Mmmmhhhh.... Pak Ananto dan yang lainnya, berikut ada pandangan lain tentang Poligami...
---- Benarkah Poligami Sunah? Faqihuddin Abdul Kodir* Kompas, Senin 12 Mei 2003 UNGKAPAN "poligami itu sunah" sering digunakan sebagai pembenaran poligami. Namun, berlindung pada pernyataan itu, sebenarnya bentuk lain dari pengalihan tanggung jawab atas tuntutan untuk berlaku adil karena pada kenyataannya, sebagaimana ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit dilakukan (An-Nisa: 129). DALIL "poligami adalah sunah" biasanya diajukan karena sandaran kepada teks ayat Al Quran (QS An-Nisa, 4: 2-3) lebih mudah dipatahkan. Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami sebenarnya tidak mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi, apalagi mengapresiasi poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang. Dari kedua ayat itu, beberapa ulama kontemporer, seperti Syekh Muhammad Abduh, Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan- ketiganya ulama terkemuka Azhar Mesir-lebih memilih memperketat. Lebih jauh Abduh menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang wajar dan hanya dibenarkan secara syar'i dalam keadaan darurat sosial, seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman (Tafsir al-Manar, 4/287). Anehnya, ayat tersebut bagi kalangan yang propoligami dipelintir menjadi "hak penuh" laki-laki untuk berpoligami. Dalih mereka, perbuatan itu untuk mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Menjadi menggelikan ketika praktik poligami bahkan dipakai sebagai tolok ukur keislaman seseorang: semakin aktif berpoligami dianggap semakin baik poisisi keagamaannya. Atau, semakin bersabar seorang istri menerima permaduan, semakin baik kualitas imannya. Slogan-slogan yang sering dimunculkan misalnya, "poligami membawa berkah", atau "poligami itu indah", dan yang lebih populer adalah "poligami itu sunah". Dalam definisi fikih, sunah berarti tindakan yang baik untuk dilakukan. Umumnya mengacu kepada perilaku Nabi. Namun, amalan poligami, yang dinisbatkan kepada Nabi, ini jelas sangat distorsif. Alasannya, jika memang dianggap sunah, mengapa Nabi tidak melakukannya sejak pertama kali berumah tangga? Nyatanya, sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Bayangkan, monogami dilakukan Nabi di tengah masyarakat yang menganggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Dari kalkulasi ini, sebenarnya tidak beralasan pernyataan "poligami itu sunah". Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi'i (w. 204 H), adalah penerapan Nabi SAW terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami Nabi sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Dengan menelusuri kitab Jami' al-Ushul (kompilasi dari enam kitab hadis ternama) karya Imam Ibn al-Atsir (544-606H), kita dapat menemukan bukti bahwa poligami Nabi adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk solusi. Bukti bahwa perkawinan Nabi untuk penyelesaian problem sosial bisa dilihat pada teks-teks hadis yang membicarakan perkawinan-perkawin an Nabi. Kebanyakan dari mereka adalah janda mati, kecuali Aisyah binti Abu Bakr RA. Selain itu, sebagai rekaman sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan "poligami itu sunah" juga merupakan reduksi yang sangat besar. Nikah saja, menurut fikih, memiliki berbagai predikat hukum, tergantung kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya. Nikah bisa wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam al-Alusi dalam tafsirnya, Rûh al-Ma'âni, menyatakan, nikah bisa diharamkan ketika calon suami tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian halnya dengan poligami. Karena itu, Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami. Nabi dan larangan poligami Dalam kitab Ibn al-Atsir, poligami yang dilakukan Nabi adalah upaya transformasi sosial (lihat pada Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 108-179). Mekanisme poligami yang diterapkan Nabi merupakan strategi untuk meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad ke-7 Masehi. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka. Sebaliknya, yang dilakukan Nabi adalah membatasi praktik poligami, mengkritik perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku adil dalam berpoligami. Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats- Tsaqafi RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami yang awalnya tanpa batas sama sekali. Pada banyak kesempatan, Nabi justru lebih banyak menekankan prinsip keadilan berpoligami. Dalam sebuah ungkapan dinyatakan: "Barang siapa yang mengawini dua perempuan, sedangkan ia tidak bisa berbuat adil kepada keduanya, pada hari akhirat nanti separuh tubuhnya akan lepas dan terputus" (Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 168, nomor hadis: 9049). Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Nabi SAW menekankan pentingnya bersikap sabar dan menjaga perasaan istri. Teks-teks hadis poligami sebenarnya mengarah kepada kritik, pelurusan, dan pengembalian pada prinsip keadilan. Dari sudut ini, pernyataan "poligami itu sunah" sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan Nabi. Apalagi dengan melihat pernyataan dan sikap Nabi yang sangat tegas menolak poligami Ali bin Abi Thalib RA. Anehnya, teks hadis ini jarang dimunculkan kalangan propoligami. Padahal, teks ini diriwayatkan para ulama hadis terkemuka: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Ibn Majah. Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti Muhammad SAW, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalahmenggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jâmi' al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026). Sama dengan Nabi yang berbicara tentang Fathimah, hampir setiap orangtua tidak akan rela jika putrinya dimadu. Seperti dikatakan Nabi, poligami akan menyakiti hati perempuan, dan juga menyakiti hati orangtuanya. Jika pernyataan Nabi ini dijadikan dasar, maka bisa dipastikan yang sunah justru adalah tidak mempraktikkan poligami karena itu yang tidak dikehendaki Nabi. Dan, Ali bin Abi Thalib RA sendiri tetap bermonogami sampai Fathimah RA wafat. -----dst * Faqihudin Abdul Kodir Dosen STAIN Cirebon dan peneliti Fahmina Institute Cirebon, Alumnus Fakultas Syariah Universitas Damaskus, Suriah --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, Ananto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > walah... berarti bener2 urusan perut ke bawah dong tujuannya... : ((( > > salam, > ananto > > > On 12/11/06, bos gila <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > sorry gue nimbrung.. > > > > hukum poligami diperbolehkan tanpa syarat harus dg janda dlsb, tdk pula > > disyaratkan tidak boleh karena syahwat. > > justru sunnahk nikah kalau dah mampu, kalau ga mampu maka puasa. > > berarti kan utk spy syahwat terlampiaskan pada yg benar, sama kok makan > > minum juga syahwat, islam mengatur agar syahwat makan minum itu pada makanan > > yg halal. > > > > pria boleh sampai 4, kalau wanita ga boleh, emang Allah yg atur gitu kok.. > > > > sorry ya mas, gue usil nembrung dalam kebaekan kan ga ape2.. > > > > > > > > *Ananto <[EMAIL PROTECTED]>* wrote: > > > > bang nashir... > > > > kalau semangat berpoligaminya itu kayak sampeyan, saya seratus persen > > setuju... tapi tren di masyarakat sekarang yg berpoligami tidaklah seperti > > itu... > > tren poligami hanya untuk urusan perut ke bawah... dan bisa dijamin bahwa, > > istri kedua dan seterusnya... pasti lebih "clink" dibandingkan istri > > sebelumnya... > > > > kasus aa gym, walaupun dengan bercanda, teh ninih udah kasih tiga opsi.. > > 1. janda tanpa anak > > 2. janda dengan anak, dan > > 3. janda tua yg suka masuk angin... > > > > hehehe... aa gym milih yg janda dengan anak... dan itu pilihan yg cerdas, > > karena pilihannya lebih "clink" dari teh ninih... > > > > btw, kok ga denger suara perempuan nih... kumaha atuh... mbak rahima... > > mbak humaeroh... mau ga dimadu? > > > > salam, > > ananto > > > > > > On 12/9/06, Nashir Ahmad M. <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > > > Salam, > > > he he he...... > > > Wah ternyata seru juga nih diskusinya ya bang... > > > Saya sih pro poligami, istri saya juga pro > > > walaupun saat ini tidak berpoligami. > > > kalau tidak ada poligami, kasihan wanita banyak yang butuh perlindungan > > > padahal jumlah laki-laki lebih sedikit dibanding wanita, > > > sementara wanita butuh perlindungan dari suami. > > > > > > ada istri yg khawatir kehilangan cinta dari suaminya setelah poligami, > > > adakah anak pertama khwatir kehilangan cinta dari seorang ibu yg > > > dicintainya > > > setelah kehadiran anak kedua ?, barangkali tergantung dari yg digantung > > > he he he.... > > > > > > sekedar rilex bang....., numpang lewat. > > > habisnya lama gak muncul, siapa tau dikira unsubsc. > > > > > > Salam, > > > > > > > > > > > > > > > > > > *banganut <[EMAIL PROTECTED]>* wrote: > > > > > > kalau kasih contoh yang adil dan jujur, dong > > > > > > Apakah ada sahabat yang di anjurkan poligami ? > > > kalau ada, apakah berarti sahabat tersebut lebih adil dari pada > > > sayyidina Ali ? > > > > > > tanya ... kenapa ... > > > > > > wassalam > > > > > > anut > > > > > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com <keluarga-islam% 40yahoogroups.com>, > > > Ananto <pratikno.ananto @...> > > > wrote: > > > > > > > > syarat utama nya (insya allah) adalah berbuat adil... > > > > nah, adakah diantara kita lebih adil dari sayyidina ali RA? sementara > > > beliau > > > > aja tidak diperbolehkan oleh kanjeng nabi berpoligami.... > > > > > > > > tanya... kenapa... > > > > > > > > salam, > > > > ananto > > > > > > > > > > > > On 12/9/06, banganut banganut@ wrote: > > > > > > > > > > Duh, ustadz ananto rakhimakumullah ... > > > > > > > > > > itu pandangan dalam memahami suatu nilai > > > > > Dalam pelaksanaan tinggal muhasabah dan jujur atas kemampuan diri > > > dalam > > > > > membangun sakinah, mawaddah wa rahmah. > > > > > > > > > > sekiranya ridho Allah ada dalam berbagi sakinah, mawaddah dan > > > rahmah. > > > > > amalkan > > > > > sekiranya tidak mampu dan banyak mudhorot bahkan murka Allah dalam > > > > > berbagi sakinah, mawaddah wa rahmah sebaiknya berpuasa dan nikmati > > > > > rezeki yang ada. Jangan dipaksakan sesuatu yang tidak sanggup. > > > > > > > > > > wassalam > > > > > > > > > > anut > > > > > > > > > > --- In keluarga-islam@yahoogroups.com<keluarga-islam% 40yahoogroups.com> > > > <keluarga-islam%40yahoogroups.com>, > > > > > Ananto pratikno.ananto@ > > > > > wrote: > > > > > > > > > > > > ustadz anut rakhimakumullah... :)) > > > > > > > > > > > > sampeyan udah punya istri yg cantik dan setia... trus sampeyan > > > pengen > > > > > nambah > > > > > > lagi... > > > > > > apa alasannya? > > > > > > > > > > > > salam, > > > > > > ananto > > > > > > > > > > > > > > > > > > On 12/9/06, banganut banganut@ wrote: > > > > > > > > > > > > > > ngelebar ya mas ? > > > > > > > maaf mas, karena ada pertanyaan mas, apa ada tafsiran lain ? > > > > > > > maka saya mencoba dari sisi lain itu. > > > > > > > > > > > > > > sesuatu yang menyakitkan belum tentu itu adalah perbuatan dzolim > > > > > > > sesuatu yang menyenangkan belum tentu itu adalah perbuatan > > > ma'ruf > > > > > > > tinggal kita telusuri dulu niat, cara (proses) dan tujuan > > > > > > > > > > > > > > niat sudah benar menurut syariat > > > > > > > cara (proses) sudah benar menurut syariat > > > > > > > tujuan sudah benar menurut syari'at > > > > > > > > > > > > > > lalu istri masih sakit hati > > > > > > > itu artinya hati istri perlu di obati > > > > > > > kecenderungan ego dengan kehendak Allah itu bagaimana ? > > > > > > > > > > > > > > Tetapi jika aturan syariat itu dilanggar oleh suami > > > > > > > misalnya proses poligaminya dari bermaksiat dulu > > > > > > > maka suatu kewajaran jika istri sakit hati. > > > > > > > > > > > > > > Kalau sakit hatinya karena apa yang dilakukan suami tidak sesuai > > > > > syariat > > > > > > > maka jelas yang dilakukan suami tersebut adalah suatu > > > kezholiman. > > > > > Tapi > > > > > > > jika yang dilakukan suami sesuai syariat, lalu istri sakit hati, > > > apa > > > > > > > namanya ? > > > > > > > > > > > > > > Seorang suami atau seorang istri, pada waktu dia telah > > > mengikrarkan > > > > > > > syahadat berarti dia telah menyerahkan dirinya (syahwatnya, > > > > > perutnya, > > > > > > > perasaaannya, pikirannya) untuk tunduk kepada aturan Allah. > > > > > > > > > > > > > > wassalam > > > > > > > > > > > > > > anut > > > > > > <keluarga-islam%40yahoogroups.com> > > > > > > > > > > > > > > > > > > ------------------------------ > > > Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia<http://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http://id.yahoo. com/>yang baru! > > > > > > > > > ------------------------------ > > Want to start your own business? Learn how on Yahoo! Small Business.<http://us.rd.yahoo.com/evt=41244/*http://smallbusiness.yaho o.com/r-index> > > > > > > >