Sabar itu tak ada batasnya, selamat membaca :)

    -- A. Yahya Sjarifuddin.


------

Sumber: Islamedia.web.id <http://Islamedia.web.id>

Ditengah gemuruhnya kota, ternyata Riyadh menyimpan banyak
kisah. Kota ini menyimpan rahasia yang hanya diperdengarkan kepada
telinga dan hati yang mendengar. Tentu saja, Hidayah adalah kehendak
NYA dan Hidayah hanya akan diberikan kepada mereka yang mencarinya.

Ada sebuah energi yang luar biasa dari cerita yang kudengar
beberapa hari yang lalu dari sahabat Saya mengenal banyak dari
mereka, ada beberapa dari Palestina, Bahrain, Jordan, Syiria,
Pakistan, India, Srilanka dan kebanyakan dari Mesir dan Saudi Arabia
sendiri. Ada beberapa juga dari suku Arab yang tinggal dibenua
Afrika. Salah satunya adalah teman dari Negara Sudan, Afrika. Saya
mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu Muslim kulit
hitam yang juga kerja di Hotel ini.Beberapa bulan ini saya tidak
lagi melihatnya berkerja. Biasanya saya melihatnya bekerja bersama
pekerja lainnya menggarap proyek bangunan di tengah terik matahari
kota Riyadh yang sampai saat ini belum bisa ramah dikulit saya.

Hari itu Ammar tidak terlihat. Karena penasaran, saya coba tanyakan
kepada Iqbal tentang kabarnya. ”Oh kamu tidak tahu?” Jawabnya balik
bertanya, memakai bahasa Ingris khas India yang bercampur dengan
logat urdhu yang pekat.

“Iyah beberapa minggu ini dia gak terlihat di Mushola ya?” Jawab
saya. Selepas itu, tanpa saya duga iqbal bercerita panjang lebar
tentang Ammar. Dia menceritakan tentang hidup Ammar yang pedih dari
awal hingga akhir, semula saya keheranan melihat matanya yang
menerawang jauh. Seperti ingin memanggil kembali sosok teman
sekamarnya itu. Saya mendengarkan dengan seksama.

Ternyata Amar datang ke kota Riyadh ini lima tahun yang lalu,
tepatnya sekitar tahun 2004 lalu. Ia datang ke Negeri ini dengan
tangan kosong, dia nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan
untuk mencari kehidupan di Kota ini. Saudi arabia memang memberikan
free visa untuk Negara Negara Arab lainnya termasuk Sudan, jadi ia
bisa bebas mencari kerja disini asal punya Pasport dan tiket.

Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat. Do’a Ammar
untuk mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini
demi keluarganya ternyata saat itu belum terkabul. Dia bekerja
berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang gajinya tidak
sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal di apartemen
teman temannya.

Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan. Ia tetap
mencari kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di
Sudan. Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat…

Bulan ketiga hingga tahun tahun berikutnya kepedihan Ammar
tidak kunjung berakhir.. Waktu bergeser lamban dan berat, telah lima
tahun Ammar hidup berpindah pindah di Kota ini. Bekerja dibawah
tekanan panas matahari dan suasana Kota yang garang. Tapi amar tetap
bertahan dalam kesabaran.

Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita
tidak tahu caranya untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih
baik. Di hutan kita masih bisa menemukan buah buah, tapi di kota?
Kota adalah belantara penderitaan yang akan menjerat siapa saja yang
tidak mampu bersaing.

Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia. Hanya berjarak 7 jam dari Dubai
dan 10 Jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Dihampir
keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung saat
panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang berbuah satu kali
dalam setahun..

Amar seperti terjerat di belantara Kota ini. Pulang ke suddan bukan
pilihan terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan
untuk kehidupan keluarganya di negeri Sudan. Itu tekadnya.

Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya. Ia tetap
mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar
dengan lapar dan haus untuk raganya disini.

Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga dan
lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi
untuk keluarganya di Sudan.

Tapi Ammar pun Manusia. Ditahun kelima ini ia tidak tahan lagi
menahan malu dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun
ia berpindah pindah kerja dan numpang di teman temannya tapi
kehidupannya tidak kunjung berubah.

Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan. Tekadnya telah bulat untuk
kembali menemui keluarganya, meski dengan tanpa uang yang ia bawa
untuk mereka yang menunggunya.

Saat itupun sebenarnya ia tidak memiliki uang, meski sebatas
uang untuk tiket pulang. Ia memaksakan diri menceritakan
keinginannya untuk pulang itu kepad
teman terdekatnya. Dan salah satu teman baik amar memahaminya
ia memberinya sejumlah uang untuk beli satu tiket penerbangan ke Sudan.

Hari itu juga Ammar berpamitan untuk pergi meninggalkan kota
ini dengan niat untuk kembali ke keluarganya dan mencari kehidupan
di sana saja.

Ia pergi ke sebuah Agen di jalan Olaya- Riyadh, utuk menukar
uangnya dengan tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan
Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik di Libya,
Negara tetangganya. Tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja.

Akhirnya ia beli tiket untuk penerbangan minggu berikutnya. Ia
memesan dari saat itu supaya bisa lebih murah. Tiket sudah ditangan,
dan jadwal terbang masih minggu depan.

Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya. Tadi pagi ia tidak
sarapan karena sudah tidak sanggup lagi menahan malu sama temannya,
siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini
bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan kebiasaan itu.

Adzan dzuhur bergema.. Semua Toko Toko, Supermarket, Bank, dan
Kantor Pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security
Kota berjaga jaga di luar kantor kantor, menunggu hingga waktu
Shalat berjamaah selesai.

Ammar tergesa menuju sebuah masjid di pusat kota Riyadh. Ia
mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian mengambil
wudhu.. memabasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya
yang keriting dengan air.

Lalu ia masuk mesjid. Shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid.
Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.

Hanya disetiap shalat itulah dia merasakan kesejukan, Ia merasakan
terlepas dari beban Dunia yang menindihnya, hingga hatinya berada
dalam ketenangan ditiap menit yang ia lalui.

Shalat telah selesai. Ammar masih bingung untuk memulai
langkah. Penerbangan masih seminggu lagi.Ia diam.

Dilihatnya beberapa mushaf al Qur’an yang tersimpan rapi di
pilar pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengmbil salah satunya,
bibirnya mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur’an
hingga adzan Ashar tiba menyapanya.

Selepas Maghrib ia masih disana. Beberapa hari berikutnya, Ia
memutuskan untuk tinggal disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.

Ammar memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya. Seperti
pagi itu, ia adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota
itu. Ammar mengumandangkan suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk
shalat, membangunkan seisi kota saat fajar menyingsing menyapa Kota.

Adzannya memang khas. Hingga bukan sebuah kebetulan juga jika Prince
(Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat Subuh
berjamaah disana.

Adzan itu ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa
seminggu terakhirnya di kota Riyadh. Hingga jadwal penerbanganpun
tiba. Ditiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am,
artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya.

Ammar bangun lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid,
untuk mencari bis menuju bandara King Abdul Azis Riyadh yang hanya
berjarak  kurang dari 30 menit dari pusat Kota.

Amar sudah duduk diruang tunggu dibandara, Penerbangan sepertinya
sedikit ditunda, kecemasan mulai meliputinya. Ia harus pulang
kenegerinya tanpa uang sedikitpun, padahal lima tahun ini tidak
sebentar, ia sudah berusaha semaksimal mungkin.

Tapi inilah kehidupan, ia memahami bahwa dunia ini hanya
persinggahan. Ia tidak pernah ingin mencemari kedekatannya dengan
Penggenggam Alam semesta ini dengan mengeluh. Ia tetap berjalan
tertatih memenuhi kewajiban kewajibannya, sebagai Hamba Allah,
sebagai Imam dalam keluarga dan ayah buat anak anaknya. Diantara
lamunan kecemasannya, ia dikejutkan oleh suara yang
memanggil manggil namanya.Suara itu datang dari speaker dibandara
tersebut, rasa kagetnya belum hilang Ammar dikejutkan lagi oleh
sekelompok berbadan tegap yang menghampirinya.

Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya
berkata ”Prince memanggilmu”. Ammarpun semakin kaget jika ia
ternyata mau dihadapkan dengan Prince. Prince adalah Putra Raja,
kerajaan Saudi tidak hanya memiliki satu Prince. Prince dan Princess
mereka banyak tersebar hingga ratusan diseluruh jazirah Arab ini.
Mereka memilii Palace atau Istana masing masing.

Keheranan dan ketakutan Ammar baru sirna ketika ia sampai di
Mesjid tempat ia menginap seminggu terakhir itu, disana pengelola
masjid itu menceritakan bahwa Prince merasa kehilangan dengan Adzan
fajar yang biasa ia lantunkan.

Setiap kali Ammar adzan prince selalu bangun dan merasa
terpanggil.. Hingga ketika adzan itu tidak terdengar, Prince merasa
kehilangan. Saat mengetahui bahwa sang Muadzin itu ternyata pulang
kenegerinya Prince langsung memerintahkan pihak bandara untuk
menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar yang saat itu sudah
mau terbang untuk kembali ke Negerinya.

Singkat cerita, Ammar sudah berhadapan dengan Prince. Prince
menyambut Ammar dirumahnya, dengan beberapa pertanyaan
tentang alasan kenapa ia tergesa pulang ke Sudan.

Amarpun menceritakan bahwa ia sudah lima tahun di Kota Riyadh ini
dan tidak mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta gaji yang
cukup untuk menghidupi keluarganya.

Prince mengangguk nganguk dan bertanya: “Berapakah gajihmu dalam
satu bulan?” Amar kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak
pernah tetap. Bahkan sering ia tidak punya gaji sama sekali, bahkan
berbulan bulan tanpa gaji dinegeri ini.

Prince memakluminya. Beliau bertanya lagi: “Berapa gaji paling besar
dalam sebulan yang pernah kamu dapati?”

Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama
lima tahun kebelakang. Ia lalu menjawabnya dengan malu: “Hanya SR
1.400″, jawab Ammar.

Prince langsung memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung
uang. 1.400 Real itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya
adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Saat itu juga
bendahara Prince menghitung uang dan menyerahkannya kepada Amar.

Tubuh Amar bergetar melihat keajaiban dihadapannya. Belum selesai
bibirnya mengucapkan Al Hamdalah, Prince baik itu menghampiri dan
memeluknya seraya berkata: ”Aku tahu, cerita tentang keluargamu yang
menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang
ini. Lalu kembali lagi setelah 3 bulan. Saya siapkan tiketnya untuk
kamu dan keluargamu kembali ke Riyadh. Jadilah Bilall dimasjidku..
dan hiduplah bersama kami di Palace ini”

Ammar tidak tahan lagi menahan air matanya. Ia tidak terharu dengan
jumlah uang itu, uang itu memang sangat besar artinya di negeri
Sudan yang miskin. Ammar menangis karena keyakinannya selama ini
benar, Allah sungguh sungguh memperhatikannya selama ini,
kesabarannya selama lima tahun ini diakhiri dengan cara yang indah.

Ammar tidak usah lagi membayangkan hantaman sinar matahari
disiang hari yang mengigit kulitnya. Ammar tidak usah lagi
memikirkan kiriman tiap bulan untuk anaknya yang tidak ia ketahui
akan ada atau tidak. Semua berubah dalam sekejap!

Lima tahun itu adalah masa yang lama bagi Ammar. Tapi masa yang
teramat singkat untuk kekuasaan Allah. Nothing Imposible for
Allah, Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah..

Bumi inipun Milik Allah,..

Alam semesta, Hari ini dan Hari Akhir serta Akhirat berada dalam
Kekuasaan Nya.

Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan. Ini adalah cerita nyata
yang tokohnya belum beranjak dari kota ini, saat ini Ammar hidup
cukup dengan sebuah rumah di dalam Palace milik Prince. Ia
dianugerahi oleh Allah di Dunia ini hidup yang baik, ia menjabat
sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat kota Riyadh.

Subhanallah…

Seperti itulah buah dari kesabaran.

“Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya. Jika
kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti
pribadimu belum mampu menetapi kesabaran karena sabar itu tak ada
batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam
naungan keridhaan Nya”. (NAI)

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar”. (Al Fushilat 35)

Allahuakbar!

Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya

------------------------------------------------------------------
- Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913 -
- Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com -

Rasulullah SAW bersabda, Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, 
seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga.
(Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu) (HR. Bukhari)

Kirim email ke