Sri Mulyani, Tertipu atau Terlibat?

by Bambang Soesatyo
Inisiator Hak Angket Kasus Century/Anggota Timwas Century DPR
 
Sejak
 awal kasus Bank Century mengemuka, nama Sri Mulyani Indrawati (SMI) 
sudah kerap disebut-sebut. Sri Mulyani kala itu menjabat Menteri 
Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Yang 
terakhir disebut itu adalah nama sebuah lembaga yang dibentuk atas dasar
 Perppu nomor 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan 
(JPSK). Jadi, KSSK dibentuk untuk mencapai tujuan JPSK.  

Ceritanya,
 Perppu JPSK disiapkan sebagai antisipasi, kalau-kalau krisis subprime 
mortage dari Amerika Serikat, waktu itu, menjalar ke Indonesia. Tapi 
KSSK ini agak aneh. Isinya cuma dua orang: Menteri Keuangan sebagai 
ketua dan Gubernur BI sebagai anggota. Dan sepanjang usianya, tindakan 
KSSK yang paling fenomenal hanya satu: memberi bailout bagi Bank 
Century. Seakan-akan, KSSK ini memang hanya dibentuk untuk tujuan itu.

Sebagai
 Ketua KSSK, Sri Mulyani mengambil keputusan penyelamatan Bank Century 
pada 21 November 2008 dalam sebuah rapat menentukan di Departemen 
Keuangan. Rapat berlangsung dari Kamis malam pukul 23.00 WIB hingga 
Jumat pagi, pukul 06.00 WIB.

Jika mengacu kronologi dalam audit 
BPK, rapat konsultasi KSSK pada 20 November dimulai dengan rapat 
konsultasi KSSK pada pukul 23.00 WIB. Rapat konsultasi diawali dengan 
presentasi BI yang menguraikan Bank Century sebagai Bank Gagal dan 
analisis dampak sistemik. Setelah rapat konsultasi, dilanjutkan dengan 
rapat KSSK pada 21 November 2008 pukul 04.25-06.00. Rapat dihadiri oleh 
Menkeu Sri Mulyani, Gubernur BI Boediono dan sekretaris KSSK Raden 
Pardede yang memutuskan Bank Century sebagai Bank gagal yang berdampak 
sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century kepada LPS. 
 
Begitulah,
 Perppu 4/2008 menjadi landasan hukum bagi keputusan KSSK dalam mem-bail
 out Bank Century. Presiden melansir Perppu ini pada medio Oktober 2008.
 Namun, dalam Paripurna DPR 18 desember 2008, Perppu ini ditolak DPR. 
Anehnya, pemerintah menyatakan Perppu itu masih berlaku hingga Rapat 
Paripurna DPR pada 29 September 2009, ketika paripurna menyatakan 
menolak RUU JPSK. Padahal, konstitusi menyatakan, peraturan pemerintah 
itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan
 yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka perppu itu dianggap
 batal.

Berdasarkan notulen Rapat Konsultasi di KSSK pada 21 
November 2008, diketahui bahwa para pejabat BI yang bersikeras 
menyatakan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik—yang 
artinya perlu ditolong oleh KSSK melalui LPS. Peserta rapat lainnya pada
 umumnya mempertanyakan, bahkan tidak setuju terhadap argumentasi dan 
analisis BI yang menyatakan bahwa Bank Century ditengarai berdampak 
sistemik.

Darmin Nasution, Komisioner LPS, menyatakan bahwa 
analisis dampak sistemik dari BI sangat tidak terukur dan lebih banyak 
aspek psikologisnya. Sebab, perlu justifikasi yang lebih terukur untuk 
menentukan apakah Bank Century berdampak sistemik atau tidak.

Anggito
 Abimanyu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Kuangan, sependapat 
dengan Darmin. Menurut Anggito, belum cukup keyakinan untuk mengambil 
kesimpulan bahwa itu adalah kondisi sistemik. Fuad Rahmany, Ketua 
Bapepam LK, bahkan menegaskan, kalau dari sisi pasar modal, kegagalan 
Bank Century jelas tidak sistemik. Dampak di pasar modal tidak akan ada.

Setelah
 itu, diadakan rapat tertutup KSSK pada tanggal 21 November 2008 pukul 
04.25 WIB hingga 06.00 WIB, yang dihadiri oleh Menteri Keuangan (selaku 
Ketua KSSK), Gubernur BI (selaku anggota KSSK), dan Sekretaris KSSK 
(Raden Pardede). Rapat tersebut memutuskan Bank Century sebagai bank 
gagal yang berdampak sistemik dan menetapkan penanganan Bank Century 
kepada LPS. Dalam rapat itu, muncul pernyataan bahwa untuk membuat CAR 
Bank Century pulih menjadi 8%, diperlukan dana Rp 632 miliar.

Keputusan
 KSSK ditindaklanjuti dengan Rapat Komite Koordinasi (KK) pada tanggal 
21 November 2008 pukul 05.30 WIB yang dihadiri oleh Menteri Keuangan 
selaku Ketua KK, Gubernur BI, dan Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS 
masing-masing sebagai anggota KK. Rapat memutuskan: (1) Menyerahkan 
penanganan Bank Century yang merupakan bank gagal yang berdampak 
sistemik kepada LPS; (2) Penanganan bank gagal tersebut dilakukan dengan
 UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS. BPK tegas-tegas menyatakan bahwa 
proses pengambilan keputusan KSSK yang menetapkan Bank Century sebagai 
bank gagal berdampak sistemik tidak dilakukan berdasarkan data kondisi 
bank yang lengkap dan mutakhir, serta tidak berdasarkan kriteria yang 
terukur.

BPK juga berkesimpulan, pada saat penyerahan Bank 
Century dari Komite Koordinasi (KK) kepada LPS tanggal 21 November 2008,
 kelembagaan KK belum pernah dibentuk berdasarkan undang-undang. Perppu 
No. 4 Tahun 2008 tentang JPSK tidak mengatur pembentukan KK, namun 
mengatur pembentukan dan tugas KSSK. Perppu itu juga tak mengatur 
hubungan kerja antara KK dan KSSK.

Terkait bailout Bank Century, 
KK menerbitkan keputusan yang menyerahkan penanganan Bank Century kepada
 LPS.[5] Menurut BPK, kendati keputusan KK didasarkan pada keputusan 
KSSK, namun tidak ditemukan adanya penyerahan dana atau korespondensi 
mengenai penyerahan Bank Century dari KSSK kepada KK.
Memang belum ada pembuktian hukum oleh KPK atas keterlibatan ketua dan anggota 
KSSK. 

Baru
 pada awal Mei 2013, KPK memeriksa Sri Mulyani, yang sudah menjabat 
Direktur Eksekutif Bank Dunia dan berkedudukan di Washington DC, Amerika
 Serikat. Tim penyidik KPK berangkat ke Amerika Serikat dan tiba di 
Washington DC pada Selasa, 23 April 2013. Tim yang akan melakukan 
pemeriksaan terdiri dari tiga orang, satu sebagai Kepala Satgas 
Penyidik, dan dua orang lainnya sebagai anggota.

Pada minggu 
kedua Mei 2013, KPK menyatakan sudah bisa mendapatkan informasi baru 
terkait bailout Bank Century setelah memeriksa Sri Mulyani Idrawati dan 
mantan Direktur Direktorat Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh 
Santoso. Keduanya diperiksa di Kedutaan Besar RI di Washinton DC, 
Amerika Serikat. Banyak informasi dan data baru yang diharapkan dapat 
memberikan titik terang untuk kasus Century.

Hingga beberapa 
pekan sejak dilakukannya pemeriksaan Sri Mulyani di Amerika Serikat, tak
 banyak informasi yang diberikan KPK, seputar kelanjutan kasus bailout 
Bank Century. Namun, pada akhir Mei 2013, Ketua KPK Abraham Samad 
 kembali menegaskan telah mendapatkan hasil positif dari pemeriksaan Sri
 Mulyani Indrawati. "Keterangan itu baru kita dapatkan dan itu tidak 
pernah disampaikan sebelumnya oleh beliau," ujar Ketua KPK, Abraham 
Samad, ketika beribincang dengan wartawan dalam acara Lokakarya 
Jurnalistik Antikorupsi di Citarik, Sukabumi.  Keterangan Sri Mulyani 
ini, dikatakan Abraham, sempat membuat kaget tim pemeriksa. Ini, 
dikatakan Abraham sangat membantu penyidikan perkara aliran dana 
talangan untuk Bank Century itu. Abaraham masih tidak merinci soal 
keterangan baru yang dimaksudnya itu. Namun, kabarnya keterangan yang 
diberikan oleh Sri Mulyani juga menyangkut dugaan keterlibatan seorang 
tokoh utama.

Keterangan Sri Mulyani dalam kasus Bank Century 
memang sangat penting. Dalam sidang Pansus Bank Century di DPR, awal 
2010, Sri Mulyani mengaku siap mempertanggungjawabkan dana bailout—tapi 
hanya senilai Rp 632 miliar. Angka Rp 632 miliar itu datang dari acuan 
yang diberikan BI untuk menangani Bank Century.
Model 
pertanggungjawaban seperti ini tentu saja aneh. Keanehan ini saja sudah 
menjadi petunjuk yang sangat jelas bahwa bailout Bank Century sarat 
masalah.

Kalau Ketua KSSK hanya mau mempertanggungjawabkan Rp 632
 miliar dari total dana talangan yang Rp 6,7 triliun itu, lalu siapa 
yang bertanggung jawab atas sisanya? Bukankah angka Rp 6,7 triliun 
harusnya dimaknai sebagai keputusan bulat KSSK?

Dari situasi yang
 demikian, konstruksi persoalannya sudah sedemikian gamblang. Sudah 
cukup alasan bagi KPK untuk  memanggil, memeriksa atau meminta 
pertanggungjawaban dari Ketