From: Denmas Marto 

Jangan Bertanya "Mengapa"....

Jangan Bertanya "Mengapa", Tanyakan "Apa Tujuannya" 
Kita memasuki tahun 2005 dengan hati yang berat. Musibah gempa bumi dan 
gelombang tsunami yang melanda Banda Aceh dan Sumatera Utara serta sejumlah 
negara di Asia dan Afrika, tepat satu hari setelah Natal, mengubah suasana 
perayaan menyongsong tahun baru menjadi masa perkabungan nasional, dan bahkan 
internasional. 
Sebenarnya, perkabungan justru merupakan peristiwa dan kesempatan yang positif. 
Peristiwa duka selalu muncul secara tak terduga dan tidak kita harapkan, namun 
lebih banyak hikmah yang dapat kita pelajari darinya daripada peristiwa 
gembira. Menurut Pengkhotbah 7:2-4: "Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada 
pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; 
hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih lebih baik dari pada 
tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di 
rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria." 
Alkitab menggarisbawahi bahwa kekuatan untuk memikul penderitaan dan kemampuan 
untuk mencerna serta mengunyah penderitaan membuat kita menjadi lebih 
memanusia. 

Di tengah situasi semacam ini, pertanyaan besar yang kerap menggantung adalah 
MENGAPA. Mengapa bencana mahadahsyat ini terjadi? Kalau Tuhan itu baik, mengapa 
Ia membiarkan kemalangan sehebat ini menimpa manusia? Kalau benar-benar ada 
Allah, kenapa begitu banyak penderitaan di dunia? 

Kita akan melihat bagaimana Yesus menanggapi pertanyaan semacam itu. 

Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang 
orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang 
mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini 
lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka 
mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak 
bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan 
belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya 
dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku 
kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara 
demikian." (Lukas 13:1-5) 

Tampak bahwa Yesus bermaksud meluruskan perspektif mereka. Mereka tidak perlu 
mempeributkan yang mati - nasib orang-orang Galilea itu telah berada di tangan 
Allah yang adil dan berdaulat. Mereka justru perlu berintrospeksi diri. Hikmah 
apa yang mereka petik dari peristiwa tragis yang menimpa orang-orang Galilea 
itu? Apakah hal itu mengubah cara pandang mereka tentang hidup dan kehidupan 
ini? Apakah hal itu menggugah mereka untuk mengubah perilaku dan gaya hidup 
mereka? Apakah mereka menjadi lebih arif, menyadari kefanaan hidup ini? Apakah 
itu mendorong mereka untuk mengumpulkan harta di surga, bukan di bumi ini? 

Bandingkan dengan: 

Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. 
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang 
ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab Yesus: 
"Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah 
harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang 
mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada 
seorangpun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia." 
(Yohanes 9:1-5) 

Ada penderitaan-penderitaan yang hebat, yang tak tertanggungkan. 
Penderitaan-penderitaan yang sulit dijelaskan melalui penalaran logika manusia. 
Dalam kasus-kasus seperti ini, pertanyaan MENGAPA tidak lagi relevan. 
Pertanyaan itu secara khusus menyebabkan kita melihat ke belakang, pada sesuatu 
yang tidak bisa kita ubah. 
Pertanyaan yang lebih tepat untuk kita ajukan adalah, "Apa tujuan semua 
peristiwa ini? Apa maknanya bagi hidup dan kehidupan? Apa makna di balik 
peristiwa yang tampaknya tidak adil ini? Apa hikmah yang dapat kita petik, 
pelajari yang dapat kita cerna? Masa depan seperti apa yang Tuhan kehendaki di 
atas semua penderitaan ini?" 

Penderitaan mengajar kita untuk rendah hati 
Pikiran manusia cenderung ingin tahu. Kita ingin menemukan jawaban atas semua 
pertanyaan dan mengisi titik-titik. Namun, kenyataannya, kita tidak mengetahui 
segala sesuatu. 
Kehidupan dengan Tuhan itu sebagian melalui pengetahuan, dan sebagian melalui 
iman. Kitab Ayub memberikan contoh tentang apa yang tidak dapat kita ketahui: 
sebuah adegan di surga. Dalam uraian yang tidak lazim ini, Iblis menghadap 
Allah dan mengeluh tentang Ayub serta mendakwa bahwa Ayub hidup saleh hanya 
karena keegoisan, bahwa Ayub melayani Allah hanya karena apa yang dia dapatkan 
(kekayaan, keluarga, kesuksesan, perlindungan). 

