Kenging nyandak ti milis tatanggi, mugia jadi conto nu
hade keur urang di widang sewang-sewangan.

Wilujeng ka urang Tasik!

Baktos,

Pardjorad


Persamaan Helmholtz Pecah di Tangan Dosen ITB

Persamaan matematika Helmholtz sering dipakai untuk
mencari titik lokasi
minyak bumi.


Dulu, BJ Habibie menemukan rumus yang mampu
mempersingkat prediksi
perambatan retak. Banyak lembaga di berbagai negara
memakai rumus ini,
termasuk NASA di Amerika.

Kini, Yogi Ahmad Erlangga mengulang kesuksesan
Habibie. Melalui riset 
PhD-nya, Yogi berhasil memecahkan rumus persamaan
Helmholtz, Desember
2005 lalu. Selama 30 tahun terakhir, tak ada yang
berhasil memecahkan
persamaan matematika Helmholtz yang sering dipakai
untuk mencari titik 
lokasi minyak bumi itu. Persamaan matematika itu
sendiri dikenal sejak
satu abad silam.

Media Barat menyebut Yogi sebagai matematikawan
Belanda. Padahal, ia
adalah pria kelahiran Tasikmalaya, dosen Institut
Teknologi Bandung 
(ITB), dan saat itu sedang menempuh program PhD di
Delft University of
Technology (DUT).

Keberhasilan itu memuluskan jalan bagi perusahaan
perminyakan untuk
memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan biaya
lebih rendah. Selama 
ini, industri perminyakan sangat membutuhkan pemecahan
rumus Helmholtz
itu agar bisa lebih cepat dan efisien dalam melakukan
pencarian minyak
bumi.
Setelah Yogi memecahkan persamaan Helmholtz yang
selama ini justru 
banyak dihindari oleh para ilmuwan, perusahaan minyak
bisa 100 kali
lebih cepat dalam melakukan pencarian minyak -- bila
dibandingkan dengan
sebelumnya.

Tak cuma itu, dari kebutuhan *hardware* pun, industri
minyak bisa 
mereduksi sekitar 60 persen dari *hardware* yang
biasanya. Sebagai
contoh, program tiga dimensi yang sebelumnya
diselesaikan dengan 1.000
komputer, dengan dipecahkannya rumus Helmholtz oleh
Yogi, bisa
diselesaikan hanya dengan 300 komputer. 

Yogi mengungkapkan, penelitian mengenai persamaan
Helmholtz ini dimulai
pada Desember 2001 silam dengan mengajukan diri untuk
melakukan riset di
DUT.
Waktu itu, perusahaan minyak raksasa Shell datang ke
DUT untuk meminta 
penyelesaian persamaan Helmholtz secara matematika
numerik yang cepat
atau disebut *robust* (bisa dipakai di semua masalah).

Selama ini, ungkap Yogi, Shell selalu memiliki masalah
dengan rumus
Helmholtz dalam menemukan sumber minyak di bumi.
Persamaan Helmholtz 
yang digunakan oleh perusahaan minyak Belanda itu
membutuhkan biaya
tinggi, tak cuma dari perhitungan waktu tetapi juga
penggunaan komputer
serta memori.

''Shell selama ini harus menggunakan rumus Helmholtz
berkali-kali. 
Bahkan, kadang-kadang harus ribuan kali untuk survei
hanya di satu
daerah saja. Itu sangat mahal dari sisi biaya, waktu
dan *hardware*,''
ungkap Yogi kepada * Republika*.

Karena itu, sambung pria yang lulus dengan nilai *cum
laude* saat 
menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 itu, Shell meminta
DUT melakukan
penelitian yang mengarah pada persamaan Helmholtz agar
bisa lebih
efisien, cepat, dan kebutuhan *hardware* yang cukup
kecil. Untuk proyek
penelitian tersebut, Pemerintah Belanda membiayainya
karena proyek ini
dianggap sebagai bagian dari kegiatan untuk
meningkatkan perekonomian
Belanda.

Yogi yang memiliki hobi memasak, melukis, dan olah
raga itu, memecahkan 
rumus Helmholtz setelah berkutat selama empat tahun.
Yang membuat
penelitian itu lama, ungkap dia, karena persamaan
Helmholtz dalam
matematika numerik yaitu matematika yang bisa diolah
dengan menggunakan
komputer. 

Karena itu, dalam melakukan penelitian, diperlukan
beberapa tahapan yang
masing-masing tak sebentar. Apalagi, sambung dia,
persamaan ini memang
sangat sulit. Ada dua cara untuk menguraikan
matematika numerik yaitu 
secara langsung (*direct*) dan literasi. ''Banyak
pakar yang menghindari
penelitian untuk memecahkan rumus Helmholtz karena
memang sulit,'' kata
pria kelahiran Tasikmalaya 32 tahun silam ini.

Pakar terakhir yang memecahkan teori Helmholtz adalah
Mike Giles dan 
Prof Turkel, berasal dari Swiss dan Israel,
masing-masing dengan caranya
sendiri.
Teori dari kedua pakar itulah yang kemudian
dianalisisnya beberapa waktu
sehingga kemudian bisa dioptimalkan dan dijadikan
metode yang cukup 
cepat.

''Saya punya persamaan matematika dalam bentuk
diferensial. Yang saya
lakukan untuk memecahkan rumus Helmholtz itu adalah
mengubah persamaan
ini menjadi persamaan linear aljabar biasa. Begitu
saya dapatkan, saya 
pecahkan dengan metode *direct* atau literasi,''
ujarnya.

metode langsung, papar Yogi, bila dalam perjalanannya
kemudian menemukan
masalah yang besar maka akan mahal dari segi waktu dan
biaya. Namun
metode literasi pun belum tentu bisa memperoleh solusi
atau 
kadang-kadang diperoleh dengan waktu yang cukup lama.
Hanya, kata dia,
yang pasti, dengan metode literasi selalu murah dari
segi *hardware*.

''Persamaan Helmholtz ini bisa diselesaikan dengan
literasi tapi kalau 
dinaikkan frekuensinya, jadi sulit untuk dipecahkan,''
ujarnya. Yogi
memaparkan, untuk mengetahui struktur daerah cekung,
misalnya, yang
dilakukan adalah meneliti daerah akustik dan kemudian
dipantulkan
gelombangnya dengan frekuensi tertentu. Pantulan
tersebut kemudian 
direkam.
Setelah itu, frekuensi akan dinaikkan misalnya, dari
10 Hz, lalu naik
lagi
10,2 Hz, 10,4 Hz, dan seterusnya.

Yang kemudian menjadi persoalan, ungkap dia, ketika
frekuensi dinaikkan,
persamaan Helmholtz akan semakin sulit untuk
diselesaikan. Ia memberikan 
contoh, Shell hanya bisa menyelesaikan persamaan
Helmholtz sampai dengan
frekuensi 20 Hz. ''Ketika dinaikkan menjadi 30 Hz,
mereka tak bisa,''
katanya.

Kemudian, Yogi memperoleh metode *robust* yang
memungkinkan persamaan 
Helmholtz untuk dipecahkan dengan frekuensi berapa
pun. ''Kita sudah
melakukan tes 300 Hz tidak masalah. Meskipun,
sebenarnya 70 Hz pun sudah
cukup untuk pemetaan,'' ujar penggemar matematika ini.

*Tak cuma untuk temukan sumber minyak* Menurut Yogi,
selain untuk 
menemukan sumber-sumber minyak, keberhasilan persamaan
Helmholtz ini
juga bisa diaplikasikan dalam industri lainnya yang
berhubungan dengan
gelombang.
Persamaan ini digunakan untuk mendeskripsikan perilaku
gelombang secara 
umum. Industri yang bisa mengaplikasikan rumus ini
antara lain industri
radar, penerbangan, kapal selam, penyimpanan data
dalam *blue ray
disc*(keping DVD super yang bisa memuat puluhan
*gigabyte* data), dan aplikasi pada laser. 

Mengenai kelanjutan dari penemuannya itu, Yogi
mengatakan, karena
penelitian ini dilakukan oleh perguruan tinggi, maka
persamaan Helmholtz
ini menjadi milik publik. ''Biarpun dibiayai oleh
Shell, tapi yang 
melakukannya universitas, sehingga rumus ini menjadi
milik publik,''
katanya.

Ia tidak mematenkan rumus temuannya itu. Apalagi,
sambung dia, produknya
itu berasal dari otak sehingga tidak perlu untuk
dipatenkan. ''PT 
Pertamina pun sebenarnya bisa menggunakan rumus ini
untuk mencari minyak
bumi. Saya sempat diundang oleh Pertamina beberapa
waktu lalu, tapi
karena ada keperluan, tidak hadir. Memang ada yang
mengatakan kalau PT 
Pertamina tertarik dengan temuan saya, cuma masalahnya
Pertamina
memiliki *software*-nya atau tidak,''
ujar pria yang tak suka publikasi ini.

Menurut Yogi, persamaan Helmholtz ini dalam proses
penelitiannya sudah 
dipresentasikan di banyak negara di dunia. Yaitu, saat
*intermediate
progress* selama Desember 2001 hingga Desember 2005.
Buku mengenai
persamaan Helmholtz yang dibuatnya saat masih di
Belanda pun, laris
manis. 

''Tinggal satu (buku) dan saya tak punya fotokopinya
lagi,'' ujar dosen
yang kini sibuk dengan beberapa penelitian bersama
Prof Turkel. Mengutip
Turkel, Yogi mengatakan bahwa persamaan yang
ditemukannya itu masih bisa 
dikembangkan lagi. Namun kini, Yogi akan
berkonsentrasi pada
*postgraduate
research* di Berlin, Jerman, yang akan memakan waktu
selama dua tahun
sejak
1 Mei 2006. n

*Terobsesi Memajukan Indonesia * 

Setelah menjadi terkenal di dunia matematika karena
berhasil memecahkan
rumus Helmholtz yang dikenal sangat sulit, dosen
Teknik Penerbangan ITB,
Yogi Ahmad Erlangga, masih memiliki obsesi yang belum
tercapai. Menurut 
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Mohamad
Isis dan Euis Aryati
ini, obsesi yang belum tercapai adalah ingin melihat
bangsa Indonesia
maju.

Karena, kata dia, saat ini Indonesia jauh tertinggal
dibandingkan dengan 
India. Padahal, Indonesia dan India sama-sama sebagai
negara berkembang
dan banyak masyarakatnya yang miskin. ''Meskipun
miskin, tapi India
sekarang bisa menjadi pusat informasi teknologi (IT)
di dunia. Saya
ingin Indonesia seperti India, kemiskinan bukan
berarti tidak bisa
berkembang,'' ujar Yogi kepada *Republika*. Khusus
untuk ITB, sambung
pria kalem kelahiran Tasikmalaya 8 Oktober 1974,
obsesinya adalah ingin
ITB bisa lebih besar lagi.

Minimal, ITB menjadi perguruan tinggi terbesar di
Asia. Karena, kalau
hanya terbesar di Indonesia saja, sejak dulu juga
begitu. Bahkan,
sambung dia, pernyataan itu justru menjadi tanda tanya
besar. ''Saya pun 
masih memiliki obsesi pribadi. Keinginan saya adalah
ingin melakukan
penelitian tentang pesawat terbang, perminyakan, dan
biomekanik,'' kata
pemenang penghargaan VNO-NCW Scholarship dari Dutch
Chamber of Commerce 
itu.
( kie/aan )



__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get to your groups with one click. Know instantly when new email arrives
http://us.click.yahoo.com/.7bhrC/MGxNAA/yQLSAA/IotolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

PENTING..!

attachment akan dihapus & tidak diteruskan kepada seluruh member.

dilarang beriklan. pelanggaran atas peraturan ini akan dikenai sanksi berupa 
pencabutan membership.

terutama bagi pengguna ms outlook/outlook express, dihimbau untuk selalu 
mengupdate antivirusnya.
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/kisunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke