Maaf seharusnya ..........www.muslim.or.id


   - Home <http://muslim.or.id/>
   - Tentang Kami <http://muslim.or.id/tentang-kami>
   - Radio Online <http://muslim.or.id/radio-online>
   - Donasi Dakwah <http://muslim.or.id/donasi-dakwah-online>
   - Hubungi Kami <http://muslim.or.id/hubungi-kami>
   - Arsip Artikel <http://muslim.or.id/arsip-artikel>
   - Weblinks <http://muslim.or.id/weblinks>


   - Soal Jawab Islam <http://muslim.or.id/soaljawab/>
   - Info Kajian <http://muslim.or.id/infokajian/>
   - Lembaga Dakwah <http://muslim.or.id/category/info-lembaga-dakwah>
   - Kegiatan Dakwah <http://muslim.or.id/category/info-kegiatan-dakwah>
   - 
YPIA<http://muslim.or.id/info-lembaga-dakwah/info-lembaga-dakwah-yayasan-pendidikan-islam-al-atsari-yogyakarta.html>
   - Agen Pustaka
Muslim<http://muslim.or.id/info-lembaga-dakwah/agen-pustaka-muslim.html>

   Yahudi Bukan
Israel<http://muslim.or.id/manhaj-salaf/yahudi-bukan-israel.html>Kategori:
Manhaj Salaf <http://muslim.or.id/category/manhaj-salaf>

Sungguh sangat memprihatinkan, banyak di antara kaum muslimin sering tidak
sadar dan lepas kontrol ketika berbicara. Tidak hanya terjadi pada orang
awam, bisa kita katakan juga terjadi pada sebagian besar pelajar atau bahkan
mereka yang merasa memiliki banyak *tsaqafah islamiyah*.

Barangkali mereka lupa atau mungkin tidak tahu bahwa Nabi *shallallahu
'alaihi wa sallam* pernah bersabda:

وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ
يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّم

*Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang
mendatangkan murka Allah, diucapkan tanpa kontrol akan tetapi menjerumuskan
dia ke neraka."* (HR. Al Bukhari 6478)

Al Hafidz Ibn Hajar berkata dalam *Fathul Bari* ketika menjelaskan hadis
ini, yang dimaksud diucapkan tanpa kontrol adalah tidak direnungkan
bahayanya, tidak dipikirkan akibatnya, dan tidak diperkirakan dampak yang
ditimbulkan. Hal ini semisal dengan firman Allah ketika menyebutkan tentang
tuduhan terhadap Aisyah:

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْد اللَّه عَظِيم

*"Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi
Allah."*(QS. An-Nur: 15)

Oleh karena itu, pada artikel ini -dengan memohon pertolongan kepada Allah-
penulis ingin mengingatkan satu hal terkait dengan ayat dan hadis di atas,
yaitu sebuah ungkapan penamaan yang begitu mendarah daging di kalangan kaum
muslimin, sekali lagi tidak hanya terjadi pada orang awam namun juga terjadi
pada mereka yang mengaku paham terhadap *tsaqafah islamiyah*. Ungkapan yang
kami maksud adalah penamaan YAHUDI dengan ISRAEL. Tulisan ini banyak kami
turunkan dari sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Rabi' bin Hadi Al
Madkhali *hafidzhahullah* yang berjudul *"Penamaan Negeri Yahudi yang
Terkutuk dengan Israel"*.

Tidak diragukan bahkan seolah telah menjadi kesepakatan dunia termasuk kaum
muslimin bahwa negeri yahudi terlaknat yang menjajah Palestina bernama
Israel. Bahkan mereka yang mengaku sangat membenci yahudi -sampai melakukan
boikot produk-produk yang diduga menyumbangkan dana bagi yahudi- turut
menamakan yahudi dengan israel. Akan tetapi sangat disayangkan tidak ada
seorang pun yang mengingatkan bahaya besar penamaan ini.

Perlu diketahui dan dicamkan dalam benak hati setiap muslim bahwa ISRAIL
adalah nama lain dari seorang Nabi yang mulia, keturunan Nabi Ibrahim *'alaihis
salam* yaitu Nabi Ya'qub *'alaihis salam*. Allah ta'ala berfirman:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ
إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ

*"Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang
diharamkan oleh Israil untuk dirinya sendiri sebelum Taurat
diturunkan."*(QS. Ali Imran: 93)

Israil yang pada ayat di atas adalah nama lain dari Nabi Ya'qub *'alaihis
salam*. Dan nama ini diakui sendiri oleh orang-orang yahudi, sebagaimana
disebutkan dalam hadis dari Ibn Abbas *radhiallahu 'anhu*: *"Sekelompok
orang yahudi mendatangi Nabi untuk menanyakan empat hal yang hanya diketahui
oleh seorang nabi. Pada salah satu jawabannya, Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam mengatakan: "Apakah kalian mengakui bahwa Israil adalah Ya'qub?"
Mereka menjawab: "Ya, betul." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ya Allah, saksikanlah."* (HR. Daud At-Thayalisy 2846)

Kata "Israil" merupakan susunan dua kata *israa* dan *iil* yang dalam bahasa
arab artinya *shafwatullah* (kekasih Allah). Ada juga yang mengatakan *israa
* dalam bahasa arab artinya *'abdun* (hamba), sedangkan *iil* artinya Allah,
sehingga Israil dalam bahasa arab artinya *'Abdullah (hamba Allah)*. (lihat
*Tafsir At Thabari* dan *Al Kasyaf* ketika menjelaskan tafsir surat Al
Baqarah ayat 40)

Telah diketahui bersama bahwa Nabi Ya'qub adalah seorang nabi yang memiliki
kedudukan yang tinggi di sisi Allah ta'ala. Allah banyak memujinya di
berbagai ayat al Qur'an. Jika kita mengetahui hal ini, maka dengan alasan
apa nama Israil yang mulia disematkan kepada orang-orang yahudi terlaknat.
Terlebih lagi ketika umat islam menggunakan nama ini dalam konteks kalimat
yang negatif, diucapkan dengan disertai perasaan kebencian yang
memuncak; *Biadab
Israil… Israil bangsat… Keparat Israil…* Atau dimuat di majalah-majalah dan
media massa yang dinisbahkan pada islam, bahkan dijadikan sebagai Head Line
News; *Israil membantai kaum muslimin… Agresi militer Israil ke Palestina…
Israil penjajah dunia…. Dan seterusnya…* namun sekali lagi, yang sangat
fatal adalah ketika hal ini diucapkan tidak ada pengingkaran atau bahkan
tidak merasa bersalah.

Mungkin perlu kita renungkan, pernahkah orang yang mengucapkan
kalimat-kalimat di atas merasa bahwa dirinya telah menghina Nabi
Ya'qub *'alaihis
salam*? pernahkah orang-orang yang menulis kalimat ini di majalah-majalah
yang berlabel islam dan mengajak kaum muslimin untuk mengobarkan jihad,
merasa bahwa dirinya telah membuat tuduhan dusta kepada Nabi Ya'qub *'alaihis
salam*? mengapa mereka tidak membayangkan bahwasanya bisa jadi
ungkapan-ungkapan salah kaprah ini akan mendatangkan murka Allah - *wal
'iyaadzu billaah* - karena isinya adalah pelecehan dan tuduhan bohong kepada
Nabi Ya'qub *'alaihis salam*. Mengapa tidak disadari bahwa Nabi Ya'qub
*'alaihis
salam* tidak ikut serta dalam perbuatan orang-orang yahudi dan bahkan beliau
berlepas diri dari perbuatan mereka yang keparat. Pernahkah mereka berfikir,
apakah Nabi Israil *'alaihis salam* ridha andaikan beliau masih hidup?!

Allah ta'ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا
اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

*"Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu'min dan mu'minat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh mereka telah memikul kebohongan
dan dosa yang nyata."* (QS. Al Ahzab: 58)

Allah menyatakan, menyakiti orang mukmin biasa laki-laki maupun wanita
sementara yang disakiti tidak melakukan kesalahan dianggap sebagai perbuatan
dosa, bagaimana lagi jika yang disakiti adalah seorang Nabi yang mulia,
tentu bisa dipastikan dosanya lebih besar dari pada sekedar menyakiti orang
mukmin biasa.

Satu hal yang perlu disadari oleh setiap muslim, penamaan negeri yahudi
dengan Israil termasuk salah satu di antara sekian banyak konspirasi (makar)
yahudi terhadap dunia. Mereka tutupi kehinaan nama asli mereka YAHUDI dengan
nama Bapak mereka yang mulia Nabi Israil *'alaihis salam*. Karena bisa jadi
mereka sadar bahwa nama YAHUDI telah disepakati jeleknya oleh seluruh dunia,
mengingat Allah telah mencela nama ini dalam banyak ayat di Al-Qur'an.

Kita tidak mengingkari bahwa orang-orang yahudi merupakan keturunan Nabi
Israil *'alaihis salam*, akan tetapi ini bukan berarti diperbolehkan
menamakan yahudi dengan nama yang mulia ini. Bahkan yang berhak menyandang
nama dan warisan Nabi Ibrahim *'alaihis salam* dan para nabi yang lainnya
adalah kaum muslimin dan bukan yahudi yang kafir. Allah ta'ala berfirman:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ
حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

*"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik."* (QS. Ali Imran: 67)

إن أولى الناس بإبراهيم للذين اتبعوه وهذا النبي والذين آمنوا والله ولي
المؤمنين

*"Sesungguhnya orang yang paling berhak terhadap Ibrahim ialah orang-orang
yang mengikutinya dan Nabi ini, beserta orang-orang yang beriman, dan Allah
adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman."* (QS. Ali Imran: 68)

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin untuk
mengucapkan dan melakukan perbuatan yang dicintai dan di ridai oleh Allah
ta'ala.

* * *

*"Sedikitpun kami tidak berniat menghina Nabi Ya'qub 'alaihis salam dalam
penggunaan kalimat-kalimat ini sebaliknya, yang kami maksud adalah yahudi…"*

Barangkali ini salah satu pertanyaan yang akan dilontarkan oleh sebagian
kaum muslimin ketika menerima nasihat ini. Maka jawaban singkat yang mungkin
bisa kita berikan: Justru inilah yang berbahaya, seseorang melakukan sesuatu
yang salah namun dia tidak sadar kalau dirinya sedang melakukan kesalahan.
Bisa jadi hal ini tercakup dalam hadis dari Abu Hurairah *radhiyallahu 'anhu
* di atas. Bukankah semua pelaku perbuatan bid'ah tidak berniat buruk ketika
melakukan kebid'ahannya, namun justru inilah yang menyebabkan dosa perbuatan
bid'ah tingkatannya lebih besar dari melakukan dosa besar.

Ketika Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* berdakwah di Mekkah, Orang-orang
musyrikin Quraisy mengganti nama Beliau *shallallahu 'alaihi wa
sallam*dengan Mudzammam (manusia tercela) sebagai kebalikan dari nama
asli Beliau
Muhammad (manusia terpuji). Mereka gunakan nama Mudzammam ini untuk menghina
dan melaknat Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam*. misalnya mereka
mengatakan; *"terlaknat Mudzammam", "terkutuk Mudzammam"*, dan seterusnya.
Dan Nabi Muhammad *shallallahu 'alaihi wa sallam* tidak merasa dicela dan
dilaknat, karena yang dicela dan dilaknat orang-orang kafir adalah
"Mudzammam" bukan "Muhammad", Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ألا تعجبون كيف يصرف الله عني شتم قريش ولعنهم يشتمون مذمماً ويلعنون مذمماً
وأنا محمد

*"Tidakkah kalian heran, bagaimana Allah mengalihkan dariku celaan dan
laknat orang Quraisy kepadaku, mereka mencela dan melaknat Mudzammam
sedangkan aku Muhammad."* (HR. Ahmad & Al Bukhari)

Meskipun maksud orang Quraisy adalah mencela Nabi *shallallahu 'alaihi wa
sallam*, namun karena yang digunakan bukan nama Nabi Muhammad *shallallahu
'alaihi wa sallam* maka Beliau tidak menilai itu sebagai penghinaan
untuknya. Dan ini dinilai Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* sebagai
bentuk mengalihkan penghinaan terhadap dirinya. Oleh karena itu, bisa jadi
orang-orang Yahudi tidak merasa terhina dan dijelek-jelekkan karena yang
dicela bukan nama mereka namun nama Nabi Ya'qub *'alaihis salam*.

Di samping itu, Allah juga melarang seseorang mengucapkan sesuatu yang
menjadi pemicu munculnya sesuatu yang haram. Allah melarang kaum muslimin
untuk menghina sesembahan orang-orang musyrikin, karena akan menyebabkan
mereka membalas penghinaan ini dengan menghina Allah ta'ala. Allah
berfirman:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ
عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

*"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
ilmu."* (QS. Al An'am: 108)

Allah ta'ala melarang kaum muslimin yang hukum asalnya boleh atau bahkan
disyari'atkan - menghina sesembahan orang musyrik - karena bisa menjadi
sebab orang musyrik menghina Allah subhanahu wa ta'ala. Dan kita yakin
dengan seyakin-yakinnya, tidak mungkin para sahabat *radhiyallahu
'anhum*yang menyaksikan turunnya ayat ini memiliki niatan sedikitpun
untuk menghina
Allah ta'ala. Maka bisa kita bayangkan, jika ucapan yang menjadi sebab
celaan terhadap kebenaran secara tidak langsung saja dilarang, bagaimana
lagi jika celaan itu keluar langsung dari mulut kaum muslimin meskipun
mereka tidak berniat untuk menghina Nabi Israil *'alaihis salam*.

* * *

*Cuma sebatas istilah, yang pentingkan esensinya… bahkan para ulama'
memiliki kaidah "Tidak perlu memperdebatkan istilah."*

Di atas telah dipaparkan bahwa menamakan negeri yahudi dengan Israil
merupakan celaan terhadap Nabi Israil *'alaihis salam*, baik langsung maupun
tidak langsung, baik diniatkan untuk mencela maupun tidak, semuanya dihitung
mencela Nabi Israil *'alaihis salam* tanpa terkecuali. Dan kaum muslimin
yang sejati selayaknya tidak meremehkan setiap perbuatan dosa atau perbuatan
yang mengundang dosa. Karena dengan meremahkannya akan menyebabkan perbuatan
yang mungkin nilainya kecil menjadi besar. Sebagaimana dijelaskan oleh
sebagian ulama bahwa di antara salah satu penyebab dosa kecil menjadi dosa
besar adalah ketika pelakunya meremehkan dosa kecil tersebut.

Bahkan kita telah memahami bahwa mencela, menghina, melakukan tuduhan dusta
kepada seorang Nabi adalah dosa besar. Akankah hal ini kita anggap ini
biasa?! Sekali lagi, akan sangat membahayakan bagi seseorang, ketika dia
mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, sementara dia tidak
sadar. Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi
Allah. (QS. An-Nur: 15)

Untuk kaidah "Tidak perlu memperdebatkan istilah", kita tidak mengingkari
keabsahan kaidah ini mengingat ungkapan tersebut merupakan kaidah yang
masyhur di kalangan para ulama'. Akan tetapi maksud kaidah ini tidaklah
melegalkan penamaan Yahudi dengan Israel. Karena kaidah ini berlaku ketika
makna istilah tersebut sudah diketahui tidak menyimpang, sebagaimana yang
dipaparkan oleh Abu Hamid Al Ghazali dalam bukunya *Al Mustashfaa fi Ilmil
Ushul*.

*Istilah Israil untuk negeri yahudi telah menjadi konsensus (kesepakatan)
dunia. Kita cuma ikut-ikutan…*

Setiap kaum muslimin selayaknya berusaha menjaga syi'ar-syi'ar islam,
misalnya dengan belajar bahasa arab (baik lisan maupun tulisan),
menghafalkan Al Qur'an, dan termasuk dalam hal ini adalah membiasakan diri
untuk menggunakan istilah-istilah yang Allah gunakan dalam Al Qur'an atau
dalam hadis Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* selama istilah tersebut
dapat dipahami orang lain.

