Teman-teman Indoz-net semua,


Kalau   dalam   berita     terdahulu   kiriman dari  Yusuf-Wibisono 
<[EMAIL PROTECTED]>   dimana  Kepala Kepolisian RI (Kapolri) 
yang berbintang III [Letjen (Pol) Rusdihardjo)] menolak menjawab 
apakah   Jenderal   berbintang IV [(Pur) Feisal Tanjung] juga akan 
diperiksa dalam kaitan dengan kasus  27 Juli 1996, maka kiriman 
berita  Yusuf-Henuk justru mengisahkan tentang begitu beraninya
seorang jenderal berbintang II [Mayjen TNI Agus Wirahadikusumah] 
mengkritik seniornya berbintang IV [Jenderal Wiranto]  dimana  ke-
dua jenderal ini masih sama-sama aktif.

Singkatnya, KAPAN KITA BISA MENYAKSIKAN SEORANG PRA-
JURIT MELAWAN  KOMANDANNYA YANG MENYURUH/MEME-
RINTAH AGAR SI PRAJURIT MENEMBAK/MEMBUNUH RAKYAT 
INDONESIA YANG TIDAK BERSALAH?

           Selasa, 15 Februari 2000,  SUARA MERDEKA 
                     
                             Berita Utama  

           Wiranto Merasa Gagal Membina Agus

           JAKARTA-Jenderal TNI Wiranto menanggapi peryantaan Pangdam Wirabuana Mayjen 
TNI
           Agus Wirahadikusumah agar ia sebaiknya mundur dan menjadi oposisi Golkar, 
merupakan
           hal yang tidak pantas diucapkan, karena hal itu bukan urusannya. Di samping 
itu, dia
           menyesal karena merasa gagal membina perwira seperti itu.

           "Jadi, menurut penilaian saya itu terlalu jauh ya. Saya bisa menyampaikan, 
kalau seorang
           panglima kodam menyampaikan hal seperti itu, ada empat hal yang tidak 
tepat,'' jelas
           Wiranto usai menyaksikan pengambilan sumpah Menko Polkam Ad Interin Surjadi
           Soedirdja di Bina Graha, Jakarta, kemarin.

           Keempat hal yang tidak tepat itu antara lain, Agus Wirahadikusumah sebagai 
pangdam
           tentu tidak perlu ikut campur langsung dalam masalah sistem politik 
nasional. "Dia
           mengurus saja kodamnya. Masalah ini sebenarnya urusan Panglima TNI atau 
mungkin
           KSAD. Urusan kodam kan cukup banyak dan memusingkan,'' jelasnya.

           "Kedua, saya pikir dia sangat gigih atau dalam visinya mempunyai suatu 
persepsi lebih baik
           militer tidak usah terlalu banyak mencampuri urusan-urusan politik. Itu 
konsep atau prinsip
           yang dianut. Tetapi saya melihat sepak terjangnya akhir-akhir ini justru 
lebih banyak
           masalah politik ketimbang masalah-masalah hankam,'' katanya lagi.

           "Saya kira yang kedua itu tadi masalah kosistensi. Kalau dia konsisten 
mengatakan seperti
           itu, dalam aplikasi seluruh kegiatan kita ya harus konsisten,'' tandasnya..

           Gagal Membina

           Selanjutnya, kata Wiranto lagi, yang menyangkut TNI sendiri. "Saya pikir 
TNI harus tegas
           dalam membina, mengatur dan memilah-milah job description dari para 
perwiranya''.

           Harus sangat tegas untuk bisa memberikan suatu guidance, sehingga tidak ada
           kesimpangsiuran dalam merespons apa yang terjadi dalam lingkungannya. Sebab,
           berbagai respons dalam menanggapi kejadian-kejadian atau menanggapi 
permasalahan
           nasional tentu secara proporsional ada pejabat-pejabat tertentu yang 
ditunjuk.

           Dia juga menyatakan rasa kesedihannya dan merasa bersalah karena ikut 
bertanggung
           jawab dalam membina perwira-perwira seperti itu. 

           "Dan saya merasa gagal karena ternyata para perwira yang saya bina dan saya 
didik
           mempunyai perilaku yang demikian,'' ujarnya.

           "Mengapa? Karena saya ini bintang empat masih aktif. Ada dua bintang dua 
masih aktif
           yang selalu memberikan sesuatu, entah itu kritikan, kecaman atau barangkali 
pandangan
           mengenai saya di muka umum. Karena itu, saya kira dilihat dari kode etik 
perwira itu sangat
           menyimpang. Dan saya kira, saya merasa gagal membina para perwira seperti 
itu,''
           paparnya.

           Pangdam VII/Wirabuana Mayjen Agus Wirahadikusuma mengatakan, tidak sulit 
bagi
           Presiden untuk memberhentikan Menko Polkam Wiranto jika dia keras kepala. 
Presiden
           memiliki hak prerogatif yang dapat menerbitkan keppres untuk memberhentikan 
dan
           mengangkat pembantu-pembantunya yang dikehendaki. 

           "Kalau saya sebagai pembantu Presiden, tentu dengan sikap lapang dada saya 
menerima
           keputusan untuk mengundurkan diri,'' katanya di Makassar, Jumat malam. 
(bu,A20-60k) 

Kirim email ke