"Di Kabupaten Ciamis, misalnya, anggaran 2004 untuk
penanganan gizi
buruk hanya Rp 10 juta, sementara jamuan makan
pemerintah Rp 4 miliar
lebih," kata Dati.

Di Kota Yogyakarta, anggaran 2004 untuk pemberdayaan
perempuan hanya
Rp 40,616 juta, sementara anggaran dana purnatugas
DPRD Rp 98 juta per
orang. Di Kabupaten Subang, bantuan ibu hamil risiko
tinggi keluarga
miskin 2004 hanya Rp 10 juta, sementara anggaran
perjalanan dinas DPRD
Rp 2,3 miliar.

Di Kulon Progo, anggaran untuk posyandu anak balita
2004 hanya Rp 4
juta, sementara anggaran pembangunan dermaga Rp 135
miliar. Di
Provinsi Yogyakarta tahun 2001, anggaran pemberdayaan
perempuan Rp 0,
sementara anggaran belanja DPRD Rp 9,7 miliar.

http://www.kompas. com/

Terlalu Sakit Hati Menjadi Orang Miskin
Mahalnya Sehat ...

Orang-orang di kolong jembatan tol paham betul bahwa
sehat itu
benar-benar mahal. Karena itu, Sudarto mencanangkan
orang miskin di
kolong jembatan tol dilarang sakit karena kalau sakit
persoalannya tak
hanya ketiadaan uang, tetapi juga bisa merembet pada
pertanyaan
legalitas kependudukan mereka.

Orang-orang terpinggirkan memang lebih rentan sakit,
tetapi mereka
punya persepsi lain soal sakit.

Kami sempat datang ke pengobatan gratis di kampung,
tetapi begitu
petugas tahu kami orang kolong tol yang ilegal, kami
ditolak dengan
alasan obat-obatan habis. Sejak itu kami bertekad
mengusahakan
kesehatan kami sendiri," kata Sudarto, penghuni
sekaligus pemimpin
komunitas (community leader) warga kolong jembatan Tol
Rawa Bebek,
Penjaringan, Jakarta Utara.

Kenangan Sudarto itu terjadi pada tahun 2002 ketika
Jakarta banjir
besar. Ongkos rumah sakit semakin mahal, sementara
mereka tak
mendapatkan kartu keluarga miskin karena tidak berhak
mendapat kartu
tanda penduduk.

"Kami ini sudah tertutup dari kemungkinan mendapatkan
fasilitas publik
dari pemerintah, seperti posyandu dan puskesmas," kata
Sudarto.

Sejak tahun 2002, masyarakat membuat inisiatif
mendirikan pengobatan
alternatif. Dipilihlah akupuntur dan accupressure. Di
bawah bendera
Kelompok Pengembangan Pengobatan Alternatif (Kembang
Pala), beberapa
orang yang mau mendalami pengobatan alternatif
berhimpun untuk
memberikan pelayanan kepada komunitasnya.

Inisiatif yang didukung Urban Poor Consortium (UPC)
itu mendapat
respons karena selama ini mereka tak dilayani
fasilitas pemerintah.
Pengobatan alternatif model China itu akhirnya menjadi
media pemersatu
warga bahwa mereka akan sehat walaupun dengan cara
berbeda.

Ditanya soal izin akupuntur, Sudarto mengatakan, dalam
situasi seperti
ini, tak perlu izin pemerintah karena yang penting
izin kepada pasien.
"Bagaimana kami mau minta izin praktik akupuntur kalau
kami ini
rata-rata tidak punya ijazah," kata Sudarto.

Bagi Sudarto, pengalaman mengobati berbagai penyakit
di lingkungan
komunitas jauh lebih mahal dibandingkan dengan
perizinan pemerintah.
Hingga kini Sudarto bersama beberapa kader pengobatan
alternatif dalam
setahun bisa melayani ribuan pasien dari 41 kampung
kaum miskin di
kota Jakarta.

"Kami punya kewajiban sosial menjaga kesehatan warga
kolong tol sini
serta kawan-kawan sesama kaum miskin kota," kata
Sudarto. Pertemuan
rutin ibu-ibu penghuni kolong tol membantu
menginformasikan secara
cepat jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit.

Dengan dukungan UPC, berbagai pelatihan pengobatan
alternatif terus
digelar, tidak hanya dari kampung ke kampung
konsentrasi kaum miskin
di Jakarta, tetapi juga di berbagai provinsi. Ketika
ditemui di
rumahnya, di kolong jembatan Tol Rawa Bebek, Sudarto
bangga
menceritakan kiprahnya melatih kaum miskin kota di
berbagai penjuru
Nusantara.

Setiap perwakilan yang dilatih biasanya akan menjadi
pemimpin
komunitas (community leader/CL) di kampungnya. "Di
Yogya sudah ada 15
CL, di Surabaya 15 CL, Kendari 17 CL, Palu 15 CL,
Palembang 10 CL,
Lampung 18 CL, Pontianak 12 CL, dan Aceh 30 CL," kata
Sudarto
mengingat-ingat orang-orang yang pernah dilatihnya.

Koordinator Pengorganisasian Komunitas UPC
Abdurrachman mengatakan,
UPC saat ini memang sedang mengampanyekan hidup sehat
dengan ikhtiar
sendiri yang lebih murah. "Istilahnya pengobatan
alternatif, ini
menjadi pilihan kami karena murah, tidak membutuhkan
alat, dan aman,"
katanya.

Kesehatan terpinggirkan

Health and Human Rights Program Officer Uplift
International, Evi
Douren, yang memiliki program kampanye makanan sehat
di pondok
pesantren Jawa Barat, mengakui, hingga kini isu
kesehatan masih
terpinggirkan. "Hal itu terjadi karena isu kesehatan
tidak seksi. Isu
kesehatan baru menjadi seksi ketika menyangkut
persoalan kuratif
saja," katanya.

Isu kesehatan baru menjadi seksi ketika ada yang
mengatakan akan
memberikan pengobatan gratis. Tetapi, kalau ada orang
yang mau
mendidik untuk tujuan jangka panjang bagaimana biar
tidak gizi buruk,
dianggap sepele.

Kaum awam menganggap kesehatan selalu diasosiasikan
dengan kedokteran.
Padahal, itu hanya salah satu bagian dari kesehatan.
Promosi
kesehatan, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
menjadi satu
kesatuan.

Evi mengakui, di tingkat pemerintah maupun lembaga
swadaya masyarakat,
gerakan kesehatan belum begitu masif. Hambatan utama
adalah pada cara
pandang kesehatan yang masih dilihat banyak orang pada
sisi kuratif
saja.

"Kita baru sadar ketika persoalan kesehatan itu
menjadi kuratif dan
memakan korban, seperti kasus gizi buruk," kata Evi.
Namun, tetap saja
kejadian-kejadian tersebut belum mampu menggerakkan
solidaritas secara
masif, tak seperti gerakan prodemokrasi dan hak asasi
manusia,
misalnya.

Kesehatan semakin hari semakin jauh dirasakan warga.
Warga harus
berikhtiar dengan caranya sendiri untuk menggapai
sehat. Memasuki
otonomi daerah, kesehatan semakin menjadi isu
pinggiran dibandingkan
dengan proyek lain yang bisa mendatangkan uang.

Simak penuturan peneliti dari Institute for
Development and Economic
Analysis, Dati Fatimah, yang meneliti soal alokasi
anggaran daerah
yang timpang. "Di Kabupaten Ciamis, misalnya, anggaran
2004 untuk
penanganan gizi buruk hanya Rp 10 juta, sementara
jamuan makan
pemerintah Rp 4 miliar lebih," kata Dati.

Di Kota Yogyakarta, anggaran 2004 untuk pemberdayaan
perempuan hanya
Rp 40,616 juta, sementara anggaran dana purnatugas
DPRD Rp 98 juta per
orang. Di Kabupaten Subang, bantuan ibu hamil risiko
tinggi keluarga
miskin 2004 hanya Rp 10 juta, sementara anggaran
perjalanan dinas DPRD
Rp 2,3 miliar.

Di Kulon Progo, anggaran untuk posyandu anak balita
2004 hanya Rp 4
juta, sementara anggaran pembangunan dermaga Rp 135
miliar. Di
Provinsi Yogyakarta tahun 2001, anggaran pemberdayaan
perempuan Rp 0,
sementara anggaran belanja DPRD Rp 9,7 miliar.

"Semua itu terjadi karena anggaran dibuat tanpa
partisipasi warga.
Perempuan yang menjadi saka guru kesehatan keluarga
sama sekali tak
dianggap sebagai bagian penting dalam aspirasi
penyusunan anggaran,"
kata Dati.

Padahal, warga desa bisa diajak mengkritisi anggaran.
Mereka bisa
marah ketika tahu APBD tak cukup menganggarkan
kesehatan anak-anak
mereka. Mereka bisa sakit hati setelah tahu pajak yang
mereka setorkan
hampir tak kembali. Memang hingga kini terlalu sakit
hati bagi orang
miskin ketika mengetahui isi APBD yang tak berpihak.
****

Penulis: Amir Sodikin __._,_.___

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.





SPONSORED LINKS
Single family home Family home finance Family home mortgage
Family home business Dan

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke