sekolah-kehidupan
(Inspirasi) "Kapan Batu-Batu ini akan Menjadi Madu ?!!"
Posted by: "~ Made Teddy Artiana ~
Wed Jul 7, 2010 3:03 am (PDT)


*"Kapan Batu-Batu ini akan Menjadi Madu ?!!"*

oleh Made Teddy Artiana

* *

* *

Tersebutlah seorang guru yang tengah mengadakan perjalanan dengan
murid-muridnya ke sebuah gunung. Ia memerintahkan para murid untuk membawa
batu. Ukuran batu diserahkan pada kesanggupan masing-masing murid. Perintah
yang sedikit membingungkan ini ditaati dengan beragam oleh mereka. Alhasil
batu yang mereka bawapun jadi sama sekali berbeda.

Murid yang agak bodoh namun taat, menyusahkan diri dengan membawa batu yang
cukup besar. Pokoknya : aku dengar- aku taat, begitu pikir mereka. Sedangkan
mereka yang merasa diri lebih cerdas, memilih membawa batu kegenggaman
tangan, lengkap dengan semboyan : tulus seperti merpati, cerdik seperti
ular. Sisanya, kaum kritis dan pesimis, memasukkan kerikil kedalam kantung
mereka. Yang penting khan batu ?

Setelah melalui perjalanan panjang yang cukup melelahkan, akhirnya merekapun
tiba dipuncak gunung. Lalu segera setelah itu. "Bim Salabim ! Abrakadabra
!!!". Sang Guru pun mengubah batu-batu yang dibawa oleh murid-muridnya itu
menjadi madu. Madu hutan yang begitu manis dan menyegarkan.

Beberapa hari kemudian, perjalanan yang sama pun berulang. Sang Guru
menyuruh mereka mendaki gunung yang sama, kali ini Sang Guru akan menyusul
kemudian.

Belajar dari sebuah pengalaman, sebagian besar para muridpun memutuskan
untuk membawa batu sebesar-besarnya. Kali ini tidak ada yang membawa batu
segenggaman, apalagi kerikil dalam kantung. Namun aneh, murid-murid yang
bodoh, tidak membawa secuil pasirpun.

"Kok nggak bawa ?", tanya murid yang lain pada mereka.

"Habis, nggak disuruh", jawab kelompok yang bodoh.

"Awas ya, jangan minta !", timpal yang lain dengan senyum sinis.

Merekapun tiba dipuncak gunung. Setelah tiba disana, beberapa jam kemudian,
Guru merekapun tiba. Sang Gurupun menyuruh para murid beristirahat sejenak,

untuk kemudian melanjutkan perjalanan turun gunung dan kembali kerumah
masing-masing.

Maka batu-batu besar itu tetap tinggal sebagai batu besar. Tidak ada madu,
batu tetap batu. Menyakitkan bahu, memegalkan pinggang, membuat lutut
gemetar, bibir menggerutu, serta menguras keringat dan nafas.

Segala kesuksesan dan pencapaian, kerap kali membanggakan dan membuat
manusia lupa diri, begitu juga dengan diri ku pribadi. Hingga suatu saat
seorang tua bijaksana namun nyentrik dan kaya raya, membisikkan wejangan
ini padaku.

"Made, Anda lihat semua ini ? Seluruh pabrik, deretan mobil jaguar, super
market ternama, berhektar-hektar tanah dan properti mewah. Semua kekayaan
ini adalah pemberian.. Kerja keras, kecerdasan, ide-ide brilian dan
keseluruhan yang orang namakan sebagai sebuah kesuksesan, bukanlah faktor
penentu semua itu. Semua ini adalah sebuah pemberian dari NYA"

Apa ???!! Pemberian ? Yang bener aja !!

Baru saja orang tua itu bicara soal bagaimana ia terpaksa harus menjadi
tukang batu untuk memberikan sepiring nasi untuk istrinya. Lalu betapa
susahnya menjajakan telur, hasil ayam-ayam piaraannya, dari pintu-kepintu
kepada para ekspatriat di Kemang sana. Kemudian tentang beberapa pelajaran
dan kerugian yang harus ia tanggung, sebelum akhirnya kembali bangkit dan
mengerjakan segala sesuatu dengan lebih berilmu. Dan sekarang beliau
menyimpulkan semua ini adalah sebuah pemberian ???!!

Sebuah bahan renungan yang pantas untuk dikontemplasikan. Memang seringkali
tangga kedewasan yang lebih tinggi akan menertawakan kekerdilan yang kita
lakukan ditangga-tangga terbawah.

Apakah penambahan harta akan membawa bertambahnya kebahagiaan ?

Apakah seluruh pengejaran akan kesuksesan akan membawa ketentraman lahir
bathin ?

Apakah ketenaran akan membawa kedekatan dann keteduhan dalam rumah tangga ?

Apakah kesibukan dan kerja keras akan membawa kesehatan ?

Sejak saat itu paradigma kesuksesan, keterkenalan dan kekayaan yang ku
miliki mengalami revolusi luar biasa. Titik-titik beratnyapun berpindah
tempat sedemikian rupa. Sehingga ide dasar yang dikatakan oleh orang tua
itupun terkuak semakin jelas untuk dipahami.

Bahwa memang benar segala rejeki, kemuliaan dan harta yang berkah adalah
pemberian dari NYA. Manusia sama sekali tidak pantas membusungkan dada akan
segala yang ia miliki karena itu semua diijinkan mendekat dan kita miliki.
Bahkan jika saat ini masih ada pelukan sayang yang teduh dari suami, istri,
anak, ibu dan ayah, yang dapat kita rasakan adalah juga merupakan sebuah
pemberian dari NYA

Dengan begitu, hidup ini akan menjadi serangkaian perjalanan yang begitu
mengasyikkan ditemani Sang Pencipta, bukan sebuah pendakian gunung yang
traumatis dan menegangkan, dengan memikul batu besar yang begitu berat
dipundak. (*)

warm regards,

Made Teddy Artiana
fotografer & penulis



------------------------------------------------------------------
- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 -
- Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com -

Rasulullah SAW bersabda, Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, 
seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga.
(Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu) (HR. Bukhari)

Kirim email ke