Setiap habis Ramadhan
Hamba rindu lagi Ramadhan
Saat - saat padat beribadah
Tak terhingga nilai mahalnya

Setiap habis Ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan

Setiap habis Ramadhan
Rindu hamba tak pernah menghilang
Mohon tambah umur setahun lagi
Berilah hamba kesempatan

Reff:
Alangkah nikmat ibadah bulan Ramadhan
Sekeluarga, sekampung, senegara
Kaum muslimin dan muslimat se dunia
Seluruhnya kumpul di persatukan
Dalam memohon ridho-Nya 

Lirik diatas adalah merupakan lagu Bimbo yang seringnya hadir pas bulan 
Ramadhan. Jika diresapi dengan mendalam, sedih rasanya Ramadhan telah berakhir. 
Sampai-sampai ada yang berkeinginan selama setahun bulan Ramadhan.

Berikut ini sebuah artikel bertajuk Muhasabah Akhir Ramadhan yang dimuat sebuah 
situs Islam, yang di'release' menjelang penghujung Ramadhan..

Muhasabah Di Penghujung Ramadhan
Tiada terasa, kini kita telah berada di penghujung akhir Ramadhan. Seakan baru 
kemaren kita menyambutnya, namun kini ia akan pergi meninggalkan kita. Tidak 
ada yang tahu apakah kita akan menjumpai lagi Ramadhan tahun depan. Mengingat 
tujuan akhir dari kewajiban puasa Ramadhan adalah derajat takwa(Albaqarah, ayat 
183). 

Maka, menjelang detik-detik perginya tamu agung nan suci ini, adalah layak kita 
mempertanyakan kembali dengan serius kepada setiap pribadi kita, "sudahkah kita 
meraih predikat takwa yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa di 
bulan Ramadhan, atau minimal sudah melekat kah pada diri dan masyarakat kita 
sebagian dari karakteristik orang-orang yang bertakwa(muttaqiin)?".

Sejatinya, yang bisa memutuskan seseorang sudah meraih gelar takwa atau belum 
memang hanyalah Allah Swt. Namun begitu, beberapa indikator bisa kita jadikan 
pegangan untuk menilai pribadi kita pasca Ramadhan nanti. Artinya, meski yang 
menilai seseorang sudah meraih predikat takwa atau belum hanya Allah, namun 
kita telah diberikan petunjuk untuk menilai diri kita.

Apakah karakteristik yang Allah sebut dalam Alquran melekat erat pada diri 
pribadi orang-orang yang meraih derajat muttaqin sudah melekat pada diri kita?. 
Dan tulisan ini hanya mencoba mengajak kita semua untuk bertafakkur dan 
bermuhasabah tentang sejauh mana kualitas ibadah puasa Ramadhan yang saban 
tahun kita kerjakan. Bukan untuk menilai sesorang belum bertakwa atau sudah 
meraih derajat mulia tersebut.

Para ulama mendefinisikan takwa ini dengan ungkapan: "Menaati Allah dan tidak 
maksiat, selalu berdzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak 
kufur". Dari definis ini kita bisa berkesimpulan, bahwa takwa adalah kalimat 
yang singkat namun kaya makna, mencakup seluruh tuntunan yang dibawa Islam; 
akidah, ibadah, muamalah dan akhlak. Dan takwa bukanlah kalimat yang hanya 
sekedar diucapkan, atau hanya sekedar klaim tanpa bukti. Tapi takwa adalah 
perbuatan dalam rangka ketaatan kepada Allah dan tidak melakukan maksiat 
kepada-Nya.

Pada prinsipnya, puasa Ramadhan akan selalui ditandai dengan transformasi dalam 
diri pelakunya serta masyarakat sekitarnya dengan mengalirnya amal saleh yang 
tiada putus-putusnya serta berbagai perbuatan terpuji lainnya. Bila setelah 
Ramadhan seseorang selalu berbuat baik, serta bisa memberikan sumbangsih untuk 
perubahan masyarakat di sekitarnya sampai ia menghadap Allah Swt, maka jelas ia 
akan tergolong kelompok manusia yang meraih gelar takwa dan pahala yang akan 
kelak ia dapatkan adalah surga. 

Dan sebaliknya, jika setelah melaksanakan ibadah Ramadhan seseorang masih 
seperti sebelum melaksanakan Ramadhan maka bisa dipastikan Ramadhannya tidak 
berkah dan ia gagal meraih predikat takwa. Namun begitu, kita memang tidak bisa 
menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai gelar takwa atau tidak. Itu 
hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih gelar takwa 
antara lain adalah; terjadinya perubahan pribadi ke arah yang positif. 
Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan 
lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani.

Sebagian dari dampak ibadah puasa Ramadhan bagi pelakunya adalah terjadinya 
perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji. 
Indikator diraihnya gelar takwa pasca Ramadhan adalah jika pelakunya patuh 
melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan meninggalkan apa yang 
dilarangNya, baik semasa Ramadhan maupun nanti pasca Ramadhan. Ada banyak 
kriteria orang yang bertakwa yang disebutkan dalam Alquran maupun sunnah. 
Diantara kriteria tersebut adalah, beriman, senantiasa mendirikan shalat, 
menunaikan zakat/menafkahkan sebagian harta, selalu menepati janji, sabar, 
selalu berdo'a kepada Allah, benar, tetap taat dan mengingat Allah, selalu 
beristighfar(meminta ampun) dan taubat kepada Allah dari semua dosanya. 
Disamping itu, menahan amarah, suka memaafkan, selalu berbuat baik, tidak 
melakukan perbuatan keji, shalat tahajjud, amalan-amalan tersebut selalu 
dilakukan oleh yang bertakwa.

Kriteria berikutnya adalah ia akan memiliki sifat dan sikap terpuji seperti 
sabar, syukur, tawakkal, tasamuh(toleransi), pemaaf, tawadlu dan sebagainya. Ia 
juga akan malu kepada Allah Swt utk melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. 
Bersemangat dan sungguh-sungguh dalam menambah dan mengembangkan ilmu 
pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam. Kemudian ia juga akan senantiasa bekerja 
keras dan tekun untuk memenuhi keperluan hidup dirinya, keluarganya dan dalam 
rangka membantu orang lain serta berusaha untuk tidak membebani dan menyulitkan 
orang lain.

Indikator takwa yang lain adalah ia akan konsekuen meninggalkan apa yang 
dilarang oleh Allah Swt, terutama dosa-dosa besar, seperti syirik, riba, judi, 
zina, khamr, korupsi, membunuh orang, bunuh diri, bertengkar, menyakiti orang 
lain, khurafat, bid'ah dan sebagainya. Dia juga akan gemar melakukan ibadah 
wajib, sunat dan amal shalih lainnya serta berusaha meninggalkan perbuatan yang 
makruh dan tidak bermanfaat. Aktif berkiprah dalam memperjuangkan, menda'wahkan 
Islam dan istiqamah serta sungguh-sungguh dalam melaksanakan amar ma'ruf dengan 
cara yang ma'ruf, melaksanakan nahi munkar tidak dengan cara munkar. 

Artinya ia akan memiliki komitmen yang total untuk mentaati Allah Swt dan 
tunduk kepada-Nya, bukan saja selama puasa Ramadhan, melainkan kapan saja dan 
di mana saja ia berada. Puasa Ramadhan tidak akan bermakna jika pasca Ramadhan 
seseorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah Swt. Tuntunan 
syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram(KKN) dan kemaksiatan menjadi 
kebiasaannya sehari-hari.

Selain itu, orang-orang yang bertakwa akan cepat melakukan taubat apabila 
terlanjur melakukan kesalahan dan dosa, tidak membiasakan diri proaktif dengan 
perbuatan dosa, tidak mempertontonkan dosa dan tidak betah dalam setiap 
aktivitas berdosa. Sungguh-sungguh memanfaatkan segala potensi yang ada pada 
dirinya untuk melakukan berbagai transformasi sosial serta menolong orang lain 
dan menegakkan "Izzul Islam wal Muslimin" atau kejayaan Islam dan kaum Muslimin.

Untuk meraih predikat takwa diperlukan proses yang berkelanjutan, tidak hanya 
memada dengan puasa ramadhan. Takwa dibentuk melalui proses pembinaan yang 
kontinu/berkelanjutan menuju ke tingkat ketakwaan yang tinggi yaitu takwa 
khawwash al-khawwash. Secara rinci, pembentukan karakter takwa, selain puasa 
Ramadhan juga dapat direalisasikan melalui upaya-upaya relegius sebagai 
berikut: seperti, membaca Alquran, mengkaji dan merenungi maknanya (khususnya 
yang dengan ancaman Allah bagi orang-orang yang berbuat maksiat), serta 
melaksanakan isi kandungannya(tidak memada semata hanya belajar dan 
mengajarinya). Kemudian puasa, baik puasa wajib (ramadhan) maupun yang sunat. 

Pada dasarnya, setiap amalan wajib dan sunnah bisa membawa pelakunya kepada 
takwa, termasuk di dalamnya berpuasa di bulan Ramadhan. Disamping itu, takwa 
juga bisa terbentuk dengan mendengar nasehat orang lain, mengajak orang lain 
kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran, bekerjasama dengan yang lain dalam 
kebajikan hingga tercipta kondisi lingkungan yang mendukung nilai-nilai 
ketakwaan. Mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullaah Saw dan menghindari 
perkara yang tidak beliau ajarkan juga salah satu persyaratan meraih predikat 
takwa. Kesemua ini harus saling mendukung dan melengkapi dalam rangka 
perjuangan kita meraih gelar takwa. Jadi, meraih takwa tidak memada hanya 
dengan puasa ramadhan, apalagi jka selepas ramadhan nanti watak melanggar kita 
kembali beraksi.

Mengutip apa yang ditulis Agustianto, kalau pasca ramadhan, etos kerja dan 
produktifitas menurun, kedisiplinan tetap dilanggar, atau perilaku tetap 
menyimpang, barangkali puasa yang kita lakukan tidak didasarkan perenungan 
mendalam yang optimistik (ihtisaban) tentang makna filosofis di balik ritus 
puasa. Atau mungkin mengabaikan dimensi historis pelaksanaan puasa di kalangan 
sahabat Rasul yang tetap mempunyai etos tinggi dan sangat produktif. 

Hal ini terlihat dari kemenangan-kemenangan besar yang mereka raih pada bulan 
ramadhan, seperti perang Badar, penaklukkan Mekkah, Tabuk, dan sebagainya. 
Kalau pasca ramadhan, kejujuran semakin tipis atau sirna, pungli, kolusi dan 
korupsi tetap menjadi kebiasaan, barangkali puasa yang kita lakukan tidak 
didasari iman yang benar, tetapi mungkin kita berpuasa karena mengikuti 
tradisi. 

Dan gelar takwa itu tidak mustahil hanya ilusi. Namun jika sebaliknya, pasca 
Ramadhan semua sifat orang-orang yang bertakwa yang disebutkan dalam Alqur'an 
sudah menjadi bagian dari hidup kita, maka beruntunglah kita dunia dan akhirat. 
Amiin. Wallahu a'am bishshawab.


Sebagai penutup, mari kita ingat do'a Abunawas yang dikenal dengan I'tiraf....


Ilahi lastu lilfirdausi ahlan, walaa aqwa 'ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghafirudz- dzanbil 'adzimi....

Duh Gusti... tidak layak aku masuk ke dalam surga-Mu
tetapi hamba tiada kuat menerima siksa neraka-Mu
Maka terimalah taubatku dan ampuni dosaku
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa ....

Dzunubi mitslu a'daadir- rimaali, fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa 'umri naqishu fi kulli yaumi, wa dzanbi zaaidun kaifah -timali

Dosaku banyak bagaikan butir pasir di pantai,
maka terimalah taubatku, wahai Yang Memiliki Keagungan
Dan umurku berkurang setiap hari,
sementara dosaku selalu bertambah, apa dayaku?

Ilahi 'abdukal 'aashi ataaka, muqirran bi dzunubi wa qad du'aaka
fain taghfir fa anta lidzaka ahlun, wa in tadrud faman narju siwaaka

Ya Allah... hamba-Mu penuh maksyiat, datang kepada-Mu bersimpuh memohon ampunan,
Jika Engkau ampuni memang Engkau adalah Pemilik Ampunan,
Tetapi jika Engkau tolak maka kepada siapa lagi aku berharap ?

Akhirul kalam.

wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh.












Kirim email ke