Perih Itu Mengoyak Hati
 
By: M. Agus Syafii
 
Kehidupan  bagai ditengah samudra. Penuh misteri dan duka nestapa, 
mengoyak luka  dihati, terasa teriris perih. Setiap orang tidak pernah 
mengerti apa  yang akan terjadi di esok hari. Ujian dan cobaan bisa 
datang tiba-tiba,  silih berganti tanpa kita pernah menyadari. Begitulah
 yang terjadi pada  seorang ibu di Rumah Amalia. Ditengah kebahagiaannya
 bersama suami dan  dua anak laki yang dicintainya sekalipun sederhana 
keluarga itu cukup  bahagia. Dua anak laki-lakinya yang lucu dan manis. 
yang kecil berusia  lima tahun dan kakaknya berusia tujuh tahun. 
Ditengah kehidupan kian  sulit suaminya berhenti bekerja dan mengais 
rizki dengan mengojek.  Semuanya begitu indah, menjalani kehidupan penuh
 syukur.
 
Sampai  kemudian peristiwa tragis terjadi, suaminya mengalami 
kecelakaan  setelah mengantar penumpang. Nyawanya tidak mampu 
diselamatkan. Air  matanya tertumpah, sudah tak terbendung lagi, 
kekuatan dan ketegaran  hatinya runtuh ketika jenazah suaminya tiba di 
rumah tangis itu meledak.  Dua anak laki-lakinya tidak mengerti apa yang
 sedang terjadi. 'Kenapa  bapak?' tanya adik. Kakaknya menggeleng, 
sambil menutup matanya.  Orang-orang berdatangan memeluk sang ibu. Beban
 itu begitu berat. Dua  anak laki-laki itu berlarian keluar rumah. 
Ibunya tenggelam dalam  kedukaan. Kehidupan berjalan begitu cepat. Semua
 dipikul dipundaknya  seorang diri. Kerja keras memenuhi kebutuhan hidup
 tak mampu  ditanggungnya sendiri. Bekerja sebagai pembantu, nyuci dan 
gosok  dikerjakannya, untuk bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.
 
Sementara  dirinya bekerja, anak-anak tidak ada yang mengasuh dan 
menjaga. Ia  selalu berpesan agar sang kakak untuk menjaga adiknya. 
Setiap sore  pulang kerja, terkadang terkena damprat orang karena 
anak-anaknya  berantem dengan anak tetangga. Pernah satu hari dirinya 
begitu sangat  marah karena adiknya melempar jendela rumah tangga. Adik 
kakak itu  menangis tersedu-sedu. Tak kuasa hatinya terasa pilu 
mendengar tangisan  anak-anaknya. Namun beban itu begitu berat 
dipundaknya. Tidak ada lagi  yang diajaknya bicara, sampai pada suatu 
hari ditengah luka perih dan  beban kehidupan yang begitu berat. Dibawa 
dua anak laki-lakinya  kekuburan ayah mereka. Dengan isak tangis ibu itu
 mengeluh dan berkata  didepan makam almarhum suaminya. 'Bang, saya 
sudah tidak sanggup lagi  mengurus anak Abang, Abang aja yang 
mengurusnya.' Sampai seminggu  kemudian, kedua anak laki-laki itu 
meninggal dunia, menurut dokter  karena terkena demam berdarah.
 
'Ya Allah, Ya Rabb'  Teriak ibu menangis menjerit-jerit melihat wajah
 kedua anaknya yang  dicintainya disaat terakhir. betapa hancur hatinya,
 setelah kehilangan  suami dan dirinya kehilangan kedua anak 
laki-lakinya. Hatinya begitu  kokoh, beliau menerima dengan penuh 
keikhlasan atas kehilangan  orang-orang yang dicintainya. Hanya 
bersandar kepada Allahlah yang  menguatkan hati beliau.
 
---
'Cukuplah Allah  menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baiknya 
pelindung maka mereka  kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari
 Allah, mereka ditimpa  suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan 
Allah. Allah mempunyai  karunia yang besar.' (QS. Ali Imran :173-174).
 
Wassalam,
M. Agus Syafii
---
Teman,Terima  kasih atas doa & dukungan teman2 semua 
terselenggaranya kegiatan  'Salam Amalia (SALMA) di Rumah Amalia, Ahad, 
26 Juni 2011 jam 8 s.d 11  pagi

Kirim email ke