[Hermawan Kartajaya] Helicopter View dan Down to Earth 
Grow with Character! (9/100) Series by Hermawan Kartajaya

[ Kamis, 28 Januari 2010 ]

ANDA pernah coba helikopter? Kelihatan enak di film, tapi kenyataannya bisa 
sangat beda.Ruangnya kecil biasanya kurang nyaman, tidak seperti di pesawat 
komersial yang nyaman.

Suaranya bising, tidak tenang seperti pesawat komersial.Untuk bicara harus 
pakai alat pendengar di telinga.Pasti gak ada cabin crew karena itu gak ada 
yang melayani.

Selain itu, waktu penerbangan lebih lama karena memang gak bisa terbang 
cepat.Dan, yang lebih gak enak adalah ''menakutkan'' karena bisa melihat bumi 
dari atas.Maklum, terbangnya gak terlalu tinggi seperti pesawat komersial. 
Masih ada lagi!

Getarannya keras karena kecil dan karena itu pula gampang tertiup angin ke kiri 
dan ke kanan.

Kata orang yang ''ngerti aviasi'', helikopter itu ''lebih bahaya'' daripada 
pesawat biasa.Paling tidak, itulah semua yang saya rasakan ketika saya naik 
helikopter. Ketika Putera Sampoerna beli helikopter, kita diajak mencoba satu 
per satu, waktu itu. Dia khusus bilang kepada saya, ''If you see your market 
from the sky, it will look differently!'' Karena itu pula, saya jadi lantas 
sering ''melihat'' pasar dari atas.

Kata Pak Putera seperti melihat Peta. Tapi, yang ini lebih realistis. Ini 
penting. Apalagi, ketika itu, saya harus menata kembali jalur distribusi. 
Pembagian wilayah Indonesia harus didasarkan pada regionalisasi. Kepadatan 
penduduk harus dipertimbangkan untuk memperhitungkan efisiensi logistik. Selain 
itu, tingkat purchasing power penduduk rata-rata di suatu wilayah juga harus 
menjadi pertimbangan untuk keperluan efektivitas.

Jumlah pengecer yang ada juga menjadi kunci karena inilah titik-titik 
availability daripada produk yang tidak boleh terlewatkan. Setelah itu, perlu 
diperhatikan jalur perdagangan yang ada dengan melihat ketersediaan jalan, 
kereta api, sungai, dan bahkan kapal terbang. 

Nah, kalau Anda berada di helikopter yang sedang melayang di udara, Anda memang 
tidak bisa melihat semua itu dengan teliti. 

Tapi, Anda akan punya kesempatan untuk ''membayangkan'' data yang Anda punyai.

Putera Sampoerna bahkan mengatakan bahwa imagination itu adalah segalanya! 
Artinya? Itulah dari tujuan yang ingin Anda capai. Dengan melihat suatu are 
dari atas, akan timbul semangat untuk ''menguasai'' area tersebut. Saya sering 
menggunakan bendera-bendera kecil GG, Djarum, Bentoel, dan Sampoerna yang 
ditancapkan di atas peta untuk menggambarkan penguasaan pasar oleh 
masing-masing brand. Persis seorang jenderal yang mau bikin strategi perang. 
Dan, peta itu menjadi lebih konkret lagi ketika dibawa naik helikopter yang 
sedang menyusuri area yang relevan. 

Di Sampoerna semua direksi memang harus bisa berpikir seperti itu. Harus punya 
''helicopter view'' yang bersifat wide, imaginative dan abstract Wide karena 
dari atas Anda akan bisa punya bigger picture dari bisnis Anda ketimbang kalau 
Anda di bawah. Imaginative karena di situlah Anda mendapatkan kesempatan untuk 
mimpi tentang bisnis Anda. 

Abstrak karena suatu strategi yang dibayangkan untuk mencapai suatu tujuan 
belum menjadi konkret sebelum dilaksanakan. Tapi, apakah itu cukup? 

Pasti tidak! Pak Putera paling tidak suka kalau orang Sampoerna tidak 
''membumi''. Karena itu, saya jadi suka sidak ke lapangan. Direksi yang hanya 
bisa bikin strategi, tapi gak tau lapangan gak ada gunanya. Karena itu juga 
harus bisa down to earth yang sifatnya detail, realistic dan concrete.

Detail artinya tidak boleh cuma global. Semua data global mesti diurai sampai 
detail. Realistis artinya bukan sekadar imajinasi yang gak ada juntrungannya.

Dan, konkrie maksudnya harus ada rencana yang nyata. Ingat bahwa semua 
kelihatan indah dari atas dan gampang dicapai, tapi menjadi tidak mudah ketika 
menghadapi kenyataan. The devil is always on the detail! Karena itu, sampai ada 
buku Execution yang cukup laris karena penulisnya menemukan bahwa banyak 
kegagalan bukan disebabkan oleh salah strategi. Tapi, gagal dalam pelaksanaan. 

Kesimpulan akhir?

Harus seimbang! Harus ada balance di antara keduanya. Inilah serangkaian 
pelajaran dari ''magang'' saya di Universitas Sampoerna. Besok saya akan 
bercerita tentang guru saya yang ketiga sesudah Dahlan Iskan dan Putera 
Sampoerna, sebelum mendirikan MarkPlus Professional Service pada 1 Mei 1990 di 
Suarabaya.(*)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=113981 
Koleksi Artikel2 Menarik: http://www.gsn-soeki.com/wouw/hermawankartajaya.php 



Kirim email ke