[Hermawan Kartajaya] Janji Adalah Utang! Karena Itu, Janji Harus Dibayar! 
Grow with Character! (13/100) Series by Hermawan Kartajaya

[ Senin, 01 Februari 2010 ]

SELAMA saya bekerja di Sampoerna, saya tetap memelihara kontak dengan Pak 
Ciputra. Setiap ke Jakarta, saya berusaha menemui beliau.

Saya juga mengikuti terus apa yang dipelopori oleh ''sang pelopor'' di industri 
properti itu. Salah satu pelajaran yang saya tidak bisa lupa adalah pernyataan 
beliau kepada pelanggan.

Apa itu? ''Janji adalah utang! Karena itu, janji harus dibayar!'' Itu kan pas 
dengan konsep dasar Customer Satisfaction atau Kepuasan Pelanggan. CS 101!

Ketika orang berpikir bahwa service adalah ''keramahan'' atau ''senyum'', maka 
kenyataannya bukan begitu. Ada banyak orang yang berpikir bahwa service adalah 
ASS atau after sales service. Apalagi, di industri otomotif ada istilah ''3S'' 
(sales, service, and sparepart)!

Kalau sudah begini, arti service itu menjadi ''kecil''. Sebab, divisi sales 
bertanggung jawab jualan produk. Service untuk ASS, sedangkan sparepart yang 
menyiapkan suku cadang. Padahal, pengertian service bukan seperti itu.

Menurut riset intensif yang dilakukan Leonard Berry, Valarie Zeithaml, dan 
Parasuraman, mereka menemukan bahwa elemen terpenting dalam service adalah 
reliability. Deliver what you have promised! Berikan apa yang Anda sudah 
janjikan!

Statemen Pak Ciputra ketika itu bahkan lebih keras lagi yang mengatakan bahwa 
janji adalah utang! Berarti, kalau Anda sudah janji, sudah langsung utang! 
Padahal, waktu itu, CS masih istilah baru di dunia marketing. Astra yang 
merupakan the best managed company pun di Indonesia baru mulai belajar 
konsepnya. Secara umum, orang yang bekerja di industri service sadar duluan 
tentang CS ini. Simpel saja....

Ya karena sifat industrinya, yang memang tidak membuat produk. Tekanannya pada 
delivery yang di-consume pada saat yang sama. Karena itu, Astra pun mengirim 
orang-orangnya ke hotel bintang untuk '''belajar'' service.

Konon, orang bengkel ASS dikirim ke hotel untuk sekadar ngopi. Ketika kembali 
ke bengkel, mereka lantas ditanya gimana perasaannya. Mereka bilang bahwa 
mereka diperlakukan dengan ramah. Senyum dan sapa jadi standar baku di hotel. 

Tapi, selain itu, yang penting adalah mereka selalu diberi apa yang mereka 
dijanjikan. Gak pernah, pesan kopi keluar teh. Atau, dijanjikan teh tawar yang 
keluar teh manis. Atau, teh panas yang keluar es teh. Nah, hal-hal sederhana 
seperti itulah yang dipakai sebagai contoh untuk dilaksanakan Bengkel Astra. 
Padahal, yang dijual adalah mobil atau sepeda motor.

Hebat kan?

Balik kepada cerita Pak Ci, sementara pengembang lain waktu itu hanya mikirin 
bikin produk yang bagus dengan harga yang pas. Maka, Ciputra berani mengatakan 
bahwa janji adalah utang. Cerita menarik pun beredar.

Misalnya, ketika ada pembeli rumah dari ''sang pelopor'' bocor gentingnya, 
dibongkarlah seluruh atap! Kalau masih bocor, ya sekalian diganti rumah baru. 
Edan kan? 

Ciputra berani sekali dengan memasang poster-poster besar gambar dirinya dengan 
memuat tulisan seperti itu! Nah, kalau sudah begitu, konsekuensinya berat! CEO 
yang berjanji, semua karyawan harus mendukung! Itu penting! Kalau tidak, 
pernyataan seperti itu hanya menjadi iklan kosong yang bisa backfire!

Jangan janji kalau sudah tau bakal tidak bisa memenuhi. Tapi, kalau sudah 
kadung janji, ya harus dipenuhi! Kalau bakal tidak bisa bayar, jangan berutang. 
Tapi, sekali berutang ya bayarlah. Sebab, nama baik jauh lebih penting dan 
berharga daripada biaya kerugian yang harus diderita. Sekaligus hal itu 
mengingatkan bahwa utang itu ada bunganya lho.

Artinya? Berusahalah selalu reliable atau memenuhi janji. Sebab, biaya 
memuaskan orang yang marah karena merasa tidak dipenuhi apa yang dijanjikan 
menjadi lebih mahal. Itulah bunga dari utang yang harus dibayar! Pada saat ini 
saja, masih banyak orang hanya enteng janji, tapi tidak bisa melaksanakan. 
Tapi, Pak Ciputra sudah melaksanakan itu lebih dari 20 tahun lalu! 

Itulah ciri-ciri beliau. Bukan sekadar menirukan teori CS dari buku, tapi 
berani ''memperkeras'' esensinya. 

Manfaatnya? Ada tiga! Satu, konsumen merasa terjamin. Dua, karyawan lebih 
committed kepada janji. Tiga, perusahaan tidak perlu hanya berkompetisi pada 
produk dan harga. Got it? (*)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=114741 
Koleksi Artikel2 Menarik: http://www.gsn-soeki.com/wouw/hermawankartajaya.php 


Kirim email ke