---------------------------------------------------------- Visit Indonesia Daily News Online HomePage: http://www.indo-news.com/ -0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0-0 Free Email @KotakPos.com visit: http://my.kotakpos.com/ ---------------------------------------------------------- detikcom - Jakarta, Sejak awal Mei 2000, elit AD digegerkan oleh 'dokumen' Bulakrantai. Dokumen itu telah membuat resah sejumlah jenderal, karena berisi tentang rencana mutasi di jajaran tinggi TNI. Inilah yang membuat Gus Dur dan Megawati tidak suka dengan Bondan Gunawan. Bondan Gunawan memang 'hanya' seorang Pjs. Sekretaris Negara. Namun karena ia orang kepercayaan Presiden Gus Dur dan sehari-hari selalu bersamanya, maka pengaruhnya sangat kuat. Tak heran apabila jenderal-jenderal yang menginginkan promosi jabatan mendekat padanya. Bondan sendiri sadar bagaimana harus memainkan perannya. Makanya kemudian ia tampak ikut campur tangan mengurusi promosi jabatan tinggi di lingkungan TNI. Inilah yang terlihat dari 'dokumen' Bulakrantai dan 'dokumen 'Novotel', yang beredar di lingkungan elit AD sejak awal Mei lalu. 'Dokumen' Bulakrantai tersebut berisi tentang rencana mutasi di jajaran tinggi TNI dengan melibatkan lima sekawan: Pjs. Sekretris Negara Bondan Gunawan, KSAD Jenderal Tyasno Sudarto, Pangkostrad Jenderal TNI Agus Wirahadikusumah, Aster KSAD Mayjen TNI Saudi Kadi dan Kasdam Jaya Brigjen Romulo Sihombing. Bulakrantai adalah kompleks perumahan perwira tinggi TNI AD, yang terletak di Kramatjati, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Sebenarnya banyak orang enggan masuk ke kawasan ini. Selain tempatnya jauh dari pusat kota, juga harus melewati kemacetan di Kramatjati. Tak heran jika perumahan tersebut tampak sepi. Ini berbeda dengan perumahan perwira tinggi TNI AD di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Namun tampat yang sepi tersebut ternyata menjadi pilihan tempat tinggal buat Pangkostrad Jenderal Agus Wirahadikusumah atau sering disebut AWK dan Aster KSAD Mayjen TNI Saudi Kadi. Nah, sejak AWK diangkat menjadi Pangkosrad, tiga bulan lalu, kerap terjadi keramain di kompleks itu, khususnya di sekiatr rumah AWK. "Saya sering melihat tempat itu untuk berkumpul, banyak mobil. Tetapi, saya tak tahu apa yang mereka diskusikan," kata Mayjen (Purn) Suwarno Adiwidjojo mantan Assopol Kasospol yang bertetangga dengan AWK dan Suadi Kadi, pada detikcom. Rupanya, di kediaman AWK dan Saurip Kadi itu, secara bergantian digunakan untuk diskusi. Diskusi-diskusi di kedua rumah itulah sempat melahirkan 'dokumen' Bulakratai, yang kemudian membuat geger elit AD. Orang-orang yang terlibat dalam diskusi di kedia rumah itu, juga pernah satu kali melakukan kegiatan yang sama di Hotel Novotel Bogor, yang kemudian melahirkan 'dokumen' Novotel. Dokumen Bulakrantai yang sebenarnya lebih merupakan notulen diskusi. Disebutkan ada dua kali pertemuan di kediaman Agus WK. Pertemuan pertama tanggal 16 April 2000, antara pukul 19.30 - 23.30 WIB. Mereka yang hadir di antaranya orang yang dekat dengan Agus WK seperti Aster KSAD Mayjen TNI Saurip Kadi, Kasdam Jaya Brigjen TNI Romulo Simbolon, Letkol Baktiman (perwira menengah Mabes ABRI) dan Bondan Gunawan. Hadir juga sejumlah mahasiswa dan aktivis LSM. Materi pertemuan diawali dengan diskusi isu-isu politik. Namun karena yang hadir adalah pejabat yang memiliki kapasitas untuk mempengaruhi dan mengambil keputusan, maka rumusan diskusi itu menyakut langkah-langkah konkrit terhadap upaya penyelesaian masalah politik. Yang terpenting adalah menyangkut reposisi militer dalam kehidupan sosial politik, oleh karenanya jenderal-jenderal yang tidak berpikiran maju harus segera digusur. Diskusi pada 16 April ini sudah mengarah pada kemungkinan menaikkan Kasad Jenderal Tyasno Sudarto menjadi Panglima TNI, diikuti dengan naiknya AWK menjadi Kasad dan R Simbolon memegang kunci Pangdam Jaya. Diskusi dilanjutan pada 20 April. Tempatnya masih di rumah Agus WK, namun pesertanya diperluas. Selain Bondan, datang R Simbolon, Saurip Kadi, Rahman Tolleng , Franz Magnis Soeseno, beberapa perwira menengah, serta aktivis mahasiswa dan aktivis LSM. Hasilnya diskusi meneguhkan rumusan diskusi sebelumnya, yakni agar secepatnya dilakukan pergantian kepala dan gerbong di tubuh TNI. Bahkan disepakati agar Tyasno dan AWK menguasai jajaran TNI dan segera menggusur orang-orang Jenderal (Purn) Wiranto, yang dianggap memiliki paradigama lama dalam menempatkan posisi militer dalam politik. Perwira-perwira yang termasuk dalam jaringan mantan Menko Polkam Jenderal (Purn) Wiranto, antara lain Kaster TNI Letjen TNI Agus Widjaja dan Dansesko ABRI Letjen TNI Djaja Suparman. Mereka memang tidak pegang komando, namun pengaruhnya masih cukup kuat di lingkungan AD. Rumusan diskusi itu, sekali lagi menegaskan perkubuan yang berlangsung di AD. Ini juga meneguhkan Agus Widjaja dan Djaja Suparman memang berseberangan dengan Tyasno dan AWK. Beredarnya 'dokumen' Bulakrantai, kemudian dikuatkan oleh hadirnya 'dokumen' Novotel. Dokumen itu merupakan hasil sebuah pertemuan yang dilangsungkan di Hotel Novotel di Bogor, pada 26 Maret 2000, yang dihadiri oleh Bondan Gunawan, Saurip Kadi dan R Simbolon. Isi 'dokumen' Novotel ini tak jauh beda dengan 'dokumen' Bulakrantai, yaitu rencana mutasi jabatan tinggi di lingkungan TNI, khususnya pergantian Panglima TNI dari Laksamana TNI Widodo ke Tyasno Sudarto, dan jabatan KSAD yang ditinggalakan Tyasno akan diisi oleh AWK. Yang menarik dari 'dokumen' ini adalah catatan tentang rekomendasi agar Bondan Gunawan memiliki kekuatan politik riil, dengan cara masuk ke kepengurusan PDIP dan memegang posisi strategis, yakni Sekjen PDIP. Seperti diketahui, pada saat itu PDIP tengah melakukan kongres di Semarang, dan nama Bondan sempat disebut-sebut sebagai calon sekjen yang ditawarkan Gus Dur kepada Megawati, meskipun orang-orang PDIP merasa Bondan bukanlah anggota PDIP. Notulen diskusi di Hotel Novotel itu rupanya sempat mampir di tangan Wakil Presiden Megawati yang juga Ketua Umum PDIP. Ia sangat geram, melihat ambisi dan tingkah Bondan yang ingin masuk ke PDIP. Pasalnya, selama ini Mega melihat Bondan tidak memiliki kontibusi apapun dalam PDIP. Apalagi Taufik Kiemas, Theo Syafe'i dan Sutjipto selalu menempel ketat Mega, sehingga tak memungkinkan orang lain untuk masuk ke jajaran kepengurusan PDIP. Menurut sumber detikcom di PDIP, Megawati tak hanya geram dengan keinginan Bondan untuk menjadi sekjen, tetapi juga jengkel dengan perilaku Bondan yang ikut campur tangan dalam urusan TNI. "Bondan iku sopo sih?" demikian tutur Mega, seperti ditirukan sumber tadi. Usai Kongres PDIP di Semarang, Mega lantas mendatangi Gus Dur untuk mengklarisikasi rencana Bondan dan kawan-kawannya, sebagaimana tertera dalam 'dokumen' Bulakrantai dan Novotel. Kepada Gus Dur, Mega minta tidak melakukan pergantian pejabat TNI. Presiden Gus Dur sendiri tampaknya juga tidak suka dengan ulah Bondan dan kawan-kawannya. Ini terlihat pada pertemuan Gus Dur dengan Panglima TNI Laksamana Widodo dan dan sejumlah jenderal di KRI Arun yang berlayar di Teluk Jakarta, akhir Mei lalu. Dalam kesempatan ini Gus Dur berbicara secara terbuka soal perkubuan yang berlangsung di lingkungan elit TNI, khususnya di jajaran AD, juga soal sas-sus tentang rencana mutasi perwira tinggi. "Mengapa sejumlah jenderal sering berdiskusi politik dengan Bondan Gunawan?" tutur Gus Dur sebagaimana dikutip The Straits Times. Gus Dur juga mengungkit soal pergantian Pangkostrad dari Djaja Suparman ke AWK yang jadi kontroversi. "Apakah Bondan mengatasnamakan saya, meminta Anda mempromosikan Agus (menjadi Pankostrad)?" kata Gus Dur. Tak jelas, bagaimana reaksi Widodo dan para jenderal atas 'gugatan' Gus Dur tersebut. Yang pasti, Bondan Gunawan terpental. Ia mengumumkan mengundurkan diri dari seluruh jabatannya di Istana Negara. "Gus Dur tidak meminta saya mundur. Tetapi sebagai orang yang sudah lama kenal dengan Gus Dur, saya tahu apa yang harus saya lakukan," katanya. (diks) ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Didistribusikan tgl. 12 Jun 2000 jam 09:37:41 GMT+1 oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]> http://www.Indo-News.com/ ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++