Nulis jagan panjang amat pak , ntar jari tangan nya sakit, nanti miggu pagi
cari 3 single nggak kuat lagi..he....he...he....

al


On 8/20/07, M.K. Roziqin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   *Optimisme Indonesia*
>
> * *
>
> *Oleh M.K. Roziqin*
>
> *DN 11A*
>
>
>
>
>
> Ini sekedar refleksi pribadi melihat Indonesia ke depan. Dalam skala
> tertentu, refleksi ini disulut semangat kebersamaan dan nasionalisme yang
> telah dikobarkan oleh Panitia Porsenipar BDB II. Semangat yang patut
> diapresiasi oleh siapapun warga BDB II atas kerja keras, ketekunan dan
> dedikasi panitia porsenipar dan Pengurus RW. Bahkan rela mengorbankan
> kepentingan pribadi dan keluarga demi suksesnya penyelenggaraan even demi
> even. Bagi saya, semangat ini patut diteladani dan mendapat tempat yang
> tinggi di tengah kehidupan perkotaan yang semakin individual dan menjauh
> dari semangat nenek moyang kita "gotong royong". Semangat tersebut, yang
> terlihat juga bergemuruh di hampir seluruh wilayah Indonesia dalam
> peringatan 17 Agustusan semakin meyakinkan saya bahwa Indonesia telah
> menapak ke arah yang diimpikan *founding fathers*. Berita ke arah sana
> yang saya baca beberapa waktu lalu nampaknya bermuara pada titik yang sama:
> *sebuah Indonesia yang bersemangat, optimis dan berperan positif bagi
> dunia.*
>
>
>
> Sebuah tulisan oleh Cyrillus Harinowo yang dimuat harian Kompas 01 Agustus
> 2007, mengulas tentang prediksi Indonesia 2050, membuat saya merasa
> tergetar, sedikit ragu dan seperti ada nuansa senang dan optimis di dada.
> Getaran kereta menuju kantor pagi itu terasa makin kencang dan membuat
> perasaan saya bergejolak. Saya baru tahu, dua lembaga yang cukup prestisius
> Price Waterhouse Cooper (PWc) dan Goldman Sach memprediksi pada tahun 2050
> perekonomian Indonesia *akan mengalahkan* sebagian besar *negara maju*saat 
> ini seperti Jepang, Inggris, Jerman, Perancis, Korea, Kanada, dan
> Italia. Prediksi ini menjadi semakin menarik di tengah berbagai masalah dan
> cobaan yang terus mendera negara tercinta ini. Bencana yang tiada henti,
> pengangguran, kemiskinan, pendidikan rendah, KKN, birokrasi yang masih
> tradisionil, konflik daerah, transportasi yang amburadul seperti telah
> menghapus optimisme dari wajah bangsa ini. Tulisan Cyril itu membangkitkan
> semangat yang sudah lama redup, terlihat khas optimisme manajer
> berpengalaman. (Kalau tidak salah Cyril pernah menjadi Direktur BEJ dan saat
> ini menjadi CFO Medco).
>
>
>
> Bayangan optimisme dan penasaran itu terus mempengaruhi pikiran saya dalam
> minggu-minggu berikutnya. Di tengah menonton lomba karaoke malam itu pun,
> pikiran saya tetap terbayang Indonesia 2050. Sebenarnya saya segera ingin
> membuat sebuah tulisan tentang optimisme itu, tapi terhalang berbagai hal
> yang menyita pikiran dan waktu. Di sela-sela rutinitas kantor, saya mencari
> informasi mengenai dasar dan logika yang digunakan untuk membuat prediksi
> yang menurut saya bombastis. Alhasil, saya mendapat Paper Goldman Sach yang
> berjudul: *The N-11: More Than An Acronym* (March 28, 2007). Paper 24
> halaman ini pada intinya mengulas dasar-dasar perhitungan yang menjadi basis
> prediksi tersebut. Membaca ulasannya, saya merasa ini ulasan yang rasional,
> fair, dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis dan cukup masuk akal.
>
>
>
> Dasar perhitungannya adalah perbandingan Gross Domestic Product (GDP)
> berbagai negara untuk memprediksi posisi perekonomian negara tersebut.
> Kesimpulannya, pada *tahun 2050*, perekonomian Indonesia berada pada *urutan
> ke tujuh di Dunia*. Berikut ini urutan 10 besarnya:
>
> 1. China ($70.710 m)
>
> 2. Amerika Serikat ($38.514 m)
>
> 3. India ($37.668 m)
>
> 4. Brazil ($11.366 m)
>
> 5. Meksiko ($9.340 m)
>
> 6. Rusia ($8.580 m)
>
> *7. Indonesia ($7.010 m)*
>
> 8. Jepang ($6.677 m)
>
> 9. Inggris ($5.133 m)
>
> 10. Jerman ($5.024 m)
>
>
>
> Sebelumnya pada tahun 2030,  perekonomian Indonesia diprediksi berada pada
> *urutan ke 14 di Dunia dengan *urutan 15 besarnya sebagai berikut:
>
> 1. China ($25.610 m)
>
> 2. Amerika Serikat ($22.817 m)
>
> 3. India ($37.668 m)
>
> 4. Jepang ($5.814 m)
>
> 5. Rusia ($4.265 m)
>
> 6. Jerman ($3.761 m)
>
> 7. Brazil ($3.720 m)
>
> 8. Inggris ($3.595 m)
>
> 9. Perancis ($3.306 m)
>
> 10. Meksiko ($3.068 m)
>
> 11. Italia ($2.950 m)
>
> 12. Korea Selatan ($2.241 m)
>
> 13. Kanada ($2.061 m)
>
> *14. Indonesia ($1.479 m)*
>
> 15. Turki ($1.279 m)
>
>
>
> Saya sedikit surprise di sini tidak ada Singapura, Malaysia, Thailand
> maupun beberapa negara Eropa seperti Belanda, Spanyol, Portugis, Belgia dll.
> Artinya, Indonesia semakin masuk ke radar para analis dan pengambil
> keputusan di berbagai belahan dunia dan memiliki prospek yang semakin
> menarik.
>
>
>
> Apakah Indonesia saat ini menuju ke arah sana dan *track* yang dilalui telah
> sesuai dengan prediksi paper tersebut? Cyril menjawab pertanyaan itu
> dengan cukup lugas. Kondisi riil perekonomian Indonesia tahun 2006 telah
> melewati prediksi paper tersebut. Pada tahun 2006, Indonesia diprediksi
> memiliki GDP $350 miliar, kenyataannya GDP kita pada tahun 2006 telah
> mencapai $366 miliar ($16 miliar lebih besar). Artinya Indonesia bukan hanya
> *on the track* tapi jauh lebih bagus. Dengan kondisi ini, tampaknya posisi
> 7 besar dunia bisa diperoleh sebelum 2050, mungkin 2040 atau 2045. Sekalipun
> demikian, prediksi tersebut tetap harus dibaca secara lebih komprehensif,
> karena GDP sekalipun merupakan variable fundamental dalam semua perhitungan
> ekonomi suatu negara tetap harus di-breakdown dengan variable lain untuk
> mendapatkan kesimpulan yang memadai, seperti indikator GDP per capital
> misalnya.
>
>
>
> Meskipun demikian, variable dan indikator tersebut tetap tidak dapat
> mematikan optimisme yang bisa diambil dari data tersebut. Kemudian, apa
> maknanya bagi bangsa Indonesia? Paper tetaplah paper yang maknanya
> tergantung sang pembaca. Namun apabila suatu prediksi didasarkan atas
> perhitungan akademis dan rasional, dilakukan oleh lembaga yang kredibel maka
> pembaca pada umumnya akan mempertimbangkan paper tersebut. Ini mirip ketika
> John Naisbith dalam Megatrends 2000 memprediksi peran Cina di milenium 21,
> tidak semua orang percaya, namun seiring bergulirnya waktu, beberapa bagian
> bukunya terbukti benar.
>
>
>
> Apapun itu, bagi saya pribadi, paper itu memberi makna yang dalam,
> setidak-tidaknya membangkitkan optimisme sebagai anak bangsa. Toh hampir
> semua bangsa harus berjuang mengalahkan masalah-masalah internal bangsanya
> sebelum akhirnya tampil sebagai pemenang. Menurut hitungan saya, dalam
> perjalanan berbangsa, Indonesia masih lebih untung daripada Jerman yang
> telah melahirkan Hitler dengan korban jutaan nyawa, Amerika Serikat yang
> mengorbankan nyawa beberapa politisinya seperti J. F. Kennedy untuk menjadi
> negara demokrasi, Rusia yang melahirkan Stalin dengan korban 20 juta nyawa
> warganya, Jepang yang harus mengorbankan Hiroshima dan Nagasaki demi menjadi
> imperium di Dunia Timur, India yang masih sering terjadi pembunuhan politik
> di sini Indira Gandhi termasuk korbannya, Cina yang tidak ideologi
> komunisnya kebingungan mencari bentuk, Thailand yang setiap lima tahun
> terjadi kudeta, Singapura yang mulai ketakutan akan tenggelam dan
> kebingungan mencari tanah urukan.
>
>
>
> Dalam ulang tahun ke-62 negeri ini, kita tampaknya perlu sekali lagi
> mengucapkan syukur alhamdulillah diberi tanah Indonesia yang indah dan
> menawan.
>
>
>
> Dipikirkan di Kereta Jabotabek, ditulis di sela-sela pekatnya udara
> Jakarta, 20 Agustus 2007.
>
> ------------------------------
> Sick sense of humor? Visit Yahoo! TV's Comedy with an Edge
> <http://us.rd.yahoo.com/evt=47093/*http://tv.yahoo.com/collections/222>to
> see what's on, when.
>

Kirim email ke