[Hermawan Kartajaya] Hari Pertama Saya di MarkPlus 
Grow with Character! (1/100) Series by Hermawan Kartajaya

[ Rabu, 20 Januari 2010 ]

SATU Mei 1990 adalah tanggal bersejarah buat saya. Itulah hari pertama saya 
tidak menjabat direktur distribusi PT HM Sampoerna. Dan itulah hari pertama 
saya juga memulai MarkPlus. Tanggal itu juga merupakan hari pertama saya 
menjadi seorang entrepreneur.

Sehari sebelumnya, saya masih memegang kartu nama keren PT HM Sampoerna. 
Direktur Distribusi PT HM Sampoerna. Sehari sebelumnya saya masih berkantor di 
pabrik Sampoerna di Kompleks Surabaya Industrial Estate Rungkut atau sering 
disebut SIER. Sehari sebelumnya saya masih punya "anak buah" sekitar 1.600 
orang di seluruh Indonesia yang terbagi di 54 area. Satu area bisa meliputi dua 
atau tiga kabupaten. Maklum, jualan rokok kan mesti merata, apalagi Dji Sam Soe 
yang sudah merakyat.

Pada hari itu, pas satu Mei 1990, saya resmi menggunakan kartu nama MarkPlus 
Professional Service. Begitu saya menyebutnya, karena waktu itu saya berpikir 
pokoknya siap melakukan "professional service" apa pun! Karena kantor belum 
ada, ya berkantor di rumah aja, Taman Prapen Indah C-8 Surabaya.

Saya hanya berpikir, waktu itu, bahwa alamat itu memang "kurang profesional" 
karena tidak di perkantoran, tapi tidak terlalu "kebanting". Waktu itu juga 
belum ada kompleks perumahan yang keren seperti sekarang: Galaxy, Ciputra, 
Pakuwon, dan sebagainya. Jadi, Kompleks Prapen yang "indah" sudah cukup 
lumayan, karena tempatnya bersih dan dihuni banyak eksekutif.

Jadi, paling tidak, biar ada persepsi memang MarkPlus ini perusahaan one man 
show, tapi didirikan oleh seorang ex top executive dari sebuah perusahaan besar 
di Surabaya. Karyawannya belum ada. Kenapa?

Pertama, saya memang belum berani menggaji orang. Kalau nggak laku bagaimana? 
Kedua, ya memang nggak ada yang mau bekerja untuk saya.

Sebenarnya, terus terang, sebulan sebelum "resign" dari Sampoerna, saya memang 
minta tolong kepada anak buah saya yang pintar desain untuk mendesain logo 
MarkPlus. Maksudnya, supaya begitu keluar dari Sampoerna, saya sudah memegang 
kartu nama sendiri dengan logo yang lumayan.

Kartu nama adalah yang saya pikir lebih dulu, karena takut nggak punya 
identitas begitu tidak di Sampoerna lagi. Nah, anak buah saya inilah yang saya 
ajak berdiskusi tentang logo tersebut di luar jam kerja

Saya, bahkan, bercerita hanya pada dia secara "confidential" tentang rencana 
saya tentang MarkPlus yang mulai 1 Mei. Ketika itu, dia kelihatan sangat 
antusias membantu saya untuk mempersiapkan logo, termasuk aplikasinya di kop 
surat dan amplop. Tapi, akhirnya, saya kecewa berat ketika dia tidak mau jadi 
karyawan pertama MarkPlus Professional Service!

"Maaf Pak, saya nggak berani ambil risiko..." katanya sambil menundukkan muka.

Dengan terus terang dia mengaku tidak "sure" sampai kapan MarkPlus bisa 
bertahan. Padahal, di Sampoerna dia sudah lumayan "mapan" walaupun termasuk 
karyawan "kelas bawah". Begitulah situasi hari pertama MarkPlus waktu itu.

Ketika saya bangun pagi, terasa agak aneh. Biasanya saya mandi pagi-pagi, takut 
telat ke kantor karena harus memberi contoh kepada anak buah. Pakai baju 
seragam Batik Sampoerna sesuai dengan warna yang diwajibkan untuk hari itu.

Di Sampoerna, waktu itu, kami semua diberi tiga macam batik seragam dengan tiga 
warna. Senin-Kamis, Selasa-Jumat dan Rabu-Sabtu masing-masing satu warna.

Pada 1 Mei itu saya bangun memang agak siangan, tapi agak bingung apa yang akan 
dilakukan hari itu. Sebab, mendadak sudah tidak perlu pakai batik lagi setelah 
bertahun-tahun. Kayak ada yang "hilang". 

Sehari sebelumnya saya juga sudah mengembalikan mobil dinas Toyota Crown Royal 
Saloon. Hari itu saya mulai menyetir mobil saya sendiri.Toyota Corolla baru, 
tapi cicilan...! Semuanya mendadak terasa hilang! Ya, kantor bagus, mobil 
bagus, anak buah, seragam, bahkan kartu nama keren. 

Saya masih ingat, saya hanya punya tabungan lima puluh juta rupiah waktu itu. 
Dua puluh juta rupiah saya pakai untuk downpayment Toyota Corolla, sisanya yang 
tiga puluh juta untuk cadangan.

Karena belum ada klien yang mau pakai jasa profesional saya pada hari pertama, 
mau tahu apa yang saya lakukan? Percaya atau tidak, saya menulis artikel Reboan 
untuk Jawa Pos sebanyak mungkin! Waktu itu saya memang sudah diajak Pak Dahlan 
Iskan yang baru membangun Jawa Pos beberapa tahun untuk menulis rutin di Jawa 
Pos bersama lima orang Surabaya lain. Kebetulan saya memilih Rabu. Penulis lain 
ada yang memilih hari lain. 

Itulah cara Pak Dahlan "mengangkat" citra orang Surabaya yang tidak mungkin 
dapat kolom di media ibu kota. Saya suka Rabu, karena ada di pertengahan pekan.

Jadi, sejarah MarkPlus yang segera merayakan HUT Ke-20 pada 1 Mei 2010 ini 
memang sangat tidak dipisahkan dari Jawa Pos! Ada semacam hubungan "spiritual". 
Besok, saya akan bercerita lebih detail tentang hal ini. (*)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=112489 
Koleksi Artikel2 Menarik: http://www.gsn-soeki.com/wouw/hermawankartajaya.php 


Kirim email ke