien Rais menyangkut appeal yang dapat diartikan sebagai dukungan terhadap pembentukan, tujuan dan kegiatan Laskar Jihad dan menjadikan usulan pencabutan Tap No XXV/MPRS/1966 oleh Presiden Abdurrahman Wahid sebagai komoditas politik. Jika Amien Rais tidak bersedia atau tidak mampu memberikan klarifikasi secara tuntas, kedudukannya sebagai Ketua MPR amat layak dipertimbangkan. Amatlah fatal jika seorang Ketua MPR yang merupakan salah satu simbol supremasi konstitusi melibatkan diri langsung atau tidak langsung ke dalam praktek politik inkonstitusional, ujar Yahya Staquf, Wk Sekjen DPR PKB. Yahya meminta kesadaran mereka yang terlibat dalam Laskar Jihad untuk membubarkan diri secara sukarela. Yahya meminta agar Amien Rais menjalankan perannya secara lebih proporsional dan dewasa, dan bukan memanfaatkan kedudukan untuk bermain politik kekuasaan demi kepentingan pribadi dan kelompok. Amien Rais secara terbuka menjadikan usulan Presiden mencabut Tap MPRS No XXV/1966, sebagai komoditas politik demi mendapat dukungan massa Islam. Mestinya, itu menjadi kewajiban Pak Amien sebagai Ketua MPR untuk mendudukan persoalan ideologi dan ajaran komunisme dalam mekanisme Ketatanegaraan. Jika Amien Rais tidak bersedia atau tidak mampu memberikan, klarifikasi secara tuntas mengenai persoalan-persoalan tsb, DPP PKB beranggapan bahwa kedudukannya sebagai Ketua MPR perlu dipertimbangkan kembali. b. SIAPA YANG PAGI TEMPE, SIANG TOGE Sementara itu, tokoh NU Said Agil Siradj; ketika ditanya keinginan Poros Tengah mengadakan SI MPR untuk menggoyang posisi Gus Dur --yang belakangan diralat sendiri oleh Amien Rais-- bahwa pihaknya tidak berkeinginan menjatuhkan Gus Dur, Said mengatakan: "Elit politik seperti ita tidak berpendirian. Pernyataannya itu kan bolak balik (ibaratnya) pagi tempe, siang nanti toge dan sore lagi kedelai". Said melihat adanya keinginan menyelenggarakan SI MPR untuk menjadikan Mega memegang tampuk pimpinan nasional, merupakan taktik bagi kelompok tsb. Setelah nanti Mega naik jadi presiden, maka sangat gampang menggoyangnya, sehingga kelompok itu yang berkuasa. Anak kecil saja ngerti, coba tanya sama anak kecil, pasti ngerti taktik bulus seperti itu," kata Said. c. LASKAR JIHAD BUKAN KEKUATAN ISLAM Aksi yang dilakukan Laskar Jihad itu adalah aksi yang tidak benar, kata Muhaimin Iskandar (Sekjen PKB). Mereka membawa senjata dalam demonstrasinya, seakan-akan mereka dilegalkan membawa senjata. Bagi kami, termasuk PKB, mereka bukan mewakili kekuatan Islam. Selain itu mereka mencoba mengklaim Ahlus Sunnah Wal Jamaah sebagai aliran mereka, sementara aliran ini adalah aliran khas NU, yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Di sini jelas terlihat bagaimana mereka mencoba mengklaim diri sebagai organ tsb. Dan ini merupakan kemunafikan yang dibuat-buat. "Kalau Laskar Jihad nekat juga dan memaksakan diri pergi ke Ambon berarti mereka memang mencari masalah di sana. Walaupun mereka mengancam akan berjihad di pulau Jawa, apakah mereka bisa menandingin kami," kata Muhaimin. Tiga pernyataan di atas menunjukkan reaksi yang keras dari keluarga NU dan PKB terhadap Amien Bais yang mencoba mengkomoditaskan persoalan Laskar Jihad dan gagasan pencabutan Tap MPRS No XXV/1966 untuk kepentingan pribadinya. Ya, Amien menghalalkan segala cara demi tujuan. JANGAN MARAH KEPADA AMINE RAIS Tampaknya, berhubung dengan reaksi yang keras dari kalangan NU dan PKB terhadap Amien Rais, maka Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam acara apel Nasional Banser Ansor dan Istighosah di lapangan Markas Kodam V Brawijaya, Surabaya, (23/4) meminta warga NU tidak marah-marah kepada Amien Rais (Ketua MPR), karena berbeda pendapat dengan dirinya. Sebab, perbedaan pendapat itu masih dalam rangka demokrasi. Kalau kita ingin berdemokrasi, kata Gus Durs siapa pun yang punya pendapat apapun, kita terima dengan kepala dingin dan kita tidak perlu reaksi yang tidak keruan. Kalau melanggar konstitusi baru kita bereaksi. Jelas benar bedanya Gus Dur dengan Amien Rais. Gus Dur dalam situasi yang bagaimanapun juga berusaha menegakkan UUD 1945 dan Pancasila, menegakkan keadilan dan HAM, meregakkan demokrasi dalam kenyataan, bukan hanya dalam omongan. Sedang Amien Rais tidak demikian. Dengan segala upaya ia mencoba menegakkan benang basah, menegakkan supaya Tap MPRS No XXV/k966 tetap diberlakukan, meskipun ia tahu MPRS-nya yang mengeluarkan Tap tsb tidak sah (cacat hukum) dan isi Tapnya bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Dengan bertopengkan demokraasi dalam omongan, sidang dalam kenyataan ia hendak menegakkan fasisme di bumi Indonesia, seperti yang telah ditegakkan Suharto selama 32 tahun berkuasa. Jadi, konflik Gus Dur dengan Amien Rais bukanlah konflik pribadi melainkan konflik ideologi (meskipun seagama), yaitu antara demokrasi versus fasisme. Senada dengan konflik Gus Dur dengan Amien Rais yang se agama itu, Dr Said Aqil Siradj juga pernah menyatakan, "dirinya seagama dengan Suharto, tetapi tidak seiman!". *** - ------------------------------ SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] For additional commands, e-mail: [EMAIL PROTECTED] ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Didistribusikan tgl. 18 May 2000 jam 11:59:39 GMT+1 oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]> http://www.Indo-News.com/ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++