Ronny Haryanto wrote:
On Thu, Nov 16, 2006 at 08:58:40PM +0700, Andre Kusuma wrote:
Betul, jadi kira2 ini mau bikin program java seberapa rumit atau
besar skalanya, kalau hanya 100-500 LOC sepertinya vim/emacs sudah
mencukupi.
Wah ini sih menghina namanya, hehe. Saya yakin kalo para kernel
hackers dan programmer banyak open source projects lainnya ditanya
pake editor apa saya yakin lebih dr 80% akan jawab either vi atau
emacs. They're probably MUCH more powerful than you thought, apalagi
setelah terbiasa dan familiar dg featuresnya.
hehe tanpa maksud menghina, saya sih tetap lebih suka GUI IDE
dibandingkan text editor ataupun CLI IDE :)
mouse-click, icon yang merepresentasikan fungsinya, dan click pada
tempat yang diingat berdasarkan lokasi lebih mudah ketika pikiran
suntuk, dibandingkan mengingat mnemonic shortcut :)
tapi ya ini preferensi sih
Sekedar "preview" aja, vim 7.0 (cuma karena saya ga pernah pake emacs)
punya features: autocompletion (seperti intellisensenya visual studio)
untuk berbagai programming languages, tab interface (buka banyak files
seperti tabbed browsing), syntax (tepatnya lexical) highlighting untuk
481(!) jenis file by default, extensible lewat berbagai scripting
language support (tcl, ruby, python, perl, etc.), cli dan gui (biar
lewat ssh pun masih mantep, dan masih bisa pake mouse juga), dst. Saya
yakin emacs juga gak kalah featuresnya, malah mungkin lebih banyak
lagi, seperti maen tetris(?).
belum sempat mencoba fitur2 baru VIM 7 sih :)
tapi autocompletion ini bagus juga, kyknya pernah preview di digg
sebelum rilis kemarin.
Kekurangannya pake vi: learning curvenya steep, saya dulu paksa pake
exclusive kira2 1 bulan utk edit segala macem sampe email baru mulai
terbiasa dan ga perlu liat reference lagi. Tapi begitu udah bisa, wah
worth it banget, ga pengen pindah ke yg lain, ga bisa hidup tanpa vi,
hehe. Satu lagi kejelekannya kalo udah biasa pake vi, pengennya pake
vi di mana2, bahkan lagi di web browser pun kalo ngetik2 di blog
pengen pencet Esc melulu.
betul, harus belajar dulu dan dihapalkan. nah bukankah lebih baik jika
untuk mendevelop program, kita berpusing2 pada programnya, bukan pada
penggunaan alat bantunya ? :)
saya pakai vi sejak pico nggak diinclude di distro redhat, dan dulu
belum tau nano. dan lagi, vi secara default terinstall di distro2 yang
sering saya implementasikan.
Untuk sysadmin yang sering mengimplementasikan banyak sistem,
membiasakan diri pada konfigurasi default dibandingkan membiasakan
konfigurasi pada diri (menrubah konfigurasi sesuai keinginan maksudnya)
ini lebih cocok untuk saya. tapi tentu casenya terbalik untuk editor
java ini :)
Ronny
--
Andre Kusuma
--
Berhenti langganan: [EMAIL PROTECTED]
Arsip dan info: http://linux.or.id/milis