From: Yogi T 

Lima Jabatan dari Allah: Yesus Kristus

"Dan Ialah (Yesus Kristus) yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, 
baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, 
untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi 
pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan 
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat 
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, ..." (Efesus 4:11-13)

"Christ chose some of us to be apostles, prophets, missionaries, pastors, and 
teachers, so that his people would learn to serve and his body would grow 
strong. This will continue until we are united by our faith and by our 
understanding of the Son of God. Then we will be 
mature, just as Christ is, and we will be complitely like him." (Ephesians 
4:11-13; CEV)

Shalom, 
Saudara dan saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus,
Yesus datang ke dunia sebagai manusia. Ia adalah Firman Allah yang hidup, sudah 
ada sejak semula dan selalu bersama-sama dengan Allah dan Ia adalah Allah. 
Namun, Ia rela menanggalkan semua atribut ke-Allah-an Nya dan mengambil rupa 
sebagai seorang hamba. Apa yang Dia lakukan sebagai seorang manusia?

1. Yesus adalah seorang Nabi.
Banyak orang menganggap Dia sebagai Yohanes pembabtis, Elia, ataupun salah 
seorang nabi. Dan memang benar, bahwa Yesus adalah seorang nabi. Ia diutus oleh 
Allah Bapa dan melakukan semua yang dikehendakiNya. Dan sebagai seorang nabi, 
Ia bernubuat, tentang apa yang terjadi pada Yerusalem, apa yang terjadi dengan 
dunia ini, hari kiamat, bahkan Ia menubuatkan kematianNya dan kebangkitaNya 
sendiri.

2. Yesus adalah seorang Rasul.
Ia bukan saja diutus oleh Allah, tetapi juga bahwa Ia datang dari Allah. Ia 
adalah pemilik kerajaan Sorga, dan juga pencipta dumia ini, namun walaupun Ia 
datang ke dunia, dunia tidak mengenalNya. Ia membuktikan kerasulannya dengan 
mengadakan banyak tanda dan mujizat. Orang sakit disembuhkan, orang lumpuh bisa 
berjalan, orang mati dibangkitkan, air berubah menjadi anggur, berjalan diatas 
air, memberi makan 5000 orang, menghardik badai, mengusir setan-setan, dsb. 

3. Yesus adalah seorang Penginjil.
Setelah Ia dibabtis oleh Yohanes pembabtis, Ia pun mulai melakukan pekerjaanNya 
sebagai pemberita kabar baik. Bertobatlah, kerajaan Allah sudah dekat! Lalu Ia 
membuat banyak orang menjadi percaya kepadaNya dan murid-murid Yesus membabtis 
mereka. Yesus datang bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa, 
agar mereka mau berbalik dari jalan mereka yang jahat. Seringkali Yesus 
berkata: Dosamu telah dihapus, pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi, atau 
imanmu telah menyelamatkan engkau.

4. Yesus adalah seorang Gembala.
Yesus adalah gembala yang baik, dan gembala yang baik rela memberikan nyawanya 
bagi domba-dombanya. Ia membuktikan ajaran kasih yang selalu diberitakannya. 
Lewat kitab para nabi sebelumnya, Ia tahu bahwa Ia harus merelakan nyawaNya 
demi menebus semua dosa manusia. Ia adalah kurban yang kudus, lahir tanpa dosa, 
hidup tanpa dosa, dan mati untuk 
menanggung semua dosa. Adam, manusia pertama, jatuh dalam dosa dan begitupun 
semua keturunannya. Tidak ada kurban yang sempurnya dari manusia berdosa, 
kecuali Allah sendiri yang turun tangan, merelakan diriNya menjadi manusia.

5. Yesus adalah seorang Pengajar.
Matius 5-7 tentang kotbah di bukit adalah bukti bahwa Yesus mengajar orang 
banyak. Mereka kagum kepada Yesus, karena Ia mengajar tidak seperti ahli 
Taurat. Ia mengajar dengan kuasa. Kata-kataNya penuh kuasa, sebab apa yang Ia 
ajarkan berasal dari Bapa di Sorga. Yesus adalah gambaran utuh dari Allah yang 
tidak kelihatan. Siapa yang melihat Yesus, sama saja dengan melihat Allah Bapa 
(Yoh 14:7). Dan sebagai seorang pengajar, Ia juga melakukan apa yang 
diajarkanNya. Ia menyatakan dirinya sebagai sang Kebenaran, artinya samasekali 
tidak ada dusta dalam diriNya.

Tuhan Yesus memberkati.
========================================
From: Anastasia Emma Mustika Dewi 

Belajar menjadi miskin

Oscar Lewis, seorang antropolog, mengungkapkan bahwa masalah kemiskinan 
bukanlah masalah ekonomi, bukan pula masalah ketergantungan antar negara atau 
masalah pertentangan kelas. Memang hal-hal tadi dapat dan merupakan penyebab 
kemiskinan itu sendiri tetapi menurut Lewis, kemiskinan itu sendiri adalah 
budaya atau sebuah cara hidup. Dengan demikian karena kebudayaan adalah sesuatu 
yang diperoleh dengan belajar dan sifatnya selalu diturunkan kepada generasi 
selanjutnya maka kemiskinan menjadi lestari di dalam masyarakat yang 
berkebudayaan kemiskinan karena pola-pola sosialisasi, yang sebagian besar 
berlaku dalam kehidupan keluarga. (Kisah Lima Keluarga, Yayasan Obor Indonesia, 
Jakarta 1988). 
Kebudayaan kemiskinan bukanlah monopoli mereka  yang secara ekonomi tidak 
memiliki sumber-sumber produksi, distribusi benda-benda, dan jasa ekonomi. 
Kebudayaan kemiskinan juga dimiliki mereka yang  oleh kita dianggap kaya atau 
bermodal. Dalam cakupan budaya kemiskinan beberapa hal dapat menunjukkan 
keberadaannya seperti meliputi tingkah laku kasar dalam keluarga yang selalu 
menjadi masalah mereka yang miskin,  perasaan tidak puas atau tidak enak yang 
berkelanjutan, kurangnya cinta kasih, retaknya nilai-nilai moral dan etika, 
serta ketiadaan akses kepada kapital alias modal. Hal-hal ini dapat terjadi 
dalam kelaurga kaya sekalipun. Pada intinya walaupun sebuah keluarga atau 
masyarakat dianggap kaya tetapi jika gaya hidup dan cara hidupnya menunjukkan 
ciri-ciri kemiskinan maka mereka "mengidap" apa yang disebut kebudayaan 
kemiskinan. 
Jadi walaupun sudah kaya raya tetapi ternyata seorang teman masih saja tidak 
bisa melepaskan berbagai cara kekerasan yang dilakukan bapaknya dulu ketika 
mendidik dia dan saudara-sudaranya. Dia bilang "Wah seperti refleks mas Wiji, 
saya itu tidak ingin dan tahu berkata kasar serta mencambuk anak itu tidak baik 
tapi saya lakukan juga, sepertinya tidak ada pilihan lain untuk mendisiplinkan 
anak saya itu." Atau beberapa tingkah orang kaya baru 
yang kadang norak dan aneh-aneh nampaknya juga menunjukkan perasaan tidak 
enak, tidak nyaman, dan tidak puas yang berkelanjutan. 
Kata para ahli, apa yang disebut cara hidup miskin ini merupakan "penyakit" 
hampir di semua belahan bumi yang menurut ukuran negeri kapitalis (maju) adalah 
negeri yang sedang berkembang atau  miskin? padahal bisa jadi kalau diukur 
kekayaan alamnya bisa lebih kaya. Negara-negara yang biasanya pernah dijajah 
dan mengalami benturan budaya karena terkejut 
dan tidak bisa menerima kemajuan teknologi. Di satu sisi beberapa negara ini 
masih memiliki kebudayaan petani yang kental tetapi tiba-tiba juga harus 
menghadapi kebudayaan material yang diusung oleh negara kapitalis tersebut dan 
menguasai hampir semua lini kehidupan. Jadi kemiskinan di sini dilanggengkan 
karena secara langsung ataupun tidak langsung dipelajari dan dipraktekkan cara 
hidupnya oleh masyarakat pendukungnya. 
@@ 
Sekolah di mana saya bekerja rupanya menjadi bagian dari lembaga yang 
melanggengkan hal tersebut. Pada masa sekitar tahun 60-80-an sekolah ini 
merupakan sekolah yang cukup berjaya. Gaji gurunya melebihi gaji pegawai negeri 
pada masa itu. Ditawari menjadi pegawai negeri guru-guru tersebut tidak mau. 
Bahkan dengan bangga mereka bisa memamerkan sepeda pemberian dari Yayasan Pusat 
yang belum tentu dapat diperoleh pegawai negeri saat 
itu. Sekilas sepertinya sekolah ini maju pesat. Tetapi ternyata semua itu 
terjadi karena ada dukungan dana dari Belanda untuk operasionalisasi semua 
kegiatan disekolah ini. 
Sekolah hampir tidak mengadakan pembaharuan ataupun rencana-rencana untuk masa 
depan. Yang kemudian terjadi adalah rebutan rejeki sehingga sebisa mungkin 
saudara ataupun teman menjadi bagian dari Pengurus Yayasan ataupun Guru di 
sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Pengelola. 
Dapat ditebak situasinya adalah situasi aman karena mendapat sokongan. 
Tidak ada budaya berusaha, tetapi seperti sebuah involusi, dana bantuan yang 
harusnya dikembangkan itu malah dibuat supaya dapat menghidupi banyak sekali 
para kolega maupun saudara. Seperti sepetak sawah yang kemudian dikerjakan oleh 
banyak orang hanya supaya semua orang kebagian rejeki. 
Sebuah cara hidup miskin karena ketiadaan sumber produksi dan ketiadaan 
pengetahuan mengelola sumber produksi maka apa yang ada dimaksimalkan dengan 
cara di buat "padat karya". Jelas hal ini akan menjauhkan kita dari kemajuan. 
Ketika traktor berperan habislah model pertanian ini.  
Kembali ke sekolah tadi. Dalam situasi seperti ini jelas anak-anak sadar atau 
tidak sadar diajak untuk belajar menjadi miskin. Mereka selalu melihat bahwa 
saudara-saudara Guru mereka yang lebih berperan dan Guru-guru juga selalu 
menekankan bahwa kekayaan sepertinya adalah sebuah wahyu bukan karena usaha. 
Sisa-sisa pengajaran mereka itu masih dapat dilihat sampai sekarang. Seorang  
Guru berkata "Nasib Mas Wiji, dulu kita jaya sekarang terpuruk." Kepada 
murid-murid dia berkata, "Kamu belajar yang rajin, dan nanti kalau nasibmu baik 
jangan lupa kepada sekolah ini". 
Jadi nasib baik saja yang menentukan. Nasib baik siapa tahu mendapat donatur 
lagi atau menjadi kaya. Arogansi ketika mereka merasa lebih baik dari pegawai 
negeri juga membuat keinginan maju tidak ada. Maka gaya mengajar dan juga 
situasinya minimalis sekali.  Miskin kreatifitas. Yang ada rutinitas. 
Datanglah badai itu. Bantuan dari Belanda karena permasalahan politik 
dihentikan sama sekali. Guru-guru dan pengurus yang tadinya bergelimang korupsi 
menjadi kalang kabut karena mereka harus menghidupi diri sendiri sementara 
saingan menjamur di mana-mana. Hampir tidak mungkin mereka menaikkan uang 
sekolah untuk menyokong pendidikan di sekolah itu karena sekolah negeri dengan 
mutu sama bisa lebih murah. Sentimen SARA makin menghambat laju sekolah ini. 
Akhirnya sang Kepala Sekolah berujar "Nasib kita memang sedang tidak baik, 
Tuhan sedang menguji kita." Ujian ini ternyata berjalan lama. Satu persatu aset 
sekolah tidak dapat digunakan dan satu-persatu sekolah-sekolah dari Yayasan ini 
ditutup sampai akhirnya tinggal satu sekolah?yang saat ini bekerja sama dengan 
tempat kerja saya. 
Keadaan ini makin diperburuk dengan saling menjatuhkan antar pengurus dan juga 
antar guru. Berebut aset yang sebenarnya tidak seberapa. 
Lalu mengapa satu sekolah itu bisa bertahan?  Jawabnya juga karena mereka 
melakukan strategi kemiskinan. Kalau melihat keseharian Guru yang sudah lama 
dan tetap bertahan, saat ini mereka sebenarnya sudah mencapai taraf kemakmuran 
secara individu. Bisa dilihat dari rumah mereka yang pasti berbata dan 
anak-anak mereka yang bisa berkuliah kebanyakan di Universitas swasta pula. 
Satu hal yang dulu sulit dilakukan Guru-guru negeri. Memang Guru-guru itu juga 
memiliki usaha lain dalam bidang pertanian sebagai dampak "pembagian" dana 
donasi dulu sehingga mereka bisa memiliki akses sumber-sumber produksi. 
Tetapi untuk memajukan sekolah sekali lagi yang dipakai adalah strategi 
kemiskinan. Rupanya sekolah itu di buat menjadi kelihatan semiskin mungkin. 
Kalau Anda pertama kali ke sana anda akan menjumpai sekolah yang tak terawat 
sama sekali dengan alsan tidak ada dana untuk perawatan. Buku hampir tidak ada. 
Penjaga sekolah tidak melakukan tugasnya sama sekali. 
Atap bocor, alat peraga tidak ada, dapur jadi satu dengan kantor, dan wc tidak 
ada airnya. Alasannya sekali lagi tidak ada uang. Lambat laun saya tahu kalau 
setiap tahun ada dana dari pemerintah untuk operasional sekolah. Bantuan alat 
peraga juga ada. Dan berbagai donatur silih berganti membantu sekolah ini. Lalu 
ke mana dana-dana bantuan tersebut? Usut punya usut dana-dana tersebut selalu 
dibagi rata untuk Guru-guru yang telah terbiasa  mendapatkan dana lebih baik 
dari pegawai negeri. Ketika bantuan tidak ada dan krisis moneter menghantam 
mereka menjadi pihak yang secara ekonomi miskin dan tidak punya akses produksi 
serta kapital lagi. 
Lambat laun, berbagai alat peraga bantuan pemerintah saya temukan. Ada yang 
disimpan di rumah penduduk dan ada pula yang disimpan di rumah penjaga sekolah. 
Saya hanya geleng-geleng kepala melihat hal ini. Beberapa dokumen dipalsukan 
hanya agar beberapa Guru memperoleh insentif dari pemerintah. Maka ketika 
beberpa perubahan kami lakukan kata yang pertama keluar dari Kepala sekolah 
"Lebih baik tidak dibantu Mas, dibantu kita 
tidak dapat apa-apa." Dengan kondisi pemiskinan tadi sudah barang tentu budaya 
kemiskinan tertanam baik dalam benak dan pikiran anak-anak. 
Semuanya serba minimalis dan bahkan dibuat tidak ada sama sekali. 
Sampai-sampai dana beasiswa tidak sepenuhnya digunakan untuk anak-anak. 
Sempurna kan? Miskinnya maksudnya. 
Dengan memiskinkan diri itulah maka sekolah selalu terlihat membutuhkan bantuan 
dan berbagai bantuan dari orang yang kasihan mengalir ke sekolah. 
Padahal kalau dipikir hanya sedikit yang akan didapat dari metode miskin ini. 
Sama sekali tidak terpikir oleh Guru-guru itu untuk membuat terobosan dengan 
memajukan sekolah dan mengolah sumber yanga ada disekolah untuk kemajuan 
sekolah. Budaya kemiskinan telah mengajarkan kepada mereka dengan hanya 
mengulurkan tangan seperti pengemis maka dana akan mengalir. 
Alasannya selalu saja ini: tidak ada yang memikirkan, Yayasan tidak melakukan 
apa-apa? ya mereka bertengkar terus, dan tidak ada uang. Tapi ketika mendapat 
uang terus digunakan untuk hal yang tidak benar bahkan untuk rebutan. 
Budaya kemiskinan jelas telah menggerogoti banyak segi dalam kehidupan bangsa 
ini. Bahkan terlembagakan dengan jeniusnya disekolah. Di beberapa sekolah 
negeri saya melihat praktek-praktek pemiskinan tersebut juga berlangsung. Dana 
insentif untuk Guru honorer masih saja dipotong dan dibagi rata kepada Guru 
yang seharusnya tidak menerima. Pemerataan katanya. Membentak dan menjewer 
adalah hal biasa juga dalam keseharian di 
sekolah. Dalam kehidupan sehari-hari kemiskinan adalah bagian dari kita dan 
berbagai cara korupsi serta kekerasan di negara ini adalah merupakan bukti 
nyata adanya kebudayaan kemiskinan tersebut. Bukti juga kalau bangsa kitapaling 
tidak dilingkungan saya bekerja?masih terjajah. Beberapa waktu lalu saya 
membaca di sebuah harian Nasional saya lupa tanggalnya negara  kita ini mungkin 
memang hanya akan bisa maju kalau terjajah karena 
mentalnya memang mental miskin dan terjajah. Bagaimana, masih mau terjajah atau 
mau maju? 
@@ 
Lalu saya teringat kepada perumpamaan tentang talenta dari Tuhan Yesus. 
Kalau kasusnya memiskinkan diri seperti tadi termasuk mengembangkan talenta 
tidak ya? Kasusnya memang rumit tapi mudah-mudahan kalau kita nanti di tanya 
Tuhan apa yang dilakukan di dunia ini kita akan mendengarkan Tuhan berkata 
"Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah 
setia memikul tanggung jawab dalam perkara 
yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang 
besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23).

[Non-text portions of this message have been removed]



-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
     Mailing List Jesus-Net Ministry Indonesia - JNM -
Daftar : [EMAIL PROTECTED]
Keluar : [EMAIL PROTECTED]
Posting: jesus-net@yahoogroups.com

Bantuan Moderator : [EMAIL PROTECTED]
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/jesus-net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke