Dulu dijajah Belanda dan Jepang.
Para pejuang yakin bisa merdeka, puluhan tahun mereka
berjuang.
Ratusan tahun kemudian kita merdeka.
Yakin bisa merdeka, walau dengan perjuangan yang
pas-pasan.
Sekarang kita dibelunggu oleh sistem yang membuat kita
sakit dan mati.
Perlukah pejuang lagi ?
Pejuang yang mana ?
Pejuang yang dahulu telah sukses ?
Para pejuang masa kini ?
Yakinkah para pejuang itu bisa membebaskan diri dari
sistem yang membuat kita sakit dan mati ?
Beribadahlah kepada Robb kamu sampai datang keyakinan.
Betapa banyak hal-hal yang harus dihadapi dengan
keyakinan.
Orang yang yakin harus mempunyai progres.
Keyakinan tak bisa sendiri-sendiri.
Keyakinan harus bersama-sama.
Bersama-sama harus diwujudkan.
Apa wujudnya?
Baitulloh adalah matsabatan lin-naas (tempat berkumpul dan
bersosial-politik).
Para haji harus bisa membangun replika Baitulloh di
tempatnya masing-masing.
Membebaskan diri dari belenggu asing adalah fardhu ain.
Lemparlah semua kekuatan asing yang membelenggu.
Seperti ketika melempar jumroh.
Wassalamu'alaikum
R.Budiman
On Sun, 18 Dec 2005 17:47:20 -0800 (PST)
A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Kelaparan di Yahukimo tak lepas dari ulah kapitalis
Yahudi yang menguasai perekonomian AS. Dengan sistem
Neoliberalisme yang diajarkan di universitas2 mereka
serta gerakan Globalisasi yang mereka paksakan ke
seluruh dunia, akhirnya kekayaan alam negara2 seluruh
dunia jatuh ke segelintir Multi National Company yang
mayoritas dimiliki mereka. Sementara mayoritas
penduduk dunia hidup dalam kemiskinan karena tidak
punya akses untuk mengelola kekayaan alam tersebut.
Sebagai contoh, lebih dari separuh Papua dikuasai oleh
Freeport (di mana Kissinger pernah jadi komisarisnya).
Mereka hanya mengaku menambang tembaga dan membayar
pajak tembaga saja. Padahal untuk sekian kg tembaga
pasti ada emas, perak, dsb. Penduduk Papua hanya bisa
mencari emas dari sisa limbah lumpur Freeport. Mengais
sisa2.
Pelayanan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan pun
dipaksa dikomersialkan lewat program privatisasi.
Banyak rakyat miskin yang tak bisa menikmati
pendidikan karenanya. Bahkan air pun yang merupakan
kebutuhan utama makhluk hidup ingin dikomersialiasi
oleh segelintir MNC sehingga rakyat akhirnya terpaksa
beli air lewat MNC tsb.
Kenaikan harga BBM hingga lebih dari 100% sebenarnya
hanya menguntungkan segelintir pengusaha minyak
seperti Shell, Chevron, dsb meski ratusan juta rakyat
Indonesia harus menderita karenanya.
Saya sering membaca kata Dajjal di mana semua orang
dipaksa mengikutinya. Yang kita kira air ternyata api,
demikian pula sebaliknya. Sebagian tokoh bilang TINA
(There is no alternative). Hanya sistem ekonomi
Yahudi/Neoliberalis itulah yang dapat dipakai untuk
memakmurkan manusia. Padahal justru itu hanya membuat
segelintir pemilik MNC jadi superkaya sementara yang
lainnya justru menderita kelaparan hingga mati seperti
di Yahukimo atau busung lapar di berbagai tempat di
Indonesia dan negara2 lainnya.
--- bayugautama <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Menangislah untuk Yahukimo
Tatapan matanya begitu tajam, sepasang anak dan ibu
itu terus
membuntuti saya lewat tatapannya. Semakin menjauh
saya semakin
memicing matanya, seolah tak ingin melepaskan saya
yang semakin jauh.
Beberapa kali saya menengok ke belakang, masih saja
dua pasang mata
itu menatap, semakin tajam terasa bahkan. Tapi, jauh
di dalam
ketajaman matanya itu teramat jelas sejarah panjang
tanah tempat
tinggalnya yang teramat jauh dari peradaban. Sebuah
kampung yang
berada di lembah, dengan pegunungan di
sekelilingnya. Hanya sebuah
pesawat kecil yang mampu menjangkau tempat
tinggalnya.
Yahukimo, baru-baru ini namanya terdengar. Sebagian
orang masih
terpeleset lidahnya karena terbiasa menyebut
Yohokama, salah satu
kota di Jepang. Tapi Yahukimo bukan di Jepang, ia
berada di
Indonesia, tepatnya di Papua. Lebih tepat lagi,
berada di daerah
Jawawijaya. Kabupaten Yahukimo adalah pemekaran dari
Kabupaten
Jayawijaya. Selain Yahukimo, dua kabupaten lainnya
adalah Tolikara
dan Pegunungan Bintang. Namun, di banding tiga
kabupaten lainnya,
Yahukimo lah yang bernasib paling buruk. Dan
baru-baru ini, orang
Indonesia di berbagai kota baru sadar, ada satu
daerah di Papua yang
bernama Yahukimo.
Yahukimo mendadak terkenal bukan karena di tanah itu
terdapat
kandungan emas, seperti halnya Timika. Bukan juga
karena di daerah
itu tempat kelahiran seorang artis ternama ibukota.
Tak ada tambang
emas di Yahukimo, pun tak ada artis yang dilahirkan
di salah satu
dari 34 Distrik yang ada di Kabupaten Yahukimo.
Justru, kabar yang
membuat Yahukimo begitu terkenal baru-baru ini
adalah sebuah kabar
memilukan, puluhan orang diduga mati kelaparan.
Miris mendengarnya. Tentu saja. Karena Yahukimo
bukan di Ethiopia,
bukan pula di negara lain yang menjadi langganan
bencana kelaparan.
Tapi Yahukimo masih berbendera Indonesia dan
berbahasa yang sama
dengan orang Jakarta. Suku-suku di Papua memang
berbeda bahasa, namun
justru yang menyatukan mereka adalah bahasa
Indonesia. Bahasa negara
yang menjadi tumpuan mereka, agar nasib mereka
setidaknya tak jauh
berbeda dengan orang-orang di Jakarta.
Saya dan Eko Yudho, Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT)
yang langsung
dikirim begitu kabar pilu itu menyeruak, tak kuasa
menahan tangis
tatkala melihat langsung kondisi masyarakat Distrik
Holuwon, salah
satu distrik di Kabupaten Yahukimo. Siburuh, begitu
sebutan mereka
untuk umbi-umbian yang menjadi makanan utama
masyarakat Yahukimo. Tak
ada lagi siburuh untuk dimakan, adalah hujan lebat
yang terus menerus
mengguyur tanah mereka sejak Mei 2005, menyebabkan
warga gagal panen.
Siburuh yang mereka tanam, tumbuh tanpa isi dan
lembek. Akibatnya,
tak satu pun yang bisa dimakan. Alternatif makanan
mereka saat ini
adalah buah merah, yang bagi sebagian orang Jakarta
dijadikan obat
yang lumayan mahal harganya.
Menurut catatan Kepala Pos Distrik Holuwon, Bernard
Yahole, 25 orang
sudah meninggal akibat kelaparan di Distriknya.
Distrik Holuwon
dihuni oleh 8975 penduduk yang tersebar di 15
Kampung. Mereka yang
meninggal terdiri dari anak-anak dan orang dewasa.
Meski Bernard
secara tegas bahwa 25 warganya memang meninggal
akibat kelaparan.
Mungkin tidak serta merta seluruhnya meninggal
akibat kelaparan, bisa
jadi sebagian mereka meninggal karena sakit. Bernard
pun menjelaskan,
bahwa di distriknya bukan hanya bencana kelaparan
yang tengah
terjadi, ditambah wabah penyakit. Selain Malaria
yang sudah menjadi
endemi di Papua, diare, penyakit pernafasan dan juga
penyakit yang
disebabkan oleh bakteri amoeba pun menyerang warga
Holuwon. Sangat
mungkin, mereka yang awalnya kelaparan, sangat mudah
terserang
penyakit lantaran daya tahan tubuh mereka melemah.
Kemudian, ajal pun
siap menjemput.
Tragis memang. Puluhan orang harus mati kelaparan.
Mereka meninggal
sebagai warga negara Indonesia. Sementara para
pejabat Kabupaten
Yahukimo, justru lebih banyak berada di kota, bahkan
lebih sering ke
Jakarta. Wajarlah, bila orang yang kelaparan hingga
mati di
wilayahnya tak pernah terdeteksi. Dan terperanjatlah
mereka setelah
tahu ada warganya yang mati. Mati kelaparan.
Menangiskah kita untuk Yahukimo? Atau berita
kelaparan Yahukimo
sekadar menjadi berita hangat peneman teh panas di
pagi hari kita,
tanpa ada tangan terhulur untuk mereka. Ah,
jangan-jangan kita begitu
mudah berujar, "Itu sudah menjadi tugas pemerintah".
Saya benar-benar masih terus terbayang wajah
sepasang anak dan ibu
itu. Tatapan matanya tajam, tapi kosong. Sekosong
perut mereka
pastinya.
Bayu Gawtama
Tertarik masalah Ekonomi? Mari bergabung ke milis
Ekonomi Nasional
Kirim email ke:
[EMAIL PROTECTED]
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection
around
http://mail.yahoo.com
_______________________________________________
is-lam mailing list
is-lam@milis.isnet.org
http://milis.isnet.org/cgi-bin/mailman/listinfo/is-lam
========================================================================================
Ikuti Lomba Foto Wisata 2005, kirimkan foto-foto terbaik Anda. Pengiriman mulai
1 November s.d 31 Desember 2005. Keterangan lengkap ada di
http://lombafoto.telkomnetinstan.com/ dan dapatkan hadiah jutaan rupiah!!
(khusus Jawa Timur)
========================================================================================
_______________________________________________
is-lam mailing list
is-lam@milis.isnet.org
http://milis.isnet.org/cgi-bin/mailman/listinfo/is-lam