emak gue mo sunnah..?? girang gue, gue dukung..!

Ananto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                               
   
pertanyaan satu lagi:
   
  relakah ibunda tercinta anda di-madu? setujukah jika bapak ente kawin lagi?
  sori, bawa2 keluarga... hanya ingin menegaskan aja "perasaan sakit"
   
  salam,
  ananto

 
  On 12/11/06, bos gila <[EMAIL PROTECTED]> wrote:            sakitin hatinya 
disini, lalu dia  akan marah dan menamparmu didunia... tapi kelak dia akan 
menciummu utk  berterimakasih di akhirat..wow..woww..wow.. romantis ga gue..?, 
hue...hue...hue...     


Ananto <[EMAIL PROTECTED]  > wrote:       
  bos...
  "kadar" menyakitinya beda... tidak bisa disamakan dengan seperti itu...
   
  salam,
  ananto

 
  On 12/9/06, bos gila <[EMAIL PROTECTED]  > wrote:             sedikit 
menyakiti selama itu berkaitan dg syariah dan kemuliaan ya itu wajar, tapi kini 
dianggap tdk wajar..

  seperti sakitnya melahirkan, bukankah banyak wanita kuffar mulai tak  mau 
hamil, cukup pinjam rahim orang utk melahirkan anak dari kedua sel  telur suami 
istri, kenapa?, tdk mau sakit, "itu menyakiti istri" kata  mereka. 

seperti  hukum istri mesti bersama suaminya, berpisah dg ayah ibunya, itu  
menyakiti ayah ibunya, tapi itu wajar, karena syariah demikian, 

seperti pula anak yg menyusui, harus disapih walau itu menyakiti, 

  atau anak yg disunat, itupun menyakiti, 

contoh  pula hukum Iddah, setelah istri cerai, maka diwajibkan baginya Iddah,  
yaitu khalwat dirumah tanpa menggunakan perhiasan, make up, baju bagus  dll, 
(selama 3X haidh dan haid yg keempat baru selesai iddahnya) keluar  rumah bagi 
mereka sebagian pendapat mengatakannya makruh hukumnya  sebagian mengatakannya 
haram. 

tentunya hukum ini pun akan ditentang kelak.. karena menyakiti istri,
  sudah dicerai, malah disiksa harus dirumah pula lagi..,

demikian pula istri yg ditinggal wafat suaminya, kena iddah juga, sudah 
ditinggal wafat suami, kena iddah pula lagi..

  kata guru saya, "inilah hukum logika, namun hukum Allah menuntut kita untuk   
sami'na wa atho'na,  poligami adalah sunnah hukumnya, dan kita harus 
menerimanya sebagai  sunnah nabi kita saw, namun Allah sdh meringankan kita dg 
ayat setelah  itu : "tidaklah Allah memaksa seseorang kecuali kadar 
kemampuannya..".   
  




Ananto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:       
  kalau itu, ane setoedjoe... tidak terbantahkan...
  yg ane maksud adalah menyakiti hati istri ente... ngarti pan maksud ane???
   
  salam,
  ananto

 
  On 12/8/06, bos gila <[EMAIL PROTECTED]   > wrote:              "menyakiti" 
tidak selalu  maksiat, ada perbuatan menyakiti merupakan kemuliaan, seperti  
menyembelih hewan, ya menyakiti, tapi sunnah, menghamili yg menyebabkan  wanita 
melahirkan yg jg sangat menyakiti, 
mengobati yg juga menyakiti, 
menindik telinga, 
sunatan, semua menyakiti..
tapi sunnah kan? 
  

Ananto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:       
  kalo menyakiti hati istri, maksiat ga bos?
   
  salam,
  ananto

 
  On 12/6/06, banganut <[EMAIL PROTECTED]   > wrote:             
  Aa Gym Berpoligami, Pemerintah Ikut Repot  
Jakarta (ANTARA News) - Keputusan dai kondang  Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) 
berpoligami tidak hanya mengundang gejolak  tetapi juga turut merepotkan 
pemerintah dengan banyaknya keluhan yang  masuk dari masyarakat melalui layanan 
pesan singkat (SMS) ke Ponsel  Presiden. 

Selama sepekan, Ponsel Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan  ibu negara Ani 
Yudhoyono kebanjiran SMS dari masyarakat yang  mengomentari tentang keputusan 
berpoligami AA Gym, kata Sekretaris  Kabinet Susi Silalahi, di Kantor 
Kepresidenan Jakarta, Selasa. 

Menanggapi hal itu, Presiden Yudhoyono kemudian secara khusus  memanggil Menneg 
Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, Sekretaris  Kabinet Sudi Silalahi dan 
Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar.

Pada  kesempatan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar cakupan  
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi  menjadi PP 
Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya  berlaku bagi PNS 
(Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara  dan pejabat pemerintah. 

"Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan  dan ia 
menginginkan ketentraman dalam masyarakat," kata Menteri  Pemberdayaan 
Perempuan, Meutia Hatta, usai pemanggilan itu.

Meutia  menambahkan, cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga  
bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati,  walikota, 
TNI/POLRI, dan anggota DPR. 

Ia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden berkaitan dengan  banyaknya laporan 
masyarakat yang masuk kepada presiden dan ibu negara  mengenai sejumlah kasus 
poligami yang terjadi belakangan ini.

Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti 
perlindungan perempuan dan anti diskriminasi.   

Meutia mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat  ini pihaknya 
sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk  mengenai pengenaan 
sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut.

Sedangkan  Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud 
pemerintah  atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya  
menegakkan peraturan yang sudah ada.(*) 
  Copyright © 2006 ANTARA
  5 Desember 2006 20:17
  Presiden Minta Pejabat Negara Tidak Berpoligami  
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang  Yudhoyono meminta agar cakupan 
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun  1983 yang sudah direvisi menjadi PP 
Nomor 45 tahun 1990 tentang  poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS 
(Pegawai Negeri Sipil)  tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. 

"Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan  dan ia 
menginginkan ketentraman dalam masyarakat," kata Menteri  Pemberdayaan 
Perempuan Mutia Hatta usai dipanggil presiden di Kantor  Presiden Jakarta, 
Selasa. 

Untuk itu, lanjut dia, UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 akan  tetap menjadi 
acuan tetapi untuk PP Nomor 10 tahun 1983 yang sudah  direvisi perlu direvisi 
kembali cakupannya. 

Mutia menambahkan,  cakupan PP tersebut akan diperluas selain untuk PNS juga 
bagi pejabat  negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, 
 TNI/POLRI, dan anggota DPR. 

Hal itu diungkapkan Mutia saat jumpa pers yang didampingi  Menteri Sekretaris 
Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam  Nazzarudin Umar.

Mutia menjelaskan, dirinya dipanggil presiden  berkaitan dengan banyaknya 
laporan masyarakat yang masuk kepada  presiden dan ibu negara mengenai sejumlah 
kasus poligami yang terjadi  belakangan ini. 

Revisi peraturan tidak hanya soal poligami tetapi juga hal lain seperti 
perlindungan perempuan dan anti diskriminasi. 

Mutia  mengatakan, revisi akan dilakukan secepatnya dan saat ini pihaknya  
sedang mempersiapkan hal-hal yang harus diubah termasuk mengenai  pengenaan 
sanksi bagi yang melanggar peraturan tersebut. 

Sementara itu, Sudi Silalahi menjelaskan bahwa di UU  Perkawinan Nomor 1 tahun 
1974 sudah jelas disebutkan aturan mengenai  poligami, seperti syarat-syarat 
dan sanksi yang diberikan pada  pelanggarnya.

Dijelaskan Sudi, pada pasal 3 ayat 1 disebutkan  bahwa perkawinan yang disahkan 
pengadilan agama, hanya boleh satu orang  suami memiliki satu orang istri dan 
sebaliknya. 

Dan jika menginginkan istri lebih dari satu maka wajib diajukan pada pengadilan 
agama setempat. 

Sementara  pengadilan agama bisa memberikan izin kepada suami untuk mempunyai  
istri lebih dari satu jika antara lain, istri tidak bisa menjalankan  
kewajibannya dan istri tidak bisa memberikan keturunan itu. 

Selain itu, ada juga syarat-syarat bahwa untuk beristri lebih  dari satu harus 
mendapat persetujuan dari pihak istri atau istri-istri  sebelumnya.

Sedangkan Dirjen Binmas Islam, Nazzarudin Umar,  meminta agar masyarakat tidak 
menggunakan agama Islam untuk  melegitimasi atau melegalkan keinginan 
berpoligami dengan dalil agama. 

Sebab Islam, lanjutnya, justru mempunyai prinsip monogami dan  hanya 
membolehkan suami beristri lebih dari satu dengan syarat harus  adil.

"Apakah bisa adil, kata laki-laki bisa tetapi kata Tuhan dalam Al-Quran tidak 
mungkin laki-laki bisa adil," katanya.   

Umar juga menjelaskan bahwa dalam PP nomor 45 tahun 1990  disebutkan 
berpoligami suami harus mendapat izin dari istri sebelumnya.  Kalau hal ini 
dilakukan dengan benar, tentunya tidaklah mudah untuk  mendapatkan izin 
tersebut. 

Ia juga menambahkan bahwa saat ini, dengan syarat seperti itu  banyak terjadi 
perkawinan liar tanpa sepengetahuan pengadilan agama dan  jika itu terjadi para 
penghulu yang melakukannya juga terancam pidana.

Sedangkan  Sudi mengatakan bahwa kepedulian presiden ini bukan maksud 
pemerintah  atau negara mencampuri urusan pribadi warga negaranya. Namun hanya  
menegakkan peraturan yang sudah ada. 

"Pemerintah hanya melihat UU-nya, kita tidak ada keraguan  bahkan jika ada 
protes-protes. Kita justru akan memperkuat  peraturan-peraturannya sehingga 
tidak berlaku diskriminatif," katanya.

Sudi menambahkan bahwa informasi mengenai kasus poligami belakangan ini terjadi 
sejak seminggu silam.(*)   
  Copyright © 2006 ANTARA
  5 Desember 2006 16:51
   
  
  






  



  
  
---------------------------------
  Need a quick answer? Get one in minutes from people who know. Ask your 
question on   Yahoo! Answers.   
  
  
  






  



  
  
---------------------------------
  Access over 1 million songs - Yahoo! Music Unlimited.     
  
  
  






  


    

---------------------------------
  Access over 1 million songs - Yahoo! Music Unlimited.     


  


 




  
      
                                    

 
---------------------------------
Need a quick answer? Get one in minutes from people who know. Ask your question 
on Yahoo! Answers.

Kirim email ke