Menggagas Fikih Iklan [image: Cetak halaman
ini]<http://hidayatullah.com/index2.php?option=com_content&task=view&id=4419&pop=1&page=0&Itemid=60>
[image:
Kirim halaman ini melalui
E-mail]<http://hidayatullah.com/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=4419&itemid=60>
 Rabu,
21 Maret 2007

*Yang namanya iklan, selalu menjanjikan dan berpotensian melakukan
kebohongan publik. Bisakah membuat iklan yang sesuai dengan prinsip Islam
dan syariah?*

Oleh

*Ahmad Najib Afandi dan Nasrulloh Afandi *
*





Seorang wanita sedang berjoged, berpakaian minim, dan dengan dada separoh
terbuka, bernyanyi. begini, ".............sedotannya kuat! Semburan cepat!."
Itulah salah satu iklan sebuah produk pompa air merk ternama.

Apakah ada hubungan antara kemampuan air, dengan dada si wanita, atau
tubuhnya? Jelas tak ada sama sakali. Beginilah cara iklan di TV atau di
media massa kita.

Akhir-akhir ini setiap nafas kehidupan manusia mulai bayi baru lahir sampai
orang yang meninggal pun tidak pernah lepas dari sasaran iklan 'yang
menjanjikan'.



Alhasil, di era globalisasi dan multi informasi ini iklan telah merambah ke
setiap lorong waktu, gerak nadi dan sisi kehidupan semua lapisan manusia.
Iklan dengan berbagai visi dan misinya disampaikannya kepada masyarakat
kelas bawah hingga kelas atas dengan meyakinkan, mulai dari tukang obat
maupun pengumbar syahwat hingga calon pejabat mereka tidak segan-segan dan
malu-malu berjanji, berorasi dan membeli dengan harga mahal jam tayang
televisi dan radio maupun halaman koran dan majalah untuk menyampikan
maksudnya.



Tak mau ketinggalan, dunia pendidikan (tak terkecuali pesantren) pun mulai
bangkit dari 'ketertinggalannya' dari para penjual jamu dan obat kuat.
Menebar brosur, spanduk dan berbagai publikasi lainnya tentang lembaga
pendidikan yang dikelolanya, di banyak media cetak dan eloktronik. Sebagian
iklan memang sungguh-sunggu memberikan informasi yang benar. Namun sebagian
termasuk pembohongan publik (*al-kadzib*) sekaligus menyesatkan ummat.

Bagaimana pandangan fikih atas kondisi iklan, brosur, spanduk dan sejenisnya
yang menyampaikan pesan dan janji kepada publik tapi tidak sesuai dengan
kenyataan?



Defenisi dan Kode Etik Iklan

Kata iklan *(advertising*) berasal dari bahasa Yunani. . Adapun pengertian
iklan secara komprehensif adalah, "Semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan
dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar
oleh sponsor tertentu". Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi
nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang
dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan
merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau
menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak
pembuat iklan.



Karena itulah semestinya para ahli periklanan sepakat untuk membuat dan
menetapkan batasan dan etika beriklan agar tidak merugikan
konsumen(masyarakat) hal itu dimaksudkan disamping untuk menjaga etika
beriklan juga menjaga stabilitas masyarakat agar tidak rusak akibat dampak
iklan yang berlebihan. Karena bagaimanapun, kampanye dan promosi gagasan
atau individu pada Pemilu, Pilkada, Pendidikan adalah juga kegiatan
periklanan, sehingga ia sudah seharusnya 'tunduk' pula kepada etika
periklanan.



Salah satu yang perlu diingat bahwa satu landasan utama dalam
penyelenggaraan periklanan adalah kenyataan sekaligus kemampuannya untuk
mengidentifikasi produk-produk yang sah atau resmi, dan sudah tersedia
(terbukti) di pasar atau di tengah masyarakat. Memayungi semua jenis
periklanan baik politik maupun Pendidikan dalam naungan 'kode etik'
periklanan umum akan membuat gagasan kebijakan publik atau ketokohan
seseorang dan nama baik lembaga (perusahaan) menjadi benar-benar memiliki
legitimasi sebagai produk-produk yang layak dipasarkan.

Hal itu berdasarkan fakta bahwa tidak semua produk yang beriklan dapat
mencapai sukses seperti yang diharapkannya. Kampanye periklanan yang keliru
justru kian menghancurkan produk tersebut. Ini berarti ada risiko yang harus
juga selalu diperhitungkan oleh pengiklan, periklanan
produk/Pemilu/Pilkada/pendidikan. Sehingga mereka dapat lebih jujur dan
berhati-hati dalam mengemukakan janji-janjinya. Karena janji-janji pada
pesan periklanan Produk/Pemilu/Pilkada/Pendidikan, di kemudian hari, akan
dijadikan rujukan oleh masyarakat dalam menilai kinerja pihak yang
berkepentingan tersebut.



Itulah pengertian bentuk, kode etik iklan yang kita sepakati karena semua
itu sesuai dengan semangat syariah Islamiyah (fikih) yang menjunjung maqasid
dan maslahat umum daripada teks.



Pembohongan dan Pembodohan?

Besdasarkan data dan fakta di lapangan, hampir setiap detik nafas dan sisi
hidup kita tidak sepi dari sasaran iklan mulai dari soal pendidikan,
pekerjaan, jodoh, ekonomi dan terutamanya kesehatan dan politik. Kalau kita
kalkulasikan secara ekonomis sangtlah besar nilai modal dan penghasilan yang
didapat oleh perusahaan iklan. Dan 'akal bodoh' kita akan memahami betapa
indahnya hidup ini begitu ada persoalan kesehatan kita bisa langsung
'sembuh' dalam waktu beberapa detik dengan hanya minum obat merek tertentu,
begitu juga dengan persoalan ekonomi, pendidikan dan karir sampai jodohpun
bisa teratasi dengan instant seperti yang kita lihat dalam tanyangan iklan.



Iklan jelas penting dan visualisasi yang semakin hebat dalam beriklan juga
harus, karena itu politik ekonomi yang harus dibangun dalam mengembangkan
hasil produksi. Tapi tidak harus berlebihan dari fakta dan data apalagi
masuk kepada pembohongan publik yang bisa menyesatkan dan berakibat buruk.
Karena itu ada beberapa iklan paling mencolok dan berpengaruh secara
langsung terhadap pola pikir dan budaya masyarakat, yang menjadi sorotan
adalah:



*Pertama, *Iklan komersial yang kita temukan kapan dan di mana saja mulai
dari obat sakit perut karena buncit, obat kuat sampai cara cantik dalam
sekejap. Kalau kita jujur iklan seperti itu jelas keluar dari ketentuan dan
etika iklan yang kita sepakati di atas. Bahkan termasuk 'kriminalitas'
berupa pemalsuan dan pembohongan produksi yang tidak memiliki kualitas dan
bukti nilai produksi yang diakui masyarakat. Karena sebaliknya banyak iklan
komersial kesehatan justru memperburuk kesehatan konsumen dan ini umumnya
terjadi dengan obat-obatan, makanan dan kosmetik 'murahan' yang mengiklankan
diri secara membabi-buta dengan cara-cara explotais. Sehingga dapat
menghipnotis pemirsa (masyarakat).



*Kedua, *Iklan politik yang selama ini kita lihat merupakan perbuatan
"haram" karena hampir semuanya merupkan kebohongan publik. Karena umumnya
pengiklan politik mau berbuat apa saja untuk mencapai tujuan dan ambisinya,
karena semuanya hampir tidak disertai fakta dan bukti rasional yang akan
diberikan kepada publik. Kebohongan iklan politik banyak dilihat dari
berbagai faktor dan sudut pandang mulai dari etika, pemalsuan status
akademik dan sosial, keperibadian, niat dan janji-janji kosong kepada
masyarakat. Contoh lain yang sering terjadi adalah penyuapan, dan pengerahan
masa semuanya itu jelas merupakan tindakan "kriminalitas" dan pendustaan
yang sangat mempengaruhi pola pikir dan nuansa hidup masyarakat.



*Ketiga, *Iklan pendidikan yang menjamur dan bertebaran ke plosok-plosok
kampung mulai dari sekolah yang "elit" sampai yang "pailit" dan tidak
ketinggalan Pondok Pesantren juga ikut-ikutan membuat iklan untuk meramaikan
persaingan dunia pendidikan. Jenis ketiga ini juga tidak lepas dari
kebohongan publik karena banyak brosur dan iklan pendidikan
(sekolah/pesantren) begitu menjanjikan dan menarik, ekseklusif dengan
program-program 'imajinernya'? Tapi semua itu ternyata banyak dibuat oleh
lembaga Pendidikan yang sebenarnya sedang 'sekarat' karena tidak ada dana
oprasional, tapi tetap berusaha menjaring pemasukan dana dari
siswa/mahasiswa baru. Sehingga terjadilah 'penumpukan dosa' yaitu kebohongan
publik dan pembodohan masyarakat. Dalam hal ini banyak kita temukan jargon,
visi dan misi lembaga pendidikan yang menarik, bagus, 'menggigit telinga'
tapi ternyata dibuat hanya untuk menghadapi persaingan dunia pendidikan dan
dibuat oleh lembaga yang tertinggal jauh.



Iklan apapun jenis dan bentuknya, selama mendidik dan tidak bertentangan
dengan etika periklanan dan tidak melawan budaya lokal apalagi norma Agama,
sangat dibutuhkan dan penting. Tapi kenyataannya etika periklanan dewasa ini
tidak lagi berlaku, sehingga banyak menimbulkan efek negatif dalam skala
besar yang mengkhawatirkan.



Efek Samping

Dari data dan fakta di atas sampailah kita pada puncak penelitian,
konsekuensi negatif iklan yang selama ini 'menghiasai' gerak nadi kehidupan
masyarakat. Dan ternyata luar biasa sisi negatif yang diakibatkan oleh iklan
sampai bisa menjadikan pemirsa iklan menjadi "murtad" bahkan pembunuh atau
pencuri? Ada beberap sisi negatif yang ditimbulkan oleh tanyangan iklan yang
berlebihan.



*Konteks aqidah*. Seperti kita ketahui bahwa pakar periklanan Indonesia
adalah murid kesayangan pakar periklanan Barat atau Erofa sehingga tidak
heran banyak poin-poin etika periklanan tidak memotret kehidupan dan budaya
Indonesia akan dampak negatifnya. Karena itulah banyak kita temukan
tanyangan iklan yang secara tidak langsung menjadi media pendangkalan aqidah
dan Islam anak-anak kita. Karena hampir semua iklan mutu produk makanan dan
benda mati lainnya diilustrasikan dengan keindahan tubuh telanjang wanita
cantik dan istilah-istilah yang berbau pornografi.



*Konteks ahlak*. Secara langsung banyak tanyangan iklan yang
*madlorotnya *(sisi
negatifnya) lebih besar ketimbang maslahatnya. Contoh paling gampang adalah
iklan rokok yang bombastis di setiap sudut kehidupan anak muda, resikonya
banyak anak di bawah umur sudah menjadi perokok berat. Dan masih banyak
iklan produk yang sasarannya anak muda dan telah berhasil membentuk karakter
dan prilaku tunas muda Indonesia 'modern' yang tidak memiliki jati diri dan
sepi dari nilai-nilai *ahlakulkarimah.*



Dan hal ini sudah banyak kita temukan bukti seorang anak bisa menjadi
pembunuh atau pencuri hanya karena melihat tanyangan iklan/film yang
membangkitkan amarah dan mendorong anak untuk berbuat nekat. Karena iklan
sekarang bukan hanya di TV dan tepi jalan saja, tapi telah masuk ke sekolah
dan kamar rumah. Sungguh bahaya!



*Konteks sosial*. Secara langsung banyak iklan yang sebenarnya dapat membuat
tatanan sosial menjadi bias dan rusak, seperti orang menjadi malas
memperbaiki hidupannya dengan bekerja karena terbuai iklan. Karena hampir
semua sisi kehidupannya merasa sudah "terselesaikan" dengan konsep iklan
yang begitu mudah dan ramah bukan? Mulai dari persoalan yang ringan sampai
yang berat sekalipun dapat diselesaikan setelah kita melihat iklan dalam
waktu sekejap. Sehingga banyak orang meganggap ringan dan mudah semua
persoalan hidupnya, malas berusaha dan bekerja.



*Konteks religuitas*. Agama-pun bisa menjadi mangsa iklan. Berapa banyak
orang meninggalkan kewajibannya sebagai Muslim hanya karena tertarik melihat
iklan yang menurutnya sangat menguntungkan dan menjanjikan perbaikan hidup
dan Negara? Bahkan lebih tragisnya banyak orang meninggalkan Sholat hanya
karena mencari iklan lowongan kerja yang belum tentu dapat atau cocok dan
karena menanti atau menonton tayangan sepak bola dengan iklannya yang luar
biasa?



*Konteks ekonomi.* Masalah ekonomi jelas sebagai modal pokok dalam beriklan.
Seseorang jelas tidak akan bisa mengiklankan pemikiran, ide, gagasan dan
programnya kalau tidak memiliki kekuatan untuk membayar media yang
mempublikasikannya. Sehingga hal ini sering menjadi perhitungan Cabup,
Cagub, Caleg, Capres dan lainnya setelah memenangi pemilihan. Bahkan
jauh-jauh sebelumnya telah mampu mendorong mereka melakukan tindakan 'kotor'
untuk mendapatkan modal beriklan.

Iklan yang tidak realistis dari dua sisi sama-sama memberikan dampak negatif
karena dapat mendorong pengiklan dan pemirsa untuk berbuat sesuatu tindakan
yang kadang menghancurkan kehidupannya sendiri. Bisa jadi seseorang
melakukan korupsi, hutang berbunga dan manipulasi dana dan lain sebagainya
karena terpengaruh iklan.



Begitu Hebatkah Iklan?

Sebenarnya iklan tidak begitu gawat kalau pelakunya memahami kembali
eksistensi dan tujuan iklan seperti yang dijelaskan di atas. Bahwa iklan
adalah media informasi yang tidak bisa ditambah dengan maksud dan tujuan
ideologis dan doktrin tertentu. Tapi karena pelakunya berangkat dan datang
dari kelompok tertentu dan telah terjerumus kepada persaingan ekonomi/iklan
yang semakin menjanjikan, menjadikan banyak orang lupa hakekat makna dan
tujuan iklan, apapun akan dilakukan yang penting uang.



Jika demikian, maka semua itu termasuk sesuatu yang haram. Karena setiap
sesuatu yang asalnya halal bisa menjadi haram jika dapat merugikan orang
lain(madlorot), termasuk iklan. Apalagi iklan yang mengumbar aurat wanita
dan pose-pose merangsang lainnya. Atau kita perbaiki sistim periklanan,
pertegas hukum dan etika periklanan dan mengawasi dana beriklan?



Kalau iklan adalah media untuk menginformasikan sesuatu yang bermutu dan
penting kepada masyarakat, maka sesungguhnya yang terjadi sekarang adalah
memasarkan sesuatu yang tidak bermutu dan valid. Maka, anggaplah iklan
sebagai berita yang biasa saja. Tapi ambilah iklan yang bermutu dan valid
karena itu penting. Dan bagi Pesantren tidak perlu menambah "dosa" dengan
membuat iklan yang terlalu "bonafid" tapi cukup dengan pembuktian diri di
masyarakat sebagai lembaga pendidikan dan dakwah dalam mencetak ulama,*fuqaha
*yang *allamah *dan beramal *shaleh*(a'milin).



Akhirnya, yang paling kita butuhkan sekarang adalah aturan yang kuat tentang
hukum, etika dan sektor iklan tertentu. Jangan sampai anak SD (Sekolah
Dasar) diberi iklan kondom atau minuman keras!





**Kedua penulis alumnus pondok pesantren swasta Lirboyo Kediri, kini sedang
*

Kirim email ke