Allah membuktikan bahwa Iblis keliru. Namun untuk melakukannya, Allah 
mengangkat perlindungan atas Ayub dan mengizinkan Iblis membawa Ayub mengalami 
penderitaan yang hebat. Ayub tidak pernah menyaksikan adegan di surga itu. 
Bahkan sewaktu Allah berbicara kepadanya pada bagian akhir kitab, Allah tidak 
menjelaskan alasan di balik penderitaan Ayub. Namun Allah mengizinkan Ayub 
melihat sekilas kedahsyatan kuasa-Nya dan betapa sedikitnya yang Ayub ketahui 
tentang Allah. Iblis masih tetap bekerja di dunia. Banyak adegan yang tidak 
Anda ketahui, dan banyak hal tentang Allah yang tidak mampu Anda selami. 
Meskipun demikian, Anda dapat tetap percaya. 

Ketegangan antara penyebab dan tujuan 
Alkitab kadang-kadang menjelaskan suatu peristiwa dengan dua keterangan yang 
berbeda, yang tidak jarang tampak berlawanan. Namun, kita akan dapat 
memahaminya dengan lebih baik apabila kita mengerti perbedaannya. Penjelasan 
pertama biasanya berkaitan dengan penyebab langsung peristiwa tersebut; adapun 
penjelasan kedua bekaitan dengan makna tertinggi dan tujuan akhir peristiwa 
tersebut. 

Penangkapan, penyiksaan dan penyaliban Yesus adalah penderitaan yang sangat 
brutal, seperti sekilas digambarkan dalam The Passion of the Christ. Pertanyaan 
yang kerap muncul: Apakah Alkitab -- dan juga The Passion -- menyatakan bahwa 
orang Yahudi membunuh Yesus? (Injil Yohanes dan The Passion dituduh "berbau" 
anti-Semitisme). Jawabannya adalah: Ya dan Tidak. 
Ya, orang Yahudi -- atau lebih tepatnya beberapa orang Yahudi, bersama dengan 
beberapa orang Romawi -- orang-orang yang disesatkan oleh Iblis -- telah 
menyebabkan kematian Yesus. Namun, itu bukan penjelasan yang lengkap. 

Ada alasan kedua. Alkitab juga mengajarkan bahwa Allah mengutus Anak-Nya untuk 
mati menebus dosa dunia. Ini adalah tujuan, bukan penyebab, yang dapat kita 
pahami dari perspektif kedaulatan Allah. Penjelasan ini melengkapi penjelasan 
pertama tadi. Ketika kita merayakan Paskah, kita berfokus pada tujuan kematian 
Yesus, dan menjadikannya titik tolak untuk mengucap syukur. (Bayangkan 
seandainya fokus perayaan Paskah pada penyebab kematian Yesus!) 
Contoh lainnya adalah kisah Yusuf. Alkitab menyatakan secara terang-terangan 
bahwa 1) Yusuf dibuang ke Mesir akibat kecemburuan saudara-saudaranya. Namun, 
kemudian Yusuf sendiri bersikeras menyatakan bahwa 2) "Jadi bukanlah kamu yang 
menyuruh aku ke sini, tetapi Allah" (Kej. 45:8). Pernyataan yang pertama 
mengacu pada penyebab, pernyataan kedua mengacu pada tujuan. Seandainya Yusuf 
memusatkan perhatian hanya pada fakta pertama -- bahwa saudara-saudaranya 
membuangnya ke Mesir -- ia akan kepahitan dan tidak mampu melihat gambaran 
besar pengalamannya, atau tujuan yang Allah tetapkan baginya. 

Hal krusial yang perlu kita perhatikan, bukan berarti kita lalu mengabaikan 
berbagai penyebab penderitaan dan terjebak dalam fatalisme ("Yah, semua ini 
memang sudah kehendak Tuhan.") Kalau penyebab suatu penderitaan jelas dan 
mungkin diatasi, sudah pada tempatnya kita memperbaiki dan mengubahnya. Sesuai 
dengan anugerah yang Tuhan berikan, kita diberi amanat untuk melenyapkan 
penyebab penderitaan yang dapat kita tangani -- misalnya, riset untuk menemukan 
penangkal virus atau bakteri penyebab sakit-penyakit; melawan budaya korupsi 
dan imoralitas, dsb. 

Waktu untuk menunjukkan kepedulian 
Pertanyaan lain yang kerap bermunculan, "Apakah Allah peduli? Di mana Allah 
ketika kemalangan menimpa kita?" 
Jawabannya sederhana: Dia ada di sana, Dia turut berduka, Dia turut menanggung 
penderitaan kita. 
Ketika murid-murid dilanda gelombang badai, Yesus ada di perahu. 
Ketika Lazarus meninggal, Yesus menangis. 
Kisah Para Rasul mencatat: "Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia 
dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat 
baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai 
Dia." (Kis. 10:38) 

Namun, dalam konteks kekinian, pertanyaan itu seharusnya ditujukan kepada 
Gereja, yang adalah Tubuh Kristus -- dan kepada kita, orang-orang Kristen, para 
pengikut Kristus. Apakah Gereja peduli? Di mana Gereja ketika penderitaan 
melanda dunia? Apakah kita menampakkan wajah Kristus bagi dunia? 
Saat bom atom pertama dijatuhkan ke Hiroshima, dr. Fumio Shigeto sedang 
menunggu mobil sekitar satu mil dari pusat ledakan. Terguncang dan kalut, ia 
terlindung dari ledakan itu karena berada di sebuah gedung beton. 

Di sekelilingnya orang-orang yang terluka menjerit-jerit. Seorang dokter dengan 
tas kecil di tangannya, ia pun segera menyadari ketidakmampuannya. Ia 
memerlukan sepasukan dokter, perawat dan teknisi. Ia memerlukan berton-ton 
obat-obatan. Ia memerlukan setiap ranjang di puluhan rumah sakit. Apa yang 
dapat dilakukan seorang pria dengan perlengkapan terbatas di tengah kebutuhan 
yang amat dahsyat itu? Dokter Shigeto membuka tas medisnya, dan mulai merawat 
orang yang tergeletak di dekat kakinya. 
Saat ini kita menghadapi kondisi serupa. Di tengah bencana nasional yang 
menimpa bangsa ini, apa yang bisa kita sumbangkan untuk memperbaiki keadaan? 
Apa yang bisa dilakukan oleh satu orang biasa menghadapi tantangan yang begitu 
besar ini? 

Tuhan Yesus juga tergerak menyaksikan orang banyak yang telantar seperti 
kawanan domba tanpa gembala. Namun, Ia menjamah dan menyembuhkan orang satu per 
satu. Sikap seperti itu pula tampaknya yang Tuhan kehendaki dari kita. Tuhan 
tidak menuntut kita menolong semua orang atau menjadi penyelamat bangsa. Dan 
kita memang tidak akan mampu untuk melakukannya. Namun, pelayanan sekecil apa 
pun yang dapat kita lakukan, yang kita lakukan sebaik-baiknya dan dengan 
setulus-tulusnya, toh akan mendatangkan perubahan juga. 
Jadi, marilah kita, di tengah suasana berkabung ini, menyongsong tahun baru ini 
dengan penuh pengharapan. 
Bagaimanapun kondisi saat ini, Allah memiliki gambaran besar yang jauh lebih 
indah, melampaui apa yang mampu kita pikirkan atau kita bayangkan. "Kita tahu 
sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan 
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil 
sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28) 
Dan sementara itu, marilah kita juga mengulurkan tangan kepedulian, untuk 
menolong dan turut menanggung beban saudara-saudara kita yang menderita. *** 
(02/01/2005) 
Bacaan: 
  a.. MH, "Penderitaan", Kompas, 1 Januari 2005, h. 11. 
  b.. Ralph D. Winter, "Most mission enigmas hinge on our interpretation of the 
Bible", Mission Frontiers, May-June 2004, h. 4-5. 
  c.. "How can I handle my doubts about God?", Christianity Today, di-download 
31 Desember 2004.
Catatan Denmas Marto | Puisi, Fiksi, Renungan, Film, Buku, Artikel
http://www.geocities.com/denmasmarto 
=========================================
From: Mang_Ucup 

Allah yang Cuek Bebek

Sejak terjadinya musibah Tsunami, manusia mulai berpaling kepada Allah dgn 
caranya masing2. Mulai dari yg mempertanyakan tentang keberadaan-Nya Allah s/d 
yg menganalisa maupun yg menafsirkan perbuatan-Nya, bahkan mang Ucup sendiri 
telah mengajak para pembacanya untuk men-Demo Allah!
Inti dari pertanyaannya hampir semuanya sama: "Kalau Allah itu ada kenapa Ia
membiarkan hal ini terjadi? Apakah ini takdir? Apakah ini merupakan hukuman 
dari Allah bagi umat-Nya yg 'Ndableg? Apakah ini berupa tanda akan terjadinya 
kiamat?" Ataukah juga untuk membuktikan, bahwa Allah itu sebenarnya kurang 
sakti, bahkan bisa2 juga Ora Ono! Bahkan tidak sedikit manusia yg tadinya 
menganggap Allah itu sebagi TUHAN sekarang berubah
menjadi HANTU!

Seperti pertanyaan gendhengnya si Ucup: "Where are U God?" mana mungkin Q-ta 
akan bisa menjawabanya, lebih logis kalho mang Ucup menanyakan: "Where is 
Wied?" karena udah ditinggal minggat bininya selama ber-bln2!
Maka dari itu percuma azah lho nungging tiap hari sambil komat-kamit 
mengucapkan mantera "jadilah kehendak-Mu", tetapi pada saat kehendak-Nya 
terjadi seperti musibah Tsunami ini  mulailah dipertanyakan, apakah 
tindakan-Nya ini bijaksana? Apakah tindakan-Nya ini sesuai dgn ajaran 
kasih-Nya? 

Jawablah dgn jujur dan renungkanlah baik2, bacalah sekali lagi kata demi kata 
seluruh text doa "Bapa Kami", disitu Anda bisa melihat dgn jelas, bahwa semua 
permohonan yg Anda ajukan kepada Bapa di sorga, "Tanpa perkecualian" semuanya 
telah dikabulkan oleh-Nya, Anda minta makanan secukupnya ini dikabulkan, bahkan 
dgn secara berlebihan, sehingga kadar kolestrol maupun berat badan jadi naik, 
minta kesalahan2 Anda diampuni inipun dikabulkan, walaupun Anda sendiri jarang 
mo menepati janji Anda dimana Anda mau
memaafkan juga kesalahan orang lain terhadap diri Anda. 

Jadi singkat katanya semua yg Lho mohon dan minta dlm doa  - tiap hari itu udah 
beneran terjadi! Tetapi kebalikannya walaupun Lho ngoceh tiap hari "jadilah 
kehendak-Mu' pada saat kehendak-Nya terjadi dgn dikirimnya musibah Tsunami Lho 
malahan jadi bingung, bahkan ngambek, piye Mas?
Manusia sekolong langit boleh mikirin apa saja dan menilai Allah itu apa saja, 
Ia sendiri akan tetap cuek bebek, Lho boleh ngambek ato mendiskusikannya ampe 
mulut Lho berbuih dan bibir jadi dower dan dobleh mirip Mik Jeger, Ia tetap 
akan memegang prinsip Emangnya Gw Pikirin (EGP)! Lho boleh jungkir balik ber 
Nu-Buat, tetapi tetap akan Ku-Buat!

Sebenarnya bagi mang Ucup, perkataan "jadilah kehendak-Mu" dlm doa Bapa Kami 
itu,  hanya sekedar basa-basi azah ato lippservice - pemanis bibir begichu, 
agar Lho kagak sewot apabila kehendak-Nya terjadi. Disamping itu text ini udah 
kadaluarsa, sebab yang  kita doakan agar terjadi kehendak-Nya hanya dibumi 
seperti di sorga azah, bagaimana di planet2 lainnya seperti di Mars, Venus 
dll-nya, apakah disana hanya kehendak si Iblis yg terjadi. Ingat tidak lama 
lagi manusia akan mendarat di planet Mars lho, apakah disana masih termasuk 
wilayah kekuasaan-Nya Allah?
Pikir tuh pake jidat ampe ngebul kepanasan: "Apakah pernah terjadi sesuatu di 
bumi ini tanpa ada yg sesuai dgn kemauan ato kehendak-Nya?" Never! - Jadi 
ngapain harus di ulang dan disebut lagi dlm doa, karena toh Allah akan selalu 
melakukan sesuai dgn kehendak-Nya, jadi daripada susah2 mengucapkan "jadilah 
kehendak-Mu" mungkin lebih baik diganti jadi "karep-Mu azah deh"!

Oleh sebab itulah menurut mang Ucup, daripada kita buang waktu untuk 
menafsirkan ato menganalisa tindakan-Nya, lebih baik kita mengimani dan 
meng-Amin-kan, bahwa Allah kita itu adalah Allah yg benar2 pengasih dan 
penyayang! Kalho begitu kenapa Ia membiarkan umat-Nya menderita?
Ia pasti mempunyai suatu alasan yg kuat untuk ini, walaupun mang Ucup bisa tahu 
sekalipun, ini tidak mungkin akan bisa merubah kenyataan dgn apa yg telah 
terjadi akibat Tsunami ini.

Perlu Anda ketahui bukan hanya sekedar umat-Nya saja yg kudu menderita, tetapi 
illahnya umatnya Nasrani itu adalah Allah yg menderita. Lambang dari umat 
Kristen adalah salib atau lambang penderitaan, lihat saja entah itu dlm bentuk 
gambar ato pantung, tidak pernah ada illah-illah lainnya yg digambarkan dlm 
keadaan yg sedemikian menderita dan sengsaranya seperti Yesus.
"Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan maka Ia dapat 
menolong mereka yang dicobai." (Ibrani 2:18)

Cobalah Anda bayangkan kepada satu sosok yang tersika tergantung di kayu salib 
di mana tangan dan kakinya dipaku,punggung nya robek, anggota tubuhnya 
terenggang kuat, darah mengalir di kepalanya karena mahkota duri, mulutnya 
kering karena haus, dilupakan Tuhan. Itulah Tuhan bagi saya ! Ia meninggalkan 
semua otoritasnya terhadap kesakitan. Ia masuk dalam dunia kita darah dan 
daging, airmata dan kematian. Ia menderita untuk kita. Penderitaan kita dapat 
dihadapi dalam terangNya. Sekalipun masih banyak tanda tanya
terhadap penderitaan manusia, tapi di balik semua itu kita mempunyai tanda lain 
yaitu salib yang melambangkan penderitaan ilahi. Apakah Anda masih meragukan 
akan penderitaan-Nya Yesus - Allah Tuhan kita?

Oleh sebab itulah daripada kita mendiskusikan ataupun mempertanyakan mengenai 
"Apa yang diperbuat oleh Allah?" Lebih baik kita menanyakan "Apa yang bisa kita 
buat untuk Allah?" agar bisa meringankan beban para korban Tsunami sekarang 
ini. Bukankah Tuhan telah berfirman: "Ketahuilah: waktu kalian melakukan hal 
itu, sekalipun kepada salah seorang dari saudara-saudara-Ku yang terhina, 
berarti kalian melakukannya kepada-Ku!"
(Matius 25:40) - Amin

Dan janganlah hati maupun pikiran kita sampai di kotori oleh praduga negativ 
"Jangan-Jangan" sumbangan Gw nanti di sunat oleh para Pemakan Bangke, sebab 
berapapun banyaknya yg akan Anda berikan, tidak satu sen pun juga akan 
berkurang di dlm catatan pembukuan surgawi, sumbangan Anda akan dilihat dan di 
ingat sepenuh-Nya oleh Allah! 

Maranatha
Mang Ucup - The Drunken Priest
Email: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: www.mangucup.org

[Non-text portions of this message have been removed]



-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
     Mailing List Jesus-Net Ministry Indonesia - JNM -
Daftar : [EMAIL PROTECTED]
Keluar : [EMAIL PROTECTED]
Posting: jesus-net@yahoogroups.com

Bantuan Moderator : [EMAIL PROTECTED]
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/jesus-net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke