Pak Jacky Mardono T, Yth. Saya telah membaca dengan seksama data-data yang bapak tulis. Saya menghormati setiap data dari pihak manapun terlepas saya setuju atau benar tidaknya data-data yang diajukan itu. Tentu saya tidak bermaksud berdebat atau membantah data-data yang bapak ajukan sekarang ini. Konfrontasi data-data dari kedua pihak dalam soal G30S saya kira akan abadi tanpa kesimpulan, tanpa pemenang tanpa kesatuan kebenaran bersama. Kebenaran dan kesalahan telah bercampur baur seperti benang kusut yang sudah tak lagi bisa diurai. Saya juga tidak bermaksud membela PKI dalam kesempatan sekarang karna tentu akan sia-sia belaka dan juga saya kira kita masih berada dalam gumpalan benang kusut itu yang keberadaan kita masing-masing, kita pertahankan . Bukti-bukti yang masing-masing kita ajukan sudah tidak bisa diperdebatkan, tidak bisa saling menganulir, tidak bisa saling menghapus. Jadi biarkan semuanya tetap tertancap di koran dinding seluruh persada Indonesia untuk bahan pertimbangan generasi demi generasi mendatang. Merekalah para hakim yang sudah tidak bisa lagi menghukum berbagai pihak yang berselisih, namun mereka bisa menggunakannya sebagai pedoman bagi arah kehidupan yang akan mereka tuju dan bangun. Sedangkan kita sekarang masih bisa berselisih terus tentang apa yang kita yakini masing-masing dan saya kira itu tidak jelek karna hak berselisih lebih baik daripada hak menghakimi tanpa keadilan. Salam dari saya dan terima kasih atas perhatian bapak. ASHAN AIDIT.
From: Jacky Mardono Tjokrodiredjo Sent: Wednesday, April 27, 2016 6:36 AM To: A. Alham Subject: Re: Gugatan ditolak, berarti kalah dalam berperkara. Bung A Alham Aidit Ysh. Terima kasih saya ucapkan kepada bung A Aidit, yang telah berkenan mengirim posting langsung kepada diri saya. Dari biodata bung A Aidit yang saya ketahui dari internet, usia saya lebih senior empat tahun. Untuk ini mohon diferifikasi, artikel yang dimuat dalam link : https://id.wikipedia.org/wiki/Asahan_Alham Pada tgl 1 Okteber 1965, saya menduduki jabatan Kapolres, untuk yang ketiga kalinya. Pada tgl. 1 Oktober 1965, sekitar pukul 14.00 WIB, kami Panca Tunggal Kabupaten Padang Pariaman, telah mengambil kesimpulan : 1. Bahwa G30S yang dipimpin oleh Letkol Untung, adalah suatu gerakan "kup" karena telah mendemisionerkan Kabinet Dwikora. 2. Kami bertekad untuk tidak mengikuti perintah Letkol Untung, untuk membentuk Dewan Revolusi, sampai ada kejelasan dimana Presiden Sukarno berada. Dandim Letkol M Nur menyatakan, kalau perlu kami masuk hutan, seperti pada waktu menghadapi Proklamasi dari PRRI. Pada masa PRRI, Kapolda Sumatera Tengah KBP Kaharuddin Dt Rangkayo Basa dan Mayor Nur Mathias, memilih "masuk hutan", sementara menunggu pasukan dari "pusat", yang akan membebaskan Sumatera Tengah dari kekuasaan PRRI. Wilayah Sumatera Tengah pada waktu itu, meliputi propinsi Sumbar, Propinsi Riau dan Propinsi Jambi. Pasukan dari pusat inilah yang kelak dipimpin oleh Kolonel A Yani, yang akan melancarkan "Operasi 17 Agustus". Nama "17 Agustus" inilah yang dijadikan nama Kodam III, yang meliputi Korem2 yang berkedudukan di Solok, Bukittinggi dan Pekanbaru. Pada waktu itu, kepulauan Mentawai dan kepulauan Riau, belum masuk wilayah kodam III. Kodim Kota Padang statusnya adalah Kodim BS (Berdiri Sendiri), yang langsung dibawah Pangdam. Rekan2 Panca Tunggal memilih rumah Kapolres untuk rapat, karena Polres adalah kesatuan ABRI yang memiliki kekuatan pemukul, terdiri dari 2 (dua) SST pasukan Perintis, 1 (satu) SST penjagaan dan 1 (satu) SST pasukan staf. Selain itu di tiap Polsek, kekuatannya rata2 sekitar 15 (lima belas) orang. Kekuatan tersebut diatas, memang tidak memadai untuk melakukan perlawanan secara frontal. Tetapi akan sangat2 mengganggu, apa bila perlawanan dilakukan secara gerilya. Sedangkan Kodim personilnya sangat minim. Kekuatan di Makodim tidak sampai 50 (lima puluh) orang, sedangkan di tiap Koramil (dulu namanya Buterpra), kekuatannya hanya dua hingga tiga orang. Buterpra2 dibantu oleh anggota OPR. Sementara pada waktu itu PKI/Ormas PKI, telah mampu menginfiltrasi tubuh OPR. Mereka selanjutnya mengandalkan kekuatan Polres Padang Pariaman untuk melawan, apabila ada perintah untuk membentuk Dewan Revolusi. Sikap kami Panca Tunggal Padang Pariaman, saya laporkan kepada Kapolda (Pangdak) melalui rdg. Kapolda yang pada waktu itu dijabat oleh BJP R Kuswadi, menjawab melalui interlokal, setuju atas sikap yang diambil oleh Panca Tunggal, dan berpesan agar tetap memelihara kewaspadaan. Pada waktu itu umur saya 31 tahun, berarti bung A Aidit 27 tahun. Baru pada tgl. 4 Oktober 1965, kami mendapat petunjuk kuat, siapa dibelakang G30S. Jenazah para perwira yang diculik oleh G30S, ditemukan di tempat dimana diselenggarakan latihan bagi sukwan/sukwati Dwikora, yang terdiri dari anggota ormas PKI. Beberapa tahun yang lalu, pernah diadakan diskusi di TV, yang dihadiri oleh antara lain AKBP Sukitman, yang membahas mengenai ada tidaknya penganiayaan terhadap para korban penculikan, di Lubang Buaya. AKBP Sukitman adalah saksi mata, terjadinya penculikan terhadap BJ TNI Panjaitan. Pangkat AKBP Sukitman pada waktu itu masih Tamtama. Saya sempat beberapa kali ketemu dengan almarhum AKBP Sukitman, untuk ber-bincang2 tentang peristiwa G30S. Sosok AKBP Sukitman, dijadikan bahan penulisan Skripsi oleh salah seorang mahasiswa PTIK. Saya punya skripsi tersebut, namun sayang sekarang ketlisut. Semoga diantara pembaca, ada yang kenal dengan mahasiswa PTIK, yang mengangkat sosok AKBP Sukitman sebagai suatu skripsi. Pada waktu AKBP Sukitman punya hajat mantu, saya sempat menghadirinya. Terlepas ada tidaknya penganiayaan di Lubang Buaya, adalah suatu fakta, bahwa jenazah korban penculikan ditemukan didasar sebuah sumur tua. Tetunya para korban penculikan, tidak menyemplungkan diri sediri kedalam sumur tua. Mengenai sumur tua di lubang Buaya ini, ada guyonan sbb : Tiga pe-golf wanita masing2 dari Thailand, Philipina dan Indonesia, saling unjuk keindahan body masing2. Pe-golf dari Thailand sambil menunjukan payu daranya menyatakan : "Ini lho pepaya Bangkok......." Sedangkan pe-golf dari Philipina menunjukkan bagian tertentu dari tubuhnya, dengan menyatakan : "Ini lho rumput Manila...." Semenrata pe-golf dari Indonesia kebingungan apa yang mau dipamerkan. Apa iya akan menyatakan : "Ini lho Lubang Buaya ....." Ia pun keluar dari locker, kemudian melihat seorang penyanyi pria Indonesia yang berbadan hitam. Ia pun menyuruh penyanyi tersebut mengenakan short, tanpa menggunakan cd. Penyanyi tersebut masuk ke locker dan langsung duduk. Seraya menyilangkan paha kanan diatas paha kirinya, penyanyi tersebut menunjuk bagian tubuh yang terletak diantara kedua pahanya, sambil berkata : "Ini lho salak Bali..." Kesimpulan : Dibalik peristiwa G30S adalah PKI. PKI telah melakukan konsolidasi, semenjak kegagalan mereka, melakukan pemberontakan pada peristiwa Madiun. Masalah konsolidasi inilah yang kurang dibahas oleh para pengamat. Pada peristiwa Madiun, adalah kelaskaran yang tergabung dalam "Biro Perjuangan", yang dijadikan inti kekuatan dari para pemberontak di Madiun. Siapa gerangan yang mempelopori pembentukan Biro Perjuangan ? Di pihak manakah yang bersangkutan berada, ketika terjadi peristiwa Madiun ? Untuk lebih jesasnya, silahkan klik : http://sejarahkita.blogspot.co.id/2010/12/biro-perjuangan-dan-tni-bagian.html Sementara sekian dulu. Wassalam, Jacky Mardono. -------------------------------------------------------------------------------- From: A. Alham <a.alham1...@kpnmail.nl> To: Jacky Mardono Tjokrodiredjo <jackymard...@yahoo.com>; alumnas-oot <alumnas-...@yahoogroups.com>; alumnilemhana...@yahoo.com; group-indepen...@googlegroups.com; diskusi-k...@googlegroups.com; wahana-n...@yahoogroups.com; sastra-pembeba...@yahoogroups.com; rumahkitabers...@yahoogroups.com; inti-net@yahoogroups.com Sent: Tuesday, 26 April 2016, 22:07 Subject: Re: Gugatan ditolak, berarti kalah dalam berperkara. Sebetulnya tidak perlu dan juga tidak bermafaat menanggapi serius tuntutan dari sebagian sangat kecil korban 65 pada Pemerintah Jokowi untuk minta maaf pada PKI. Organisasi ini terlalu amat kecil sedangkan korbab 65 yang berada di luarnya mencapai puluhan juta yang tidak berhak mereka wakili suaranya dan keinginan serta maksudnya.Hasyim Muzadi dan juga Goenawan Mohamad benar dalam satu hal: Mengapa Pemerintah Jokowi harus minta maaf bagi kesalahan yang dibuat pemerintah lain yang bukan dibuat oleh Pemerintah yang sekarang. Ini logika umum, logika waras bagi semua golongan dan pandangan dalam masyarakat. IPT 65 yang semula menyatakan bahwa mereka tidak menuntut yang bersifat yustitia pada ahir kesimkpulan sidang mereka tapi sekarang mereka mengajukan sarat pemaafan bersarat pro yustitia. ini plintat plintut, kemarin tempe sekarangn tahu,besok mungkin trasi.Itu menunjukkan sekali lagi IPT 65 tidak serius, oportunistis , menurut arah angin dan pohon condong yang menguntungkan untuk mereka. Perlukah tuntutan dua jenis minoritas eceran yang hanya mewakili diri mereka sendiri, separatis dan sama sekali tidak mewakili semua kaum korban 65 yang puluhan juta itu? sedangkan mereka mungkin tidak sampai mencapai ribuanpun tidak . Ribuan dengan puluhan juta sangat besar bedanya.Jadi untuk apa membesar-besarkan minoritas mutlak dijadikan mayoritas mutlak, suara sunyi dijadikan suara petir menggelegar, yang bukan komunis dijadikan komunis. Kaum korban 65 yang sesungguhnya, yang mayoritas mutlak itu, belum mengumumkan sikap mereka, belum terorganisasi, belum siap untuk satu konfrontasi menentukan dengan para algojo mereka maupun keturunannya. MEREKA SEDNG DIAM. Kapan mereka akan bergerak, tak siapapun yang akan tahu.Dan mereka akan bergerak bersama dan menyatukan perjuangan mereka dengan perjuangan rakyat Indonesia. Mereka mengurus REVOLUSI dan bukan reformasi atau rekonsiliasi. Persetan dengan LPKP 65!, persetan dengan IPT 65!. NGGAK ADA ITU! ASAHAN AIDIT From: Salim Said Sent: Tuesday, April 26, 2016 6:04 AM To: Jacky Mardono Tjokrodiredjo ; Group Diskusi Kita ; alumnas-oot ; alumnilemhana...@yahoo.com ; group-indepen...@googlegroups.com Subject: Re: Gugatan ditolak, berarti kalah dalam berperkara. 2016-04-26 11:00 GMT+07:00 Jacky Mardono Tjokrodiredjo <jackymard...@yahoo.com>: Seorang rekan mengajukan peryanyaan sbb : "Orang2 PKI yang dikelompokkan jadi golongan A,B dan C, sebagian mereka dibuang ke pulau Buru. Mereka sekarang minta pemerintah meminta maaf, ganti rugi. Apakah mereka memiliki landasan hukum, mengingat gugatan perdata kepada pemerintah melalui PN sudah ditolak". Kalau gugatan mereka sudah ditolak oleh PN, berarti mereka sudah kalah dalam berperkara. Namun demikaian, harap dicermati apa yang diuraikan dibawah ini oleh bpk Hasyim Muzadi. Bpk Hasyim Muzadi adalah anggota Wantimpres. Demikian untuk menjadikan maklum. Wassalam, Jacky Mardono. Selasa, 19 April 2016 - 21:11 wib Hasyim Muzadi Tolak Permintaan Korban 65 JAKARTA - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi menegaskan dirinya tidak ikut, apalagi menyetujui apa yang terjadi dan menjadi arah simposium korban 65 untuk mendesak Presiden Joko Widodo agar atas nama negara meminta maaf kepada korban 1965."Desakan tersebut pasti membebani Presiden, baik secara politik, keamanan maupun ekonomi, bahkan bisa terjadi kegoncangan," kata Hasyim, Selasa (19/4/2016).Mantan Ketua Umum PBNU ini menyebutkan, sejak kampanye Presiden, dia pernah menyampaikan kepada Jokowi di Solo bahwa untuk membangun Indonesia baru bisa dirasakan kalau masa jabatannya 10 tahun."Oleh karenanya, saya bersedia secara tulus mengantar umrah ke Makkah waktu minggu tenang. Saat ini nama pemerintah mulai naik, bahkan ekonomi sedikit membaik. Jadi sangat tidak layak untuk direcoki," tuturnya.Pengasuh Pesantren Al-Hikam ini menjelaskan, kalau yang dimaksud adalah negara yang meminta maaf kepada korban 65, tentu salah alamat karena negara tidak pernah salah apa-apa."Yang bisa salah adalah rezim sebuah pemerintahan dalam masa pemerintahannya. Mengapa kejadian zaman pemerintahan Pak Harto harus Pak Jokowi yang meminta maaf?" katanya mempertanyakan.Hasyim menambahkan bahwa negara bersifat permanen, sedangkan rezim bersifat temporer. Negara Indonesia sampai hari ini sudah berganti tujuh rezim pemerintahan."Kalau dikembalikan ke zaman Pak Harto, sekarang ini sudah banyak yang wafat, juga demikian korban 65, lalu siapa meminta maaf siapa?" kata Hasyim melanjutkan.Sekjen International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ini mengatakan, tuntutan permintaan maaf ini hanya dilakukan melalui pendekatan HAM saja, sedangkan korban 65 langsung atau tidak langsung berkaitan dengan peristiwa G30S/PKI."Kenapa tidak dilakukan secara seimbang antara HAM dan pemberontakan? Kalau seimbang baru diketahui pelanggaran HAM sebagai ekses," ucap Hasyim.Ia menjelaskan, bahwa HAM yang masuk di Indonesia sekarang secara konstitusional berdasarkan UUD 45 (pasca amandemen) tercantum tidak boleh melanggar Pancasila, melanggar agama, serta etika lokal."Namun, dalam pelaksanaannya masih berdasarkan tahun 48 yang lahir di negara Eropa Barat yang sekuler dan bebas nilai sehingga di Indonesia sering membentur tata nilai ke-Indonesia-an, karena HAM tersebut belum di Pancasila-kan. Pada akhirnya, Komnas HAM kita masih kalah dengan LSM HAM yang dipandu dan dibiayai gerakan HAM internasional tersebut," jelasnya.Selain itu, tambah dia, sebagaimana pemberontakan PKI tahun 1948, PKI setelah itu dengan mulusnya mengikuti Pemilu 1955, hal ini menunjukkan kemampuan luar biasa dalam membalikkan opini publik."Nanti kita lihat apakah dan bagaimana reaksi ormas-ormas termasuk ormas Islam? Karena ormas kecil hingga yang besar tentu telah kerasukan paham Neokom sebagai bagian kondisioning,"pungkasnya. http://news.okezone.com/read/2016/04/19/337/1367260/hasyim-muzadi-tolak-permintaan-korban-65 (fmi) -- You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Grup Independen" group. To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to group-independen+unsubscr...@googlegroups.com. To post to this group, send email to group-indepen...@googlegroups.com. To view this discussion on the web visit https://groups.google.com/d/msgid/group-independen/CAJKLYGbpUkHDtGZCgFgR-iePdcytd6sxWhDorQXet7eR4NqQJQ%40mail.gmail.com. For more options, visit https://groups.google.com/d/optout.