Bung Karno mengatakan, salah satu sebab terjadinya G30S adalah akibat 
“keblunderan para pimpnan PKI”. Kata-kata dan tuduhan bung Karno ini digunakan 
oleh suhartO untuk meng-sahkan perbuatan terror besarnya terhadap PKI dengan 
korban 3  juta nyawa rakyat Indonesia dibantai  suhartO. Hingga detik ini tidak 
ada secarik kertaspun yang bisa dijadikan dokumen sebagai bukti bahwa PKI 
adalah dalang G30S, tidak ada bukti bahwa para pimpinan PKI keblunder seperti 
tuduhan dan kesimpulan bungn Karno .Tapi sebaliknya bukti-bukti keterlibatan  
bung Karno dalam G30S, dan juga peranan dalang suharto dalam skenario, G30S 
semakin banyak terbuktikan dan justru keblunderan bung Karno dalam kasus SUPER 
SEMAR sedang dibuktikan.  Hal ini membuktikan bahwa RUTINISME untuk membenarkan 
yang salah menjadi sesuatu kebenaran palsu dengam pertolongan kekuatan 
propaganda dan reklame di tangan pihak yang berdominasi, ahir-ahirnya sejalan 
dengan waktu, meskipun perlahan tapi pasti, melemah dan menghilang dan 
kebenaran yang sesungguhnya akan berdominasi dan dipercayai orang banyak. 
TUDUHAN SERTA FITNAH BAHWA PKI DALANG G30S MUNGKIN MASIH AKAN BERUSIA LAMA, 
NAMUN KEPERCAYAAN RAKYAT TERHADAP TUDUHAN PALSU DAN FITNAH KEJI TERHADAP PKI, 
BERANGSUR PUDAR DAN PERLAHAN MENGHILANG DARI BENAK MEREKA. Bilakah hal itu akan 
terjadi dan ahirnya  menjadi cerah? Kita tidak tahu.Tapi hal ini pasti akan 
terjadi.
ASAHAN AIDIT 

From: mailto:sastra-pembeba...@yahoogroups.com 
Sent: Sunday, March 13, 2016 8:09 AM
To: GELORA_In 
Subject: #sastra-pembebasan# Fw: [GELORA45] Wawancara Asvi Warman Adam: 
Supersemar Mungkin Blunder Bung Karno

  



From: mailto:gelor...@yahoogroups.com 
Sent: Sunday, March 13, 2016 1:04 PM

http://nasional.kompas.com/read/2016/03/12/08170011/Wawancara.Asvi.Warman.Adam.Supersemar.Mungkin.Blunder.Bung.Karno

Wawancara Asvi Warman Adam: Supersemar Mungkin Blunder Bung Karno
Sabtu, 12 Maret 2016 | 08:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik mengenai Surat Perintah 11 Maret 1966 tidak hanya 
berkutat pada misteri keberadaan surat itu secara fisik. Interpretasi mengenai 
isi pun menjadi perdebatan.
Keraguan mengenai keberadaan Supersemar bisa dianggap redup setelah Soekarno 
menyinggung mengenai surat itu dalam pidato kenegaraan pada 17 Agustus 1966.
Namun, polemik mengenai isi tetap bergulir hingga sekarang. Dalam pidato 
berjudul "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah", Soekarno membantah 
memberikan transfer kekuasaan.
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam menyatakan bahwa 
ada penafsiran yang berbeda oleh Pangdam V Jaya saat itu, Brigjen Amirmachmud, 
yang tetap dilakukan atasannya, Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto.
Kepada wartawan Kompas.com, Kristian Erdianto, Asvi juga menceritakan mengenai 
sejumlah versi yang beredar saat proses pembuatan Supersemar di Istana Bogor.
Asvi menjelaskan mengenai rumor adanya penodongan oleh jenderal keempat yang 
hadir di Istana Bogor, yaitu Mayjen Maraden Panggabean.
Berikut keterangan Asvi yang kami sajikan dalam dua tulisan wawancara khusus. 
Petikan ini merupakan bagian kedua:
Seperti apa proses keluarnya Supersemar, apa keterlibatan Mayjen Basuki 
Rachmat, Brigjen M Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud yang menemui Soekarno di 
Istana Bogor?
Mereka bertiga pergi ke Bogor, rapat di Istana dipimpin sementara oleh Leimena. 
Dalam sejarah diceritakan bahwa ketiga Jendral ini memutuskan untuk menemani 
Soekarno yang kesepian di Istana Bogor.
Sebelumnya, mereka datang ke rumah Soeharto untuk meminta izin. Kemudian dari 
rumah Soeharto, mereka berangkat ke Bogor dan menyampaikan bagaimana kalau 
Soeharto diberi perintah untuk melakukan pengamanan Presiden dan lainnya.
Kemudian Soekarno menyetujui usul ketiga jenderal tadi?
Itu kan diperdebatkan bagaimana bentuknya. Apakah itu melalui surat atau tidak. 
Apakah itu lisan? Lisan itu adalah usul Soebandrio. Kemudian Amirmachmud marah 
dan mendelik matanya pada Soebandrio karena mereka membutuhkan surat, bukan 
perintah lisan.
Nah kemudian surat itu ada yang diketik pertama dan kemudian dicorat-coret 
menteri-menteri itu juga, kemudian diketik yang terakhir. Menurut Atmadji 
(Atmadji Sumarkidjo, penulis buku biografi M Jusuf), Jusuf itu punya 
ketiga-tiganya. Punya ketikan yang pertama, setelah dicorat-coret, dan tembusan 
aslinya.
Tapi saya bertanya juga, siapa yang menyimpan? Mungkin istrinya, Eli Sailan. 
Tapi sekarang Eli Sailan, istri M Jusuf, kan juga sudah meninggal, dan surat 
itu tidak ditemukan.
Surat itu baru diketik saat tiga jendral ke Bogor untuk menemui Soekarno?
Iya. Mereka datang, baru suratnya diketik oleh Sabur atas perintah Soekarno.
Seperti apa isinya?
Surat perintah untuk pengamanan Presiden. Itu yang pertama baru yang lain-lain, 
dan semua itu harus melapor pada Presiden. Lalu mereka membawa surat itu. 
Kemudian Amirmachmud mengatakan, ia membaca, "Loh kalau ini artinya sudah 
pengalihan kekuasaan".
Tafsirannya seperti itu, lalu diserahkan ke Soeharto. Lalu kata Soeharto, 
suratnya dibutuhkan oleh Soedharmono dengan stafnya waktu itu Moerdiono, yang 
waktu itu sedang mempersiapkan konsep untuk pembubaran PKI. Mereka sudah 
diminta untuk pembubaran PKI, ketika surat itu datang. Mereka punya alasan kuat 
untuk itu.
Pembubaran PKI tidak ada dalam Supersemar?

Tidak ada di surat itu. Artinya, tafsiran pembubaran PKI ada dari pihak 
Soeharto dari kalimat melakukan hal yang dianggap perlu untuk mengamankan 
situasi. Jadi apapun. Itu yang dijadikan dasar untuk pembubaran PKI. Jadi 
sangat sakti surat itu.
Dan ketika kemudian Soekarno tahu PKI dibubarkan, ia memanggil Soeharto dan 
marah. Ia minta surat itu untuk dicabut. Tapi Soeharto menolak. Jadi artinya 
Soekarno melihat kekeliruan di situ, tapi Soeharto tetap melanjutkan yang 
dilakukannya.
Supersemar itu sendiri bukan pengalihan kekuasaan, tapi hanya untuk memberikan 
mandat?

Mandat untuk pengamanan masyarakat dan ia dan keluarganya. Tapi kemudian 
ditafsirkan pengalihan kekuasaan oleh Amirmachmud, dan itu dilaksanakan 
Soeharto.





  • [inti-net] Re: #sastra-pembeb... 'A. Alham' a.alham1...@kpnmail.nl [inti-net]

Kirim email ke