Sebagai bentuk pemeliharaan terhadap syi'ar islam, para sahabat terutama
Umar Ibn Al Khattab *radhiyallahu 'anhu* sangat menekankan agar umat islam
mempelajari bahasa arab. Beliau pernah mengatakan: *"Pelajarilah bahasa
arab, karena itu bagian dari agama kalian."* Beliau juga mengatakan:
*"Hati-hati
kalian dengan bahasa selain bahasa arab."* Umar *radhiyallahu
'anhu*membenci kaum muslimin membiasakan diri dengan berbicara selain
bahasa arab
tanpa ada kebutuhan, dan ini juga yang dipahami oleh para sahabat
lainnya *radhiyallahu
'anhum*. Mereka (para sahabat *radhiyallahu 'anhum*) menganggap bahasa arab
sebagai konsekuensi agama, sedangkan bahasa yang lainnya termasuk syi'ar
kemunafikan. Karena itu, ketika para sahabat berhasil menaklukkan satu
negeri tertentu, mereka segera mengajarkan bahasa arab kepada penduduknya
meskipun penuh dengan kesulitan. (lihat *Muqaddimah Iqtidla' Shirathal
Mustaqim*, Syaikh Nashir al 'Aql)

Dalam bahasa arab, waktu sepertiga malam yang awal dinamakan *'atamah*.
Orang-orang arab badui di zaman Nabi *shallallahu 'alaihi wa
sallam*memiliki kebiasaan menamai shalat Isya' dengan nama waktu
pelaksanaan shalat
isya' yaitu *'atamah*. Kebiasaan ini kemudian diikuti oleh para
sahabat *radhiyallahu
'anhum* dengan menamakan shalat isya' dengan shalat *'atamah*. Kemudian Nabi
*shallallahu 'alaihi wa sallam* melarang mereka melalui sabdanya:

لا يغلبنكم الأعراب على اسم صلاتكم فإنها العشاء إنما يدعونها العتمة لإعتامهم
بالإبل لحلابها

*"Janganlah kalian ikut-ikutan orang arab badui dalam menamai shalat kalian,
sesungguhnya dia adalah shalat Isya', sedangkan orang badui menamai shalat
isya dengan 'atamah karena mereka mengakhirkan memerah susu unta sampai
waktu malam."* (HR. Ahmad, dinyatakan Syaikh Al Arnauth sanadnya sesuai
dengan syarat Muslim)

Al Quthuby mengatakan: *"Agar nama shalat isya' tidak diganti dengan nama
selain yang Allah berikan, dan ini adalah bimbingan untuk memilih istilah
yang lebih utama bukan karena haram digunakan dan tidak pula menunjukkan
bahwa penggunaan istilah 'atamah tidak diperbolehkan, karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menggunakan istilah ini dalam
hadisnya…"* (*'Umdatul Qori Syarh Shahih Al Bukhari* karya Al 'Aini)

Demikianlah yang dilakukan Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* dan para
sahabat dalam menjaga syi'ar islam. Sampai menjaga istilah-istilah yang
diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya *shallallahu 'alaihi wa sallam*, padahal
penggunaan istilah asing dalam penamaan shalat isya' tidak sampai derajat
haram, karena tidak mengandung makna yang buruk.

***

Lalu dengan apa kita menamai mereka?! Kita menamai mereka sebagaimana nama
yang Allah berikan dalam Al-Qur'an, YAHUDI dan bukan ISRAEL. Dan sebagaimana
disampaikan di atas, hendaknya setiap muslim membiasakan diri dalam
menamakan sesuatu sesuai dengan yang Allah berikan. Hendaknya kita namakan
orang-orang yang mengaku pengikut Nabi Isa *'alahis salam* dengan NASRANI
bukan KRISTIANI, kita namakan hari MINGGU dengan AHAD bukan MINGGU, kita
namakan shalat dengan SHALAT bukan SEMBAHYANG dan seterusnya selama itu bisa
dipahami oleh orang yang diajak bicara, sebagai bentuk penghormatan kita
terhadap syi'ar-syi'ar agama islam. *Wallaahu waliyyut taufiiq…*

***

Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel www.muslim.or.id

Kirim email ke