From: A. Alham Sent: Monday, February 08, 2016 1:29 AM To: diskusi-k...@googlegroups.com ; rumahkitabers...@yahoogroups.com ; sastra-pembeba...@yahoogroups.com ; wahana-n...@yahoogroups.com ; inti=n...@yahoogroups.com Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono
Tidaklah penting siapa saya karna dari keluarga yang manapun saya berasal saya tetap memakai otak saya sendiri, tidak ada ideologi atau politik turunan. Yang ada mungkin kebetulan atau kesamaan karena manusia dipengaruhi materi dan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun yang jauh darinya tanpa campur tangan DNA dan kesamaan organ tubuh lainnya. Saya setuju dengan Pak Jaya. Saya juga tidak ada dendam perseorangan, tapi saya memang menyimpan dendam kesumat terhadap rezim kejam dan jahat dan saya turut berjuang agar rezim yang demikian dihancurkan hingga tak akan kembali untuk selamanya. Manusia jahat dan kejam seperti suhartO akan mati dan sudah mati seperti juga manusia lainnya .Tapi rezim yang ditinggalkannya sebagai sistim tidak otomatis mati bersama pendiri atau penciptanya. Pada suhartO saya benci dan jijik tapi untuk dendam tentu tidak ada gunanya , dia sudah mati, namun sistim rezimnya tidak boleh hidup dan harus dilenyapkan dengan perjuangan dan untuk itu memerlukan rasa dendam yang besar terhadap sistim rezim tsb. Dendam berarti persiapan dan kesiapan untuk menghancurkan musuh, tapi kalau musuh itu sudah mati, dendam harus diarahkan pada sistimm rezim yang diwariskan musuh itu pada penerusnya. Bagi saya dendam itu bukan fiksi tapi realitas. Saya hanya dendam pada penjahat yang masih hidup dan bila dia sudah mati dendam harus diarahkan pada sistim rezim yang masih tetap hidup. Fasisme dan kediktatoran borjuasi adalah realitas dan bukan fiksi. Hitler dan suhartO sudah menjadi fiksi tapi kediktatoran dan fasisme yang diwariskan oleh kedua mahluk itu belum sepenuhnya mati dan tetap mengancam kehidupan manusia di bumi ini. Melihat ke depan untuk suatu masa depan yang baru dan diimpikan, tidak mungkin tanpa mengetahui apa yang pernah terjadi di belakang kita di masa lalu. Kita tahu terang karna ada gelap. Kalau tidak ada gelap, bagaimana kita bisa menyebut ini adalah terang atau sebaliknya. Begitu pula dengan masa lalu dan masa depan tidak bisa kita putus.Kita ingin ke depan karna kita tahu ada masa lalu. Kalau tidak ada masa lalu, kehidupan ini tidak pernah akan ada.Ini bukan filsafat atau permainan kata tapi kesadaran elementer yang seharunya dipahami oleh semua manusia. Bayi yang baru lahir itu menangis karna dia punya masa lalu dalam kandungan ibunya dan belum bisa bersuara selama di sana dan dia menarik nafas di udara terbuka karna juga sudah terbiasa menghisap oxigen meskipun dari dalam kandungan. Apkah mungkin kita menghilangkan masa lalu kita? Kalau mungkin untuk apa kita maju ke depan? ASAHAN AIDIT. From: Salim Said Sent: Sunday, February 07, 2016 9:10 AM To: group-indepen...@googlegroups.com ; alumnas-oot ; alumnilemhana...@yahoo.com ; Group Diskusi Kita ; Tito Karnavian ; tiaraly ; Sully T. Suharjo ; Martiono Hadianto ; Abdillah Toha ; ganur2...@yahoo.com ; Asahan Aidit ; Chan Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono 2016-02-07 9:52 GMT+07:00 <semarsupr...@gmail.com>: Pak Harjono benar, dendam antara sesama bangsa kita tidak ada manfaat kecuali memecah-belah bangsa kita seperti yang diharapkan bangsa lain yg ingin menguasai bangsa kita . Marilah kita lupakan dendam termasuk dendam pribadi saya sendiri karena sekolah saya dibakar, rumah saya dirusak, ayah kandung dan sanak keluarga saya dibunuh, demi merajut persatuan kesatuan bangsa Indonesia membentuk masa depan yg lebih baik! Merdeka! Hormat jaya suprana Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Indosat network. From: Harjono Kartohadiprodjo Sent: Sunday, February 7, 2016 07:53 To: gigin praginanto Reply To: group-indepen...@googlegroups.com Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono Bung Gigin, peristiwa G30S itu bukan kejadian yg dilakakan satu pihak terhadap pihak yg lain. Apakah PKI tidak membantai santri2 dan warga negara yg anti PKI, saya melihat ganasnya PKI di Jawa Tengah. Orang tua saya saja mau diculik Pemuda Rakyat dalam suatu Seminar Hukum Nasio nal. Peristiwa Madiun thn 48, apakah begitu sucinya PKI "membela Rakyat".Saya kembali mengingatkan, kebencian dan dendam masa lalu kita lupakan, tidak perlu diungkit lagi. MHK Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network. From: gigin praginanto Sent: Minggu, 7 Februari 2016 07.40 To: group-indepen...@googlegroups.com; Group Diskusi Kita; alumnas-oot; alumnilemhana...@yahoo.com Reply To: group-indepen...@googlegroups.com Subject: RE: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono Peristiwa G30S memberi inspirasi kepada kepada generasi selanjutnya bahwa kita boleh berbuat apa saja, termasuk melakukan pembantaian besar bila kita memiliki pembenaran atas kebuasan yang kita lakukan. Bantai! Dikirim dari Windows Phone saya ------------------------------------------------------------------------------ From: 'achmad mubarok' via Grup Independen Sent: 2/6/2016 19:37 To: group-indepen...@googlegroups.com; Group Diskusi Kita; alumnas-oot; alumnilemhana...@yahoo.com Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono saya tidak tahu Asahan Aidit ini ada hubungannya dengan DN Aidit Ketua PKI dulu atau tidak, tapi kampanye PKI ketika itu memang begitu, melawan tuan tanah,musuh rakyat kek, antek imperialis kek, tapi yang diserang secara sepihak terutama masyarakat santri yang mengenal tanah wakaf, gak terbayang jika PKI mayoritas ketika itu. On Saturday, February 6, 2016 4:13 AM, Salim Said <bungsali...@gmail.com> wrote: 2016-02-06 2:15 GMT+07:00 A. Alham <a.alham1...@kpnmail.nl>: “Pilihan dibunuh atau membunuh” adalah alasan kaum anti Komunis untuk membunuh semua anggota PKI. PKI ataupun seluruh kaum Komunis sedunia tiada bermaksud membunuh siapapun kecuali musuh rakyat yang sudah teramat besar dosanya terhadap rakyat. Umpamanya para GEMBONG JAHAT yang terlalu banyak berhutang darah pada rakyat seperti lintah darat, penghasut elemen jahat lainnya untuk memeras rakyat dan punya hutang darah pada rakyat, tuan tanah jahat yang punya praktek perbudakan hingga membunuh rakyat yang dianggapnya musuh atau punya hutang tak terbayar yang semua elemen jahat dan punya hutang darah pada rakyat itu disebut GEMBONG JAHAT di desa maupun mungkin di kota-kota. Semua jenis gembong jahat YANG TIDAK BISA DIKENDALIKAN OLEH PEMERINTAH DAN PELANGGAR HUKUM BERAT ini memang mungkin diselesaikan oleh PKI demi melindungi keamanan jiwa rakyat yang itu memang kewajiban PKI dan setiap Komunis di manapun. Namun sebelum mengambil tindakan keras dan hukuman terhadap gembong jahat itu, Partai selalu mengadakan penyelidikan yang sangat teliti, meminta dan mendengarkan pendapat rakyat setempat, mengumpulkan data-data kejahatan seseorang gembong jahat dan lalu mendiskusikannya secara teliti dari berbagai segi dan lalu mengambil keputusan: diselesaikan atau dibiarkan untuk sementara.Cara ini digunakan hampir oleh semua Partai Komunis sedunia yang melakukan perjuangan keras lawan keras melawan musuh-musuh rakyat yang sudah terlampau jahat dan punya hutang darah terhadap rakyat. Apa boleh buat, PKI bukan Partai melati atau kenanga meskipun juga cuma Partai Tawon dan belum Partai Singa ketika itu. Dan ketika PKI menjadi partai anggrek, maka hancur luluhlah PKI karna melawan takdirnya sendiri. NEXT TIME BETTER. ASAHAN AIDIT. From: 'achmad mubarok' via Grup Independen Sent: Thursday, February 04, 2016 12:44 PM To: group-indepen...@googlegroups.com Subject: Re: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono Tahun 1965 saya usia 20 tahun adalah santri di pesantren kecil, guru SD Negeri dan Kepala Madrasah. Di organisasi saya ketua Pertanu (Tani NU), Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia) dan Sekretaris Partai NU tingkat Kecamatan di Jawa Tengah. Saya mengalami langsung konflik dengan PKI, dan dari awal PKI lah profokator konflik dengan aksi sepihak, BTI, LEKRA , Pemuda Rakyat dan Serikat buruhnya, Perstiwa pembunuhan Jenderal di Lubang Buaya menjadi picu arus balik. Semua krekuatan non PKI bangkit melawan aksi PKI, bahkan ketika itu Banser lebih diasegani dibanding tentara dan polisi, karena ada juga indikasi tentara dan plisi yang pro PKI. Waktu itu pilihannya hanya satu, dibunuh atau membunuh. Kedatangan RPKAD dibawah Sarwo Edi menambah energi rakyat dalam menhadapi PKI. Yang saya lihat aksi rakyat lebih spontan dibanding tentara. On Wednesday, February 3, 2016 11:05 AM, Bekto Suprapto <supraptobe...@gmail.com> wrote: Pak Jaya Suprana ysh. Sejarah selalu dibuat dengan versi penguasa. Versi Belanda mereka tidak menjajah Indonesia tetapi bisnis di Indonesia. Hal serupa terjadi di Indonesia, versi penguasa saat itu. Salam hormat Bekto Suprapto Sent from my iPhone On 3 Feb 2016, at 07.26, semarsupr...@gmail.com wrote: Jika Belanda adil dalam membahas masa lalu seharusnya mereka juga membahas kebengisan militer Belanda membantai warga Indonesia di bumi Indonesia akibat (sampai kini) secara resmi de jure mereka tidak sudi mengakui kemerdekaan Indonesia. Salam merdeka dari jaya suprana Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Indosat network. From: Salim Said Sent: Wednesday, February 3, 2016 08:03 To: Group Diskusi Kita; alumnas-oot; alumnilemhana...@yahoo.com; group-indepen...@googlegroups.com; Tito Karnavian; Sully T. Suharjo; Martiono Hadianto; Abdillah Toha; Retno L Marsudi; Von Magnis Suseno; Harry Tjan Silalahi; Jaya Suprana; Din Syamsuddin; Salahuddin Wahid; ganur2...@yahoo.com; Chan; Asahan Aidit Subject: Fwd: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono ---------- Forwarded message ---------- From: sukojo midjan <suko...@gmail.com> Date: 2016-02-03 6:04 GMT+07:00 Subject: “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono To: Salim Said <bungsali...@gmail.com> “50 tahun G30S dalam sorotan pers Belanda” oleh Joss Wibisono Posted on 1 Februari 2016 by gatholotjo Versi lain tindjauan pers ini telah nongol di madjalah Historia No 25, halaman 17-19. Lima puluh tahun G30S ternjata djuga mendjadi pemberitaan media massa Belanda, negeri bekas pendjadjah. Bukan tjuma koran, mingguan atau media tjetak lain jang memberitakannja, tapi djuga radio dan televisi serta tak ketinggalan situs web. Menariknja, ketika mingsih adaaa sadja media massa Indonesia jang gak bosen2nja meng-ulang2 sudut pemberitaan seperti 50 tahun silam (keminggrisnja gak bisa move on) jaitu G30S terus2an dipandang sebagai bentrokan ideologis antara PKI dan mungsuh2nja (seperti maunja orde bau), maka media massa Londo si bekas pendjadjah sudah sama sekali meninggalkan sudut pandang kuno ini. Sekarang mereka menekuni G30S melulu dari sudut pelanggaran berat hak2 asasi manusia, bahkan bagi mereka G30S merupaken kejahatan terhadap kemanusiaan. Pertentangan sudut pandang lama dengan sudut pandang baru terhadap G30S ini merupakan inti pemberitaan harian NRC Handelsblad. Pada edisi 1 Oktober 2015, dengan djelas koran sore terbitan Amsterdam ini menguraikan perbedaan pandangan antara chalajak umum (jang dibesarkan tiap tahun menonton film Pengchianatan G30S/PKI) dengan kalangan jang disebutnja “jonge intellectuelen” alias tjendekiawan muda. Dalam berita itu, tjendekiawan muda ini diwakili orang tiga orang, masing2 dua novelis jaitu Laksmi Pamuntjak dan Eka Kurniawan, serta peneliti Andreas Harsono. Berita NRC Handelsblad tentang Laksmi Pamuntjak, Eka Kurniawan dan Andreas HarsonoBagi Laksmi Pamuntjak film indoktrinasi orde bau itu mengadjarkan bahwa PKI adalah kalangan batil sedjati jang atheis dan karena itu harus dibasmi. Inilah jang menjebalkan dan mendjengkelkannja. Karena itu Laksmi melakukan sesuatu jang tidak pernah diterima di Indonesia: menulis novel —berdjudul Amba— tentang pembunuhan massal 50 tahun silam. Diterdjemahkan sebagai Amba of de kleur van rood, novel ini sekarang djuga hadir untuk publik pembatja Belanda. Laksmi tidak sendirian. Novelis Eka Kurniawan —dengan roman Tjantik itu luka jang terbit dalam bahasa Inggris— djuga tidak segan2 menulis tentang pembantaian 1965. Dalam bukunja, demikian NRC Handelsbald, Eka menggambarkan majat2 jang berserakan di mana2, di djalan, di sungai, di atas djembatan, bahkan di semak2. Mereka dibunuh tatkala berupaja melarikan diri, tulis Eka — sesuatu jang, demikian NRC Handelsblad, berlawanan dengan pesan film propaganda orde bau. Di balik minat besar intelektual muda itu, masalah 1965 tetap sadja tidak dibitjarakan setjara terbuka oleh chalajak ramai Indonesia. Kenapa? Untuk ini NRC Handelsblad menghubungi Andreas Harsono, peneliti pada organisasi hak2 asasi manusia Human Rights Watch. Menurut Andreas banjak orang terlibat. “Politisi pada tingkat tertinggi, gubernur, bupati, kepala desa. Masih banjak orang2 berkuasa karena terlibat setjara pribadi, sehingga mereka tidak berminat berbitjara tentang hal ini.” Bukan hanja tentara dan preman jang terlibat dalam pembunuhan, demikian NRC Handelsblad berlandjut. Nahdlatul Ulama dan Muhammadijah, dua organisasi muslim terbesar Indonesia, djuga ikut serta. Para pemimpin agama melihat perburuan kalangan komunis ini sebagai sematjam perang sahid. NU dan Muhammadijah merupakan fundamen masjarakat. Keduanja mengendalikan sekolah, rumah sakit dan pelbagai upaja pengentasan kemiskinan. Bahwa dua organisasi, dengan 70 djuta anggota dari 245 djuta penduduk Indonesia, terlibat dalem pembunuhan massal itu merupakan kenjataan jang oleh banjak orang Indonesia ingin dilupakan sadja. Koran pagi de Volkskrant, pada edisi 30 September 2015, menampilkan wawantjara dengan dokter Ribka Tjiptaning Proletarijati, anggota DPR jang selalu membanggakan diri sebagai anak PKI. Sebagai anak djudul berita ini tertera “50 tahun silam tentara Indonesia membunuhi sedjuta orang komunis. Sedjak itu mereka merupakan pariah, demikian satu2nja anak komunis jang bisa mendjadi anggota DPR”. Berita ini bernada suram. Walaupun Tjiptaning sudah bisa sampai pada kursi DPR, nasib orang komunis dan korban peristiwa 65 lain tidaklah membaik. Mereka tetap dianggap antjaman. Tjiptaning djelas perketjualian, seperti bisa dibatja pada alinea berikut. Ribka Tjiptaning diwawantjarai de VolkskrantSepeninggal Gus Dur situasi Indonesia kembali mundur. Pada 2004, buku2 sedjarah jang memberi gambaran lebih bernuansa tentang peristiwa 1965 dilarangi dan dibakari. Tjiptaning: “Tidak ada jang protes. Siapa sadja berkata, ‘sudahlah biarkan sadja’. Tapi aku tak mau tutup mulut. Siapa sadja harus tahu bahwa anggota PKI bukan pembunuh, bukan pemerkosa dan bukan perampok, tapi orang jang menganut ideologi dengan tudjuan2 luhur. Orang tuaku itu baik2. Mereka tidak pernah bertengkar dan keluarga kami selalu diliputi harmoni. Kalian tidak boleh menganggap mereka tidak pernah ada”. Pada edisi achir pekan 26-27 September 2015, rubrik ilmu pengetahuan harian NRC Handelsblad menurunkan laporan pandjang tentang pelbagai teori G30S jang selama ini sudah berkembang. Djudulnja “Bloedbad dat de wereld niet kon schelen” artinja “Bandjir darah jang tak dipedulikan dunia”. Menariknja teori2 ini berkembang di luar negeri, tidak di Indonesia sendiri. Maklum ilmuwan dan sedjarawan Indonesia belum djuga bisa benar2 membebaskan diri dari kungkungan orde bau, seperti bisa dibatja pada dua alinea berikut. Pembunuhan massal kalangan sajap kiri Indonesia tidak pernah diakui dunia internasional sebagai genosida. Sedjarawan Australia Robert Cribb, sedjarawan Belanda Gerry van Klinken dan ilmuwan lain djustru mengakuinja, mereka berseru bahwa ada upaja2 sengadja untuk membasmi kelompok politik tertentu. PBB hanja mengakui genosida djika terdjadi kekerasan sistematis terhadap “kelompok2 nasional, etnis, rasial dan penganu agama tertentu”. Bandjir darah jang tak dipedulikan duniaSedjarawan2 John Roosa, Robert Cribb dan Gerry van Klinken, adalah ilmuwan luar negeri jang melakukan penelitian kritis terhadap episode berdarah ini. Sebagian besar ilmuwan Indonesia tetap berpegang teguh pada pentjirian jang pernah dikemukakan oleh sedjarawan senior Taufik Abdullah. Bandjir darah itu adalah “konflik horisontal”, amukan spontan massa terhadap kalangan komunis jang memang dibentji. Walaupun pemerintahan Indonesia jang muntjul setelah djatuhnja harto sudah tidak lagi menerapkan pembatasan2 ketat terhadap keluarga PKI, tapi setjara luas orang masih berpendapat bahwa PKI itu adalah pihak djahat jang sebenarnja. Demikian harian sore NRC Handelsblad. Lembaga penjiaran KRO-NRCV djuga tak mau ketinggalan. Melalui kanal dua (NPO2) gabungan organisasi penjiaran katolik dan kristen-protestan ini menurunkan laporan chusus tentang G30S, pada hari Djumat 1 Oktober 2015. Sebagai organisasi penjiaran agama mereka tertarik pada Joop Beek, rohaniwan katolik jang pegang peran besar pada zaman awal orde bau. Dokumenter sepandjang 50 menit ini berisi tajangan dari masa lampau maupun masa kini. Maklum, waktu itu wartawan KRO, Aad van den Heuvel, datang ke Djakarta untuk melaporkan situasi Indonesia menjusul G30S. Ketika berangkat, dia mengantongi nama Joop Beek dan melalui rohaniwan Ordo Jesuit ini Van den Heuvel bisa mewawantjarai banjak orang, termasuk harto jang mulai naik daun dan Bung Karno jang waktu itu mulai memudar kekuasaannja. Suatu sore kepada Beek, Van den Heuvel bertanja benerkah harto akan berpidato pada malam harinja. Itu dibenarkan, dan ketika ditanja apa isi pidato harto, Beek mendjawab belum tahu, karena pidato itu masih harus ditulisnja. Semula djawaban ini dikira gurauan belaka, tapi ketika Van den Heuvel mendapati bahwa harto bener2 membatjakan pidato jang ditulis Joop Beek, dia segera sadar betapa besar pengaruh rohaniwan Belanda ini. Daftar pertanjaan untuk mewawantjarai harto diserahkan kepada Beek, dan dalam wawantjara harto membatjakan djawaban jang ditulis sang pastur Jesuit. harto batja djawaban Joop Beek ketika diwawantjarai Aad van den HeuvelDalam dokumenter itu diperintji apa sadja pengaruh besar Joop Beek di Indonesia pada hari2 achir Presiden Sukarno. Beek menggalang demonstrasi besar2an para mahasiswa menuntut pengunduran diri sang Pemimpin Besar Revolusi. Sebelum berdemonrasi para pemimpin mahasiswa menemui Beek, untuk mendengar instruksinja. Ketika achirnja Sukarno mundur dan orde bau tegak, Joop Beeklah jang memikirkan pembentukan Golongan Karja. Setelah menjusun struktur partai, ditemuinja Harry Tjan Silalahi supaja mendekati harto. Sang orang kuwat setudju, maka lahirlah Golkar jang djelas merupakan anak rohani Joop Beek, rohaniwan katolik asal Belanda jang begitu berpengaruh. Pengaruh itu baru berkurang ketika pembesar Ordo Jesuit di Roma turun tangan. Maklum tidak semua rohaniwan Jesuit setudju dengan pastor berpengaruh politik begitu besar. Salah satunja bernama Adolf Heuken, seorang pastur asal Djerman jang djuga bertugas di Djakarta. Baginja Beek sudah terlalu dekat dengen kekuasaan, kekuasaan orde bau jang ber-darah2 lagi! Menurut peraturan geredja katolik seorang pastur tidak boleh berpolitik praktis. Karena itu Adolf Heuken per-tama2 menghubungi Uskup Agung Djakarta untuk melaporkan peran Beek. Ketika Beek tidak memperdulikan atasan, Heuken menulis surat kepada pembesar Jesuit di Roma, minta supaja Beek diperingatkan. Pembesar Jesuit turun tangan, maka Joop Beek pindah rumah dan mendjauhkan diri dari orang kuwat orde bau. Selain dokumenter ini, organisasi penjiaran VPRO menajangkan dua dokumenter karja Joshua Oppenheimer tentang peran para algodjo pada pembantaian 1965. Dua malam ber-turut2, tanggal 30 September dan 1 Oktober 2015, chalajak Belanda berkesempatan menonton The Act of Killing (Djagal) dan The Look of Silence (Senjap). Mendjelang siaran, berkala panduan atjara jang dikeluarkan VPRO mewawantjarai Saskia Wieringa, gurubesar antropologi Universiteit van Amsterdam jang meneliti pemusnahan Gerwani, organisasi perempuan onderbouw PKI. Pasalnja, Wieringa memimpin apa jang disebut IPT65, singkatan International People’s Tribunal jang, November mendatang di Den Haag, akan mengadili kedjahatan terhadap kemanusiaan Indonesia itu. Buku panduan atjara VPRORadio 1, pada pembukaan siaran pagi 1 Oktober, mewawantjarai Martijn Eickhoff, peneliti Belanda tentang 50 tahun G30S. Eickhoff per-tama2 mendjelaskan kenapa Indonesia tidak djuga berandjak dari versi orde bau terhadap G30S. Kemudian, sebagai penjelenggara, Eickhoff djuga membeberkan seminar jang pada hari itu diselenggarakan di Amsterdam. Seminar ini antara lain bertudjuan untuk menempatkan pembunuhan massal di Indonesia dalam kerangka genosida jang selama ini sudah dikenal orang. Bagaimanakah bandjir darah di Indonesia bisa tjotjok dalam kerangka penelitian genosida internasional? Tak pelak lagi, pers Belanda (dan djuga pers internasional lain) punja sudut pandang lain mengenai bandjir darah 50 tahun lalu. Sudut pandang itu berpangkal dari pendirian bahwa pembunuhan anggota PKI dan orang2 jang diduga simpatisannja merupakan pelanggaran hak2 asasi manusia besar2an. Ketika Tembok Berlin sudah runtuh dan di Eropa Timur serta Uni Soviet komunisme sudah gulung tikar djelas akan djadi bahan ketawaan kalau sudut pandang perang dingin, jaitu perbenturkan ideologi, diulang2 lagi. Dapatkah chalajak ramai Indonesia berandjak dari adjaran orde bau jang sudah begitu lama mereka anut? Kapan Indonesia menjeruak tempurung jang mengungkunginja untuk setjara djudjur dan terbuka mengakui bahwa peristiwa 50 tahun silam itu adalah pelanggaran hak2 asasi fantastis besar2an jang tidak pernah dikenal dalam sedjarahnja sendiri -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/20160203002626.4857936.67733.5271%40gmail.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/66EAC91E-B9DA-413F-99C3-E124334DD643%40gmail.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/1001822327.1501563.1454586260543.JavaMail.yahoo%40mail.yahoo.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "diskusi kita" di Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke diskusi-kita+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/CAJKLYGaAncV2po29oNEo1M2yPOPb8vA8MZqt3sXoL3dLux7dYw%40mail.gmail.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/294170379.230081.1454762210167.JavaMail.yahoo%40mail.yahoo.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/BLU406-EAS151CA84D03C59301498D42EB6D40%40phx.gbl. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/20160207005326.5394516.9721.5241%40kartohadiprodjo.or.id. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/20160207025211.4862032.29957.5494%40gmail.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout. -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/CAJKLYGY_TqxBqFkF64vxtmQBHXXr-skJUgM%3DPxgqioR65-HXGg%40mail.gmail.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.