----- Original Message -----
From: "Syarif Niskala"
Sent: Wednesday, March 11, 2009 8:42 AM
Sebuah teriakan ketidak-puasan menyeruak di hari menjelang malam. Seperti
bulan-bulan sebelumnya selama 5 tahun ini, setiap akhir bulan adalah hari
yang paling berat untuk pulang ke rumah. Subandi yang bekerja sebagai buruh
pabrik tekstil, menekurkan wajahnya ke lantai. Teriakan, keluhan, dan wajah
masam menakutkan istrinya senantiasa muncul rutin setiap bulan. Entahlah,
mengapa perasaannya tidak menjadi bebal, melainkan senantiasa teriris-iris
semakin perih mendengarkan rutinitas sepulang menerima gaji.
Aku tidak mengerti, jerit Subandi dalam hati.
Ketika dua bulan lalu, kakak iparnya datang dan memberikan tambahan uang
belanja kepada istrinya. Rona wajah yang dulu membuat Subandi kepincut,
merekah lebar menghiasi wajah istrinya yang memang cantik alami. Subandi
ingat betul, bahwa uang yang diberikan itu tidak lebih dari 25 persen gaji
yang dibawanya setiap akhir bulan. Tapi mengapa, uang sekecil itu mampu
membuat suasana hati dan wajah istrinya demikian gembira, merona penuh
kesyukuran? Bukankah, selama 5 tahun berstatus ipar, sang manager keuangan
itu baru kali ini memberikan hadiah cash Rp. 500.000 kepada adik yang paling
dibanggakannya itu?
Atau mengapa wajah istrinya tidak se-merona ketika dia mendapatkan selembar
uang Rp. 100.000 dari dalam sabun mandi?
Atau mengapa ungkapan terima kasih yang panjang tidak pernah terlontar
padanya, seperti ketika Pak RT memberikan 'uang kadeudeuh' bagi petugas
posyandu?
Subandi kemudian terhanyut dalam doa pengaduan di sujud terakhir Shalat
Isya-nya. Sudah puluhan kali, Subandi bersimbah air mata mengadukan
ketidak-adilan yang tidak dapat dipahaminya. Subandi menangis dalam sujud,
memohonkan terbangunnya pengertian baru pada Yang Maha Mengetahui.
-
Eureka! Eureka!
Subandi berteriak kegirangan. Hampir saja dia membangunkan istrinya yang
sedang terlelap kusam. Subandi sumringah luar biasa, ketika selesai salam
ada ilham yang berkelebat. Ya, perbedaan sikap diametral istrinya itu
disebabkan oleh dua kata : kewajiban dan hadiah.
Istrinya menerima uang gaji hasil memeras keringat dan penukaran pengabdian
Subandi pada atasannya sebagai UANG KEWAJIBAN. Sedangkan uang yang hanya
sekali masing-masing Rp. 500.000, Rp. 100.000 dan Rp. 65.000 dari posyandu
itu adalah UANG HADIAH. Sebagai suami, Subandi berkewajiban memberikan uang
nafkah bagi keluarganya. Sedangkan sebagai saudara dan orang lain, uang yang
diberikan kepada istrinya itu adalah hadiah. Ini bukan masalah jumlah uang,
tetapi masalah status yang memberi. Aha.!
Kalau begitu, pikir Subandi. Dia akan mendapatkan keramahan yang meluluhkan
hati itu, jika dia memberikan uang setiap bulan sebesar Rp. 2.250.000 kepada
Neng Lia Sumirah, jika status dia bukan suaminya?! Toh selama 6 tahun
mengenal wanita itu, berapa pun uang yang diberikan padanya selalu diiringi
dengan rasa tulus yang dalam serta rasa ikhlas yang tak bersyarat!
-
Sahabat-sahabat anggota milist yang budiman,
Seandainya saja kita menganggap bahwa rezeki, udara, sehat, keamanan, dan
lain-lain sebagai hadiah dari-Nya; bukan kewajiban-Nya. Pasti mudah bagi
kita untuk bahagia dan berurai air mata syukur.
Seandainya saja para istri menganggap bahwa setiap rupiah yang dibawa ke
tengah keluarga sebagai hadiah dari sang kepala keluarga, mungkin sulit
menemukan pertengkaran dan muka masam.
Seandainya saja setiap anak menganggap bahwa atas rupiah uang yang
digenggamnya adalah hadiah dari orang tuanya, akan dipenuhi negara ini oleh
anak-anak penuh hormat dan bakti.
Mohon Anda ingat, hanya perasaan mendapatkan hadiah yang akan menjamin
keberlangsungan dan penambahan atas kebaikan apa pun yang selama ini telah
Anda dapatkan.
*Hanya Jika Engkau Bersyukur, Akan KU-gandakan.*
------------------------------------------------------------------
- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 -
- Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com -
Rasulullah SAW bersabda, Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama,
seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga.
(Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu) (HR. Bukhari)