Cape mun ngomong, mangga di handap ieu aosan
http://haulasyiah.wordpress.com
 
Salam


---------- Forwarded message ----------
From: Suarsa, Roni <suars...@yanpet.sabic.com>
Date: 2012/8/12
Subject: FW: Syiah dan Ukhuwah ?
To:


 
 
RONI RA SUARSA
OPERATOR, YEP PP WET END
Saudi Yanbu Petrochemical Company
A SABIC Affiliate
Yanbu Industrial City 41912
Saudi Arabia
T +966 (4) 321 4276-4276
F  
From: satriyo

 
  Syiah dan Ukhuwah
 
Prof Dr Mohammad Baharun
Pengurus MUI Pusat/Guru Besar Sosiologi Agama
 
Sejauh pengamatan saya, isu Syiah dan Ahlussunnah wal Jamaah (selanjutnya disebut Sunah) di Indonesia selama ini, sebenarnya tidak dipengaruhi secara langsung kondisi objektif ketegangan Sunah-Syiah di Timur Tengah. Kasus-kasus Indonesia hakikatnya dipicu oleh provokasi buku-buku dan ceramah.
Seperti sudah dipahami bahwa karakter Syiah sangat identik dengan kritikan terhadap para pembesar sahabat (Amirul Mukminin) dan istri Nabi SAW (Ummul Mukminin) — yang secara terbuka sering dicerca. Prinsip doktrin yang menganggap para sahabat Nabi yang agung sebagai pe rampas hak kekhilafahan Ali, kemudian berujung dan berlarut-larut mene ruskan tradisi kritik, kecaman, bahkan hinaan terhadap para sahabat dan istri Nabi SAW.
Kondisi alami “Syiah” seperti ini perlu dipahami, agar solusi yang diberikan pun bukan bersifat basa-basi. Apalagi, dunia semakin terbuka. Informasi semakin bebas beredar. Ketersinggungan pihak Suni saat ajaran-ajaran dasar dan tokoh-tokohnya dicerca juga perlu dimaklumi. Bukan hanya melihat dari aspek kebebasan beragama dan berpendapat saja. Apalagi ini berkaitan d e ngan masalah agama, yang bagi kebanyakan masyarakat Muslim sudah dianggap sebagai perkara hidup-mati.
Dalam pencermatan saya yang sudah puluhan tahun mengamati dan menulis masalah Syiah di Indonesia, hampir semua kasus konflik dipicu oleh peredaran buku dan ceramah dari kalangan Syiah. Sebutlah penerbitan buku “Dialog Sunnah-Syiah“ karangan Abdul Husain al-Musawy, yang merupakan terjemahan dari buku aslinya “AlMuraja'at“. Buku ini dianggap sebagai buku lama yang populer dan konon dianggap sebagai buku yang ampuh untuk `menaklukkan' Ahlu Sunnah. Ada juga buku berjudul “Sudah Kutemukan Kebenaran“ (terjemahan) dan “Saqifah: Awal Perselisihan Umat“, yang menyerang keyakinan kaum Suni.
Yang lebih menyinggung perasaan kaum Suni adalah banyaknya buku-buku Syiah yang mendekonstruksi ajaran-ajaran dasar Suni, tetapi menggunakan sumber-sumber kaum Suni.
Hanya saja, setelah diperiksa, memang ditemukan daftar pustakanya, namun setelah dicermati lebih jauh, ternyata sumber-sumber itu diselewengkan isi dan maknanya. Inilah yang membuat kaum Suni terus menjadi cemas dan masalah ini menjadi semacam “bara dalam sekam“ yang suatu ketika bisa meledak seperti kasus di Sampang, pada akhir 2011.
Setelah kasus Sampang tersebut, semua pihak, baik Suni maupun Syiah harus berusaha mencari solusi, agar kasus serupa itu tidak terjadi. Apalagi, As'ad Said Ali (wakil ketua umum PBNU), menulis banyaknya lulusan Qum Iran, yang pulang ke Indonesia, dan kemudian mendirikan yayasan-yayasan Syiah, melakukan mobilisasi opini publik, penyebaran kader ke sejumlah partai politik, dan upaya membuat lembaga Marja’iyati Taqlid seperti di Iran menjelang revolusi. (http://www.nu.or.id/, judul “Gerakan Syiah di Indonesia”, 30/05/2011).
Saat mengikuti kursus PPSA XVII Lem han nas RI, ada seorang peserta diskusi yang meng ajukan pertanyaan, apakah benar Syiah bisa me nerima Pancasila dan NKRI seperti Ahlu Sun nah (Aswaja) yang diwakili dua ormas be sar, yakni NU dan Muhamma diyah? Itu mengingat konsep imamah yang absolut tidak memungkinkan penerimaan ideologi apa pun di dunia ini, kecuali menerima keniscayaan pemerintahan model imamah?
Perlu dipahami, bahwa untuk menyelesaikan atau mendamaikan masalah Syiah di Indonesia tidaklah mudah. Itu terkait dengan adanya perbedaan mendasar dalam ajaran Suni dan Syiah. Dalam disertasi saya di IAIN Sunan Ampel Su rabaya – sudah diterbitkan menjadi buku berju dul “Dari Imamah Sampai Mut’ah” (2004), saya mengingatkan perlunya Indonesia belajar dari kasus Suni-Syiah yang terjadi di berbagai negeri Muslim lainnya. Pada 4 Juli 2003, di Pakistan, terjadi serangan bom yang menewaskan 47 orang dan mencederai 65 orang lainnya. Berikut nya pada 2 Maret 2004, terjadi serangan yang menewaskan 271 warga Syiah dan melukai 393 lainnya. Kasus-kasus seperti ini juga terjadi di negara-negara Muslim lainnya.
Di samping adanya perbedaan dalam berbagai ajaran dalam soal akidah, satu masalah yang akan menjadi problema pelik di tengah masyarakat adalah disahkannya perkawinan mut’ah (nikah temporal).
Dalam nikah jenis ini, seorang wanita bisa berpasangan mut’ah dengan berbagai laki-laki. Status anak-anak dalam perkawinan jenis inipun bisa bermasalah. Biasanya pihak Syiah akan menyalahkan Umar bin Khattab karena telah berani melarang nikah mut’ah yang pernah dihalalkan oleh Nabi SAW.
Padahal, faktanya tidak demikian. Umar bin Khattab justru melaksanakan ketetapan dari Nabi sendiri. Keputusan Umar itu pun juga disetujui oleh Ali bin Abi Thalib. Sebab, Ali adalah mustasyar (penasihat) pada pemerintahan Umar. Sampai-sampai Umar pernah menyata kan, “Tan pa keterlibatan Ali, gagallah Umar.” Nikah jenis ini mutlak haram bagi kaum Suni dan sebagian kelompok Syiah (Zaidiyah) yang mendekati Suni.
Begitulah, jika kita ingin membangun ukhu wah, maka perlu diperhatikan benar masalah-masalah mendasar dalam soal keagamaan ini. Hal-hal yang menimbulkan sensitivitas pihak lain, perlu dihindari.
Sebaiknya, kaum Syiah sebagai minoritas di negeri Indonesia, bisa menahan diri untuk tidak bersifat agresif dalam menyebarkan ajaran mereka, disertai dengan menyerang dan melecehkan ajaran-ajaran pokok kaum Suni. Faktanya, kita tidak hanya bisa mendasarkan pada aspek kebebasan semata.
Mudah-mudahan umat Islam Indonesia mampu mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi, baik masalah eksternal maupun internal mereka. Amin. ■





--------------------------------
This e-mail and any attachments are for authorized use by the intended recipient(s) only. They may contain proprietary material or confidential information and/or be subject to legal privilege. They should not be copied, disclosed to, or used by any other party.
If you have reason to believe that you are not one of the intended recipients of this e-mail, please notify the sender immediately by reply e-mail and immediately delete this e-mail and any of its attachments. Thank you.



Kirim email ke