To: .........
Sent: Sunday, October 22, 2006 8:35 PM
Subject: Syam yang misterius
==========================
 
Assalaamu’alaikum wr. wb.

Syams yang misterius
Nadirsyah Hosen

Jalaluddin Rumi, sufi besar yang lahir pada 30 September 1207, dipercaya
banyak orang tidak akan pernah menjadi Rumi yang kita kenal sekarang bila ia
tidak pernah berjumpa dengan Syamsuddin Tabrizi. Diceritakan bahwa suatu
hari Rumi mengajar di kelas sebagaimana biasanya. Tiba-tiba masuk seorang
yang berpenampilan lusuh ke dalam kelas seraya mengajukan pertanyaan, "Siapa
yang lebih agung: Abu Yazid al-Busthami atau Nabi Muhammad?"
Rumi, yang langsung merasakan energi tatapan mata sang penanya menembus
jiwanya, menjawab, "Nabi Muhammad lebih agung!" Orang tersebut, yang
kemudian dikenal sebagai Syams, berkata lagi, "Mengapa Nabi Muhammad?
Bukankah Nabi mengatakan, 'Kami belum mengenal-Mu sebagaimana Engkau layak
dikenal', sementara Abu Yazid berseru, 'Betapa agung kedudukanku; mahasuci
dan mahatinggi diriku'?"

Rumi terdiam membisu. Ucapan Syams seakan-akan menunjukkan Abu Yazid, yang
mengaku mengalami "persatuan" (al-ittihad) dengan Tuhan, lebih agung
dibanding Nabi. Melihat Rumi terdiam, Syams memberitahu bahwa kehausan Abu
Yazid akan Tuhan terpuaskan sesudah minum seteguk air makrifat, sementara
Nabi Muhammad tak pernah terpuaskan, sebab beliau senantiasa haus akan
pengetahuan ilahi lebih banyak lagi. Jadi, justru di sinilah keagungan Nabi
Muhammad yang melebihi Abu Yazid.

Penjelasan Syams konon membuat Rumi jatuh, menangis dan tak sadarkan diri.
Kita tak tahu apa yang dirasakan oleh Rumi saat itu, yang jelas sejak
peristiwa itu Rumi berkhalwat bersama Syams selama tiga bulan. Rumi belajar
kembali dari awal tentang Cinta Ilahi.
Kisah di atas menggambarkan betapa Tuhan itu amat dekat dengan kita--"lebih
dekat dari urat leher kita"-- namun sebenarnya pada saat yang sama ada jarak
yang tak terhingga antara seorang hamba dengan Tuhannya. Allah itu sangat
dekat namun ia pun sangat jauh pada saat yang bersamaan.

Ilustrasi berikut mungkin bisa menyederhanakan persoalan: Ketika kita lama
tak bertemu dengan orang yang kita kasihi, di saat kita bertemu kembali kita
peluk dia dengan segenap perasaan cinta dan rindu; seakan-akan kita adalah
tubuh yang satu, hati kita menyatu dengan hatinya, hasrat dan kerinduan kita
menyatu dengan hasrat dan kerinduannya jua. Namun, pada saat itu pula kita
tetaplah kita dan kekasih kita tetaplah manusia yang lain. Begitulah, hamba
tetaplah hamba; dan Allah tetaplah sebagai Tuhan kita.

Di sinilah lahir pengakuan Nabi Muhammad bahwa beliau belum mengenal Allah
sebagaimana Allah layak dikenal. Pengakuan ini menunjukkan tidak pernah ada
kata akhir dalam mendekati dan mengenal Tuhan. Tidak bisa seorang manusia
mengklaim bahwa dia telah "bersatu" dengan Tuhan secara utuh, penuh.
Ketika seorang hamba telah mencapai satu maqam (kedudukan) di sisi Allah,
sebenarnya ia baru saja hendak mencapai maqam yang lebih tinggi. Tidak ada
maqam atau stasiun terakhir dalam berupaya mendekati Allah. Tidak ada kata
final dalam memeluk Islam!

Di bulan Ramadhan ini kita dekati Allah dengan penuh harap. Kita tundukkan
ego kita, kita tahan lapar dan dahaga demi untuk-Nya. Kita penuhi malam kita
dengan ayat suci al-Qur'an dan shalat malam. Boleh jadi di penghujung
Ramadhan "kelas" kita telah naik; maqam kita telah meningkat.
Selepas bulan ramadhan, di saat "pintu-pintu neraka di buka kembali", di
saat ikatan iblis telah dilepas kembali", pada saat itulah kita menempuh
ujian: apakah "kelas" kita akan turun lagi, atau semakin meningkat?

Pertanyaan Syams, yang kemudian menghilang secara misterius pada 1247, di
atas telah mengajari kita bahwa kita sebaiknya tak pernah puas akan amal
ibadah kita. Ramadhan sebentar lagi akan berlalu, puaskah kita hanya shalat
malam di bulan ramadhan? Cukupkah bagi kita hanya menundukkan ego di bulan
Ramadhan semata?
Seperti Rumi yang bersedia merajut kembali Cinta Ilahi dari awal, semoga
kita masih bersedia mencari Cinta Ilahi selepas Ramadhan nanti.Seperti Nabi
Muhammad, semoga kita tak pernah puas meminum "seteguk air ilahi", di dalam
Ramadhan; lebih-lebih di luar bulan Ramadhan.
 
 
 
._,___
__._,_.___

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.





SPONSORED LINKS
Single family home Family home finance Family home mortgage
Family home business Dan

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke