Mistikus Cinta Illahi, Mawlana Rumi, Whirling Dervishes Workshop
   
  Mawlana Jalaludin Rumi
  Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
  ( Grandson of Mawlana Rumi )
                                       
  “Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya dan Saya 
mengaguminya, Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. 
Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia 
adalah orang yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling 
sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah 
sekarat.  Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia.  Ini adalah sebuah 
rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.  
   
  ( Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil al-Haqqani   - Cucu dari 
Mawlana Rumi, Lefke, Cyprus Turki, September 1998)   
  Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang 
berpengaruh di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah 
thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat 
Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan 
kalangan seniman sekitar tahun l648. 
   
  Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam 
menentukan kebenaran. Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit 
itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera 
dan akal.  Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan 
cepat mereka ingkari dan tidak diakui. 
   
  Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan 
Iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, 
kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan 
berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah. 
   
  Rumi mengatakan, "Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat 
keagamaan adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu'tazilah. Mereka merupakan 
para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya 
termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak 
terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya." 
   
  Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah 
melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. 
Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah 
penyembuhan yang terkandung dalam obat. "Padahal, yang lahir itu senantiasa 
menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. 
Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi 
di dalamnya?" tegas Rumi. 
   
  PENGARUH TABRIZ
   
  Fariduddin Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi, ketika berjumpa dengan 
Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan 
menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin 
Attar itu tidak meleset. 
   
  Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207. Mawlana 
Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi 
al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di 
Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma). 
   
  Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar 
bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, 
ia digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada 
sebagian ulama lain. Dan mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin 
ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus 
meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya.   Ketika itu Rumi baru berusia lima 
tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari 
suatu negara ke negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur 
laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran 
tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, 
mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai 
pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini 
pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun. 
   
  Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq 
at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga 
menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Beliau baru kembali ke 
Konya pada 634 H, dan ikut mengajar di perguruan tersebut. 
   
  Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan 
pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga menjadi 
da'i dan ahli hukum Islam.  Ketika itu banyak tokoh ulama yang berkumpul di 
Konya. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul 
para ulama dari berbagai penjuru dunia. 
   
  
   
  Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau sudah berumur cukup tua, 
48 tahun.  Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah 
yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, beliau juga 
memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu 
berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau berjumpa dengan seorang 
sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi dari kota Tabriz. 
   
  Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak 
yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba seorang lelaki asing--yakni Syamsi 
Tabriz--ikut bertanya, "Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?" Mendengar 
pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat 
pada sasarannya.  Beliau tidak mampu menjawab. Akhirnya Rumi berkenalan dengan 
Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada Tabriz yang 
ternyata seorang sufi. 
   
  Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, "Sesungguhnya, 
seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil.  Setiap hari sang 
guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan 
zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat 
kandungan ilmu yang tiada taranya." 
   
  Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya 
berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut 
berperan mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi penyair yang sulit 
ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, beliau tulis 
syair-syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz. 
Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama 
Maqalat Syams Tabriz. 
   
  Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syaikh Hisamuddin 
Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa 
hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan 
yang diberi nama Masnavi. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 
bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, 
yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. 
Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia.  Karya tulisnya yang lain adalah 
Ruba'iyyat (sajak empat baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam 
bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang metafisika), dan Maktubat 
(himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya). 
   
  Bersama Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau 
Jalaliyah. Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes 
(para Darwisy yang berputar-putar).  Nama itu muncul karena para penganut 
thariqat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan 
suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase. 
   
  WAFATNYA MAWLANA RUMI
   
  
  
  Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada 
Rumi. Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar bahwa 
tokoh panutan mereka, Rumi, tengah menderita sakit keras. Meskipun demikian, 
pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya. 
   
  Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo'akan, "Semoga Allah berkenan 
memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan."  Rumi sempat menyahut, "Jika 
engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi 
kematian ada juga yang kafir dan pahit." 
   
  Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun 
Rumi dipanggil ke Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, 
penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya.  Malam 
wafatnya beliau dikenal sebagai Sebul Arus (Malam Penyatuan).  Sampai sekarang 
para pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari 
wafatnya beliau.
  
  
  
   
  “SAMA”, Tarian Darwis yang Berputar
  
  
  
   
  Suatu saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian “Sama” 
ketika itu seorang sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling), beliau 
mengatakan, “Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan Tuhan, maka dalam 
keadaan extase para darwis juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik 
Sama yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi Sallallahu alaihi wasalam 
adalah merupakan wujud musik cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya. 
   
  Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama, 
dimana musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama adalah seperti 
electron yang mengelilingi  intinya bertawaf menuju sang Maha Pencipta. Semasa 
Rumi hidup tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan 
makanan dan minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat Isa sering 
melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya. 
   
  Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama dan perasaan harmonis 
alami yang muncul dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi,  Rumi 
menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika gendang ditabuh seketika 
itu perasaan extase merasuk bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak 
laut”. 
   
  Tarian Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau Tariqah Mawlawiyah ini 
masih dilakukan saat ini di Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana 
Syaikh Nazim Adil al-Haqqani.  Ajaran Sufi Mawlana Syaikh Nazim dan mawlana 
Syaikh Hisyam juga merambah keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga 
tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak kota-kota di Amerika, 
Eropa dan Asia di bawah bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani. 
   
  Tarian Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap 
melalui perputaran planet-planet. Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan 
dalam situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke 
tujuh belas. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang 
Rumi dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang menyenangkan. 
   
  Para Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar menarikan tarian ini dengan 
bimbingan Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan 
seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling kayu. Para penari masuk 
mengenakan pakaian putih yang sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar 
sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan 
batu nisan.
   
  Akhirnya seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwish 
lainnya. Mereka kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet 
merah menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada 
keindahan langit senja sewaktu Rumi wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk 
Rasulullah saw yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik, gendang, marawis 
dan seruling ney.
   
  Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya maka para darwis memulai 
dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga 
tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh 
kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang 
menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”, kelahiran kedua. 
   
  Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan 
perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi 
matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik 
dipercepat.  Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci 
Al-Quran. 
   
  Rombongan Penari Darwis, secara teratur menampilkan Sama di auditorium umum 
di Eropa dan Amerika Serikat. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan 
terasa lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini sangat magis dan 
menawan. Kedalaman konsentrasi, atau perasaan dzawq dan ketulusan para darwis 
menjadikan gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para 
hadirin diminta untuk tidak bertepuk tangan karena “Sama” adalah sebuah ritual 
spiritual bukan sebuah pertunjukan seni. 
   
  Pada abad ke 17,  Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah dikendalikan oleh kerajaan 
Utsmaniyah. Meskipun Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar kebebasannya 
ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja 
menungkinkan Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan memperkenalkan 
kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan 
indah. Pada Abad ke 18,  Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi anggota 
Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia menciptakan musik untuk upacara-upacara 
Mawlawi. 
   
  Selama abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar Sembilan 
belas aliran sufi di Turtki dan sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu 
dikerajaan Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi 
kelompok yang paling berpengarh diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka 
dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan 
Amerika pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian public. Selama abad 19, 
sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak 
kelompok wisatawan Eropa yang dating ke Turki. 
   
  Pada tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan diri ditanah kelahiran 
mereka Turki, setelah Kemal Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua 
kelompok darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu 
makam Rumi di Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum Negara. 
   
  Motivasi utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa 
pertengahan guna mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi 
ala barat.  Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki. 
Pada saat itulah Syaikh Nazim ق mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan 
mengajar agama Islam di Siprus, Turki.  
   
  
  Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
   
  Banyak murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim dan menerima Thariqat 
Naqsybandi Haqqani.  Selain itu beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh 
Tariqah Sufi besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau Mawlawiyah, Qodiriah, 
Syadziliyah, Chisty. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan 
karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agama pun 
dilarang di sana.  Bahkan mengumandangkan azan pun tak diperbolehkan. 
   
  Langkah Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah menuju masjid di tempat 
kelahirannya dan mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkan penjara 
selama seminggu.  Begitu dibebaskan, Syaikh Nazim ق pergi menuju masjid 
besar di Nikosia dan melakukan azan di menaranya.  Hal itu membuat para pejabat 
marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum.  
   
  Sambil menunggu sidang, Syaikh Nazim ق terus mengumandangkan azan di 
menara-menara masjid di seluruh Nikosia.  Sehingga tuntutannya pun terus 
bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau.  Pengacara menasihati beliau 
agar berhenti melakukan azan, namun Syaikh Nazim ق  mengatakan, “ Tidak, 
aku tidak bisa mengehntikannya.  Orang-orang harus mendengar panggilan azan 
untuk shalat.” 
   
  Ketika hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim didakwa atas 114 kasus 
mngumandangkan azan diseluruh  Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, 
maka beliau bisa dihukum 100 tahun penjara.  Tetapi pada hari yang sama hasil 
pemilu diumumkan di Turki.  Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan 
untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih menjadi Presiden adalah 
membuka seluruh masjid-masjid dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa 
Arab. Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada Mawlana Syaikh Nazim.   
   
  Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara dan dikelola oleh 
pemerintah Turki sebagai tempat wisata. Meskipun demikian pengunjung yang 
datang kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan wisatawan. Melalui 
sebuah kesepakatan pemerintah Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian 
“Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan 
tersebut bersifat cultural untuk para wisatawan. 
   
  Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara Internasional. 
Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi 
praktek yang illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak Ataturk 
melarang agama mereka. 
   
  Wa min Allah at Tawfiq
     
  Undangan Workshop RUMI, Whirling Dervishes ( Tari Spiritual SAMA, Rumi)

UNDANGAN KAJIAN LEPAS KERJA MASJID BAITUL IHSAN
BANK INDONESIA, JL. tHAMRIN / JL. BUDI KEMULIAAN.

Tema: " Ekspresi Seni Para Pecinta "
Menampilkan Whirling Darvishes Jalaludin Rumi
Presentasi Workshop Tari "SAMA" Whirling Dervishes

Mari Kemari, Datang..Datanglah
Mari kemari datanglah siapapun dirimu.
Pengelana, Peragu, dan Pecinta mari..kemari datanglah
Tak penting kau percaya atau tidak..
Mari, kemari … datanglah

Kami bukanlah caravan yang patah hati ...
atau pintu-pintu dari keputus asa-an, 
Mari kemari datanglah... 
Meski kau telah jatuh ribuan kali, 
Meski kau telah patahkan ribuan janji, 
Mari kemari…datang. .. datanglah sekali lagi…

( Mawlana Jalaludin Rumi )

Waktu: Selasa Tgl 26 Desember 2006, mulai pukul 16.45 sd menjelang Maghrib, dan 
(jika dirasa perlu) dilanjutkan 18.30 sd menjelang Isya utk diskusi tanya jawab.
Venue : Masjid Baitul Ihsan, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jl.Budi 
Kemuliaan Jakarta Pusat, Ruang Utama dan Ruang Kelas Lt. Basement.
Peserta : Umum
Biaya : TIDAK DIPUNGUT BIAYA

Wasalam, arief
  HP. 0816 830 748, 0888 133 5003
  www.mevlanasufi.blogspot.com
  www.rabbani-sufi.blogspot.com
   


 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke