[Hermawan Kartajaya] Mintalah, maka Kamu Akan Diberi! 
Grow with Character (19/100) Series by Hermawan Kartajaya

[ Minggu, 07 Februari 2010 ]

PERJALANAN awal MarkPlus Professional Service tidak semulus yang saya kira. 
Padahal, personal brand awareness saya sudah cukup tinggi berkat menulis di 
Jawa Pos tiap Rabu (sejak masih di PT Panggung Electronic Industries dan 
dilanjutkan ketika di Sampoerna). Personal brand association saya juga sudah 
sangat "tajam", karena selalu dan hanya menulis dari "angle" marketing. Kalau 
dihitung secara kasar saja, tiga tahun berturut-turut waktu itu berarti sudah 
150 tulisan marketing saya keluar di Jawa Pos.

Kehadiran saya di Rotary Club Surabaya Rungkut pun membantu terjadinya network. 
Di sanalah saya mulai menawarkan diri untuk bicara secara "gratis" di 
perusahaan-perusahaan teman saya. Itu pun susah!

Mereka suka membaca tulisan saya karena mudah dicerna, tapi tak mau spend waktu 
untuk anak buah. Mereka takut kalau saya hanya omong kosong. Untungnya, waktu 
itu, saya punya kegiatan lain. Yaitu, mengajar secara part-time di Fakultas 
Ekonomi Ubaya bersama mantan pembimbing skripsi saya di situ, Pak Henky Supit, 
yang sekarang profesor. Selain itu, saya mengaktifkan diri di Indonesia 
Marketing Club atau IMC Cabang Surabaya. Pokoknya, supaya kelihatan sibuk, saya 
harus pergi keluar rumah setiap hari!

Kalau cuma di rumah di Jalan Taman Prapen Indah C 8, Surabaya, saya malu sama 
tetangga! Karena itu, setiap hari saya harus keluar rumah, nyetir Corolla 
cicilan ke mana aja. Mengunjungi kantor teman untuk menjajakan diri, tapi tidak 
laku! Gratis sekalipun. 

Semua orang yang dulu hormat, ketika saya masih jadi direktur PT HM Sampoerna, 
kayak ogah ditemui. Padahal, dulu mereka yang mencari-cari saya. Minta tambahan 
jatah rokok atau minta sumbangan, bahkan sponsorship. Terus terang, sesudah 
sebulan saya agak putus asa. Mau balik kerja sama orang malu, mau meneruskan 
rasanya berat sekali. Tapi, saya tidak boleh terlihat seperti itu di rumah 
maupun di depan teman-teman. 

Setiap malam saya sedih melihat kedua anak saya yang masih kecil, Michael dan 
Stephanie. Saya tidak khawatir akan saya sendiri, tapi khawatir akan nasib 
mereka yang masih sekolah di Santa Maria. Di malam hari, beberapa kali saya 
mengeluarkan air mata secara tidak sengaja.

Tapi, bagaimanapun, saya harus bertahan! Caranya? Akhirnya, saya mengambil 
keputusan untuk menghadap kepada Pak Putera Sampoerna. Saya ajak Mike 
(panggilan Michael, anak Hermawan, Red) dan saya brief dia di mobil bahwa saya 
akan "minta job" kepada Pak Putera. Maksudnya, supaya dia bisa mengerti 
"perjuangan" saya untuk minta job. Tapi juga, untuk meng-create efek psikologis 
Pak Putera. 

Kami berdua diterima Pak Putera Sampoerna di kamar kerjanya kira-kira pukul 
tujuh malam. Michael yang belum besar kelihatan "prihatin" akan suasana yang 
agak "tegang", terutama ketika saya mulai berbicara.

Saya langsung melaporkan bahwa saya sudah mengembalikan Toyota Crown Saloon dan 
terima kasih karena utang saya dihapus. Saya memang berutang ketika saya masih 
bekerja di Sampoerna untuk ambil MSc in Marketing dari Graduate School of 
Business dari University of Strathclyde (by distance learning). Artinya, saya 
tidak perlu ke Inggris, tapi cukup belajar dari bahan yang dikirim, ikut 
tutorial di Singapura, dan ujian di British Council.

Saya mengambil keputusan itu supaya punya ijazah S-2 tanpa meninggalkan 
pekerjaan. Strathclyde dipilih, karena saya lihat rankingnya paling tinggi di 
antara distance learning program lain waktu itu.

Kalau sekolah full time di sana, hanya empat kuartal atau setahun. Kalau 
distance learning harus empat semester atau dua tahun. Ketika saya keluar dari 
Sampoerna, saya sudah menyelesaikan tiga semester dengan baik. 

Semester empat yang berupa tesis paling merepotkan saya. Komunikasi dengan 
pembimbing susah, apalagi bahasa Inggris saya kan memang kurang bagus untuk 
menulis sebuah tesis. Tapi lumayan, paling tidak sudah lunas utang saya untuk 
bayar uang sekolah yang harus dibayar sebelumnya.

Balik pada cerita saya, sesudah melaporkan kedua hal tadi, saya langsung saja 
minta tolong kepada Pak Putera untuk diberi "pelaris". Saya mengaku saja kalau 
belum laku!

Dalam waktu setengah jam, Putera Sampoerna setuju untuk memberikan job training 
kepada mantan anak buah saya sendiri di divisi distribusi di seluruh Indonesia 
selama satu tahun. Itulah job pertama saya! Sebuah kontrak besar! Langsung 
saja, saya terharu dan merangkul Mike dalam perjalanan pulang ke rumah. Lega 
rasanya, setelah sebulan tidak dapat job apa pun.

Saya masih ingat, waktu itu total kontrak setahun yang saya dapat sebanyak dua 
setengah kali dari gaji saya setahun sebagai direktur! Terus terang, inilah 
"aliran transfusi darah" pertama supaya MarkPlus Professional Service tidak 
jadi "mak" dan "plus"!

Nah, dengan adanya buffer itu, saya dapat hidup tenang paling tidak setahun. 
Selain itu, ada kesempatan untuk mulai mencari pembantu administrasi, kantor. 
dan mengembangkan network di luar kota.

Pelajaran apa yang saya dapat di sini? Saya menjual paket training besar kepada 
eks bos saya untuk melatih eks anak buah saya sendiri dalam situasi psikologis 
yang tepat! Selain itu? Sebenarnya saya tidak menjual, tapi meminta pada saat 
yang tepat (Pak Putera lagi rileks di sore hari) dalam situasi psikologis yang 
tepat pula (ada Mike di situ). Suatu peristiwa yang tidak akan pernah bisa saya 
lupakan sampai kapan pun! (el)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=115929  
Koleksi Artikel2 Menarik: http://www.gsn-soeki.com/wouw/hermawankartajaya.php 


Kirim email ke