Psikologi Poligami 
Poligami sesungguhnya merupakan fitrah hidup, artinya dibenci dan 
dimusuhi seperti apapun praktek poligami selalu ada. Pada 
masayarakat Barat yang melarang poligami secara hokum, maka 
prakteknya banyak suami punya wanita selingkuhan. Jika ada kelompok 
wanita yang memiliki seterotip kepada laki-laki dengan mengatakan 
dasar laki-laki nggak boleh lihat jidat licin, maka perlu diketahui 
bahwa semua isteri muda adalah perempuan juga. Artinya pada sebagian 
perempuan, poligami merupakan jalan keluar, apaboleh buat menjadi 
isteri kedua daripada tidak.Dalam hidup tidak semua yang kita terima 
itu yang kita inginkan. Inginnya menjadi isteri satu-satunya, eh 
malah jadi isteri ketiga. 

Agama Islam menempatkan poligami sebagai pintu darurat, bukan pintu 
yang selalu terbuka, maknanya ada memang lelaki tertentu yang 
memiliki potensi lebih, yang tidak cukup dengan satu isteri, atau 
ada kasus, yang mengantar poligami menjadi solusi, misalnya 
isterinya mandul. Islam menyalurkan fitrah manusia dengan aturan dan 
etika. Etika bagi laki-laki yang apa boleh buat menjalani poligami, 
ia harus berlaku adil terhadap isteri-isterinya meski adil itu 
sangat berat. Ada orang yang berpoligami secara jujur dan terbuka, 
ada yang sembunyi-sembunyi, ada yang berpoligami sekedar menuruti 
syahwat seksual tanpa tanggungjawab. 

Berikut ini kasus rumah tangga yang menjurus pada poligami, tetapi 
akhirnya si lekaki mengurungkan niatnya karena sadar akan 
tanggungjawab. Waktu itu saya sebagai konselor keluarga, dan dia 
datang kepada saya sebagai klient. Kasus ini saya rekam dan saya 
muat di buku saya Konseling Agama Teori dan Kasus. Silahkan dibaca: 
Seorang pegawai perusahaan swasta bermaksud poligami. Ia seorang 
sarjana ekonomi yang baru akrab dengan agama setelah bergaul dengan 
rekan sekerja yang kebanyakan taat beragama dan 
agak "fundamentalis". Lingkungan pergaulannya adalah masyarakat 
professional, tetapi mereka mempunyai corak keberagamaan yang cukup 
kental, dengan menonjolkan simbol-simbol tertentu, seperti salat 
awal waktu, memelihara jenggot dan juga poligami. Di lingkungan grup 
pengajiannya, poligami dipandang sebagai sunah Nabi yang dianjurkan, 
sehingga dia dengan semangat mengikuti sunnah Nabi juga bermaksud 
nikah lagi. Isterinya berasal dari lingkungan masyarakat pesantren, 
yang juga taat beragama, tetapi simbol-simbol keberagamaannya 
berbeda dengan lingkungan pengajian suaminya. Isterinya lebih respek 
kepada kyai di pesantrennya dibanding guru ngaji suaminya yang 
Insinyur. 

Dalam hal rencana nikah lagi, terjadi peselisihan hebat antara suami 
isteri itu, dan menariknya masing-masing berdalil dengan agama. 
Suami menganggap rencana nikah lagi itu sebagai perwujudan dari 
mengikuti sunnah Rasul, sementara isteri memandangnya sebagai akal 
bulus, yakni menjadikan agama sebagai kedok untuk mencari kepuasan 
syahwat. Karena keduanya memang orang yang patuh kepada agama, maka 
pertentangan pendapat suami isteri itu disepakati untuk mencari 
pembenarannya. Suami memanggil guru ngajinya untuk menasehati 
isterinya agar patuh kepada suami, sementara isterinya mengajak 
suaminya silaturrahmi kepada gurunya di pesantren, sekaligus untuk 
meminta nasehatnya tentang rencana nikah lagi itu. Sang isteri pergi 
dengan semangat karena yakin pasti pak kyai, gurunya di pesantren 
itu pasti ada di pihaknya, dan sang suami juga semangat, karena 
yakin bahwa pak kyai itu lebih mengerti tentang keharusan mengikuti 
sunnah Rasul, apa lagi pak kyai juga berpoligami. 

Anatomi masalah 
Sebenarnya, sang isteri tidak bersedia dimadu, lebih didorong oleh 
perasaanya sebagai wanita. Ia tidak begitu antipati terhadap 
poligami, karena ia sendiri adalah puteri dari isteri muda seorang 
kyai, dan ia merasa OK-OK saja berhubungan dengan saudara-saudara 
tiri dan bahkan ibu tirinya. Akan tetapi dalam hal rencana nikah 
lagi suaminya, disamping secara naluriah ia tidak bisa menerima, ia 
juga tidak percaya terhadap otoritas guru ngaji suaminya yang selalu 
menekankan kewajiban seorang isteri harus patuh kepada suami. Di 
mata sang isteri guru suaminya itu bukan orang 'alim, sebagaimana 
juga suaminya, meskipun mereka itu sarjana dan professional, tetapi 
bukan dalam bidang agama. 

Sementara itu, sang suami yang baru kenal agama setelah berada di 
lingkungan kerja baru itu merasa bahwa poligami itu mengandung nilai 
keutamaan agama. Ia bermaksud nikah lagi dengan semangat ibadah, dan 
sudah barang tentu ada juga motif kepada pengalaman baru hubungan 
seksual, tetapi ia sama sekali tidak mau terima jika dituduh 
isterinya bahwa rencana nikah lagi itu hanya akal bulus saja untuk 
mencari kepuasan seksual. Ia bahkan tidak pacaran dengan calon 
isteri keduanya itu, karena calon isterinya itu adalah orang yang 
dikenalkan oleh guru ngajinya. Oleh karena itu ia tanpa ragu 
sedikitpun untuk memenuhi permintaan isterinya silaturrahmi kepada 
pak kyai di pesantren. 

Pasangan suami isteri itu kemudian mendatangi penulis, dan meminta 
penulis untuk mengantar mendampingi mereka ke desa di mana kyai itu 
memimpin pesantrennya. Solusi yang ditawarkan. Ketika tiba menghadap 
pak kyai, setelah basa-basi seperlunya, mereka mengemukakan 
masalahnya. Suami mengetengahkan maksudnya dan mohon nasehatnya, dan 
isteri mengemukakan keberatan dan mohon bantuan agar menasehati 
suaminya. 

Pak kyai yang 'alim ini nampaknya sangat bijak dalam menasehati 
mereka berdua. Pak kyai bilang, poligami itukan ajaran Islam, ada 
dalam al Qur'an lagi. Ayahmu kan juga isterinya dua, kata pak kyai 
kepada tamu wanitanya, nah, seorang muslim jika memang mampu, agama 
sudah barang tentu membolehkan, asal jujur. Maka nasehatku kepada 
anda, coba kau tanyakan kepada hati nuranimu, istafti qalbak. Nanti 
jika nuranimu, bukan syahwatmu sudah menjawab, ya itu artinya 
nasehat agama. Mendengar nasehat pak kyai itu, sang suami berseri-
seri wajahnya, sementara isterinya diam agak masam muka. 
Tetapi menjelang tamunya pamitan, pak kyai berkata: Memang ada tiga 
orang yang bisa berpoligami. Mendengar kata-kata pak kyai itu, baik 
sang suami maupun sang isteri nampak sangat antausias ingin 
mendengar lanjutannya. 

Pertama, penguasa, penguasa politik atau penguasa harta, atau 
penguasa apa saja, karena kekuasaannya, maka ia bisa mengelola dan 
mengatur isteri-isterinya. 
Kedua, Orang berilmu, termasuk Ulama, karena ilmu yang dalam maka ia 
mampu mengatasi problem yang timbul dari kehidupan berpoligami. Yang 
ketiga, Orang mbelosondo atau orang ngawur, dan dengan ngawurnya ia 
bisa saja mempunyai isteri dua, tiga atau empat sekalian. 

Sekarang tanyakan kepada hati nuranimu, sampeyan termasuk yang mana. 
Nasehat pak kyai yang cespleng itu nampaknya benar-benar mengena. 
Sepanjang pulang ke rumah dan bahkan sampai berhari-hari di rumah, 
laki-laki itu merenung bekerja keras bertanya kepada hati nuraninya, 
apakah ia termasuk orang pertama, kedua atau ketiga. Pada akhirnya 
ia tidak berani meneruskan rencananya, karena secara sadar nuraninya 
mengatakan bahwa ia tidak termasuk nomor satu dan bukan pula nomor 
dua. Untuk menjadi nomor tiga, ahhh...... no way katanya. 

Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com






==========================================

MILIS MAJELIS MUDA MUSLIM BANDUNG (M3B)
Milis tempat cerita, curhat atau ngegosip mengenai masalah anak muda dan Islam.
No Seks, No Drugs, No Violence.

Sekretariat : 
Jl Hegarmanah no 10 Bandung 40141
Telp : (022) 2036730 , 2032494 Fax : (022) 2034294         

Kirim posting mailto:[EMAIL PROTECTED]
Berhenti: mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/majelismuda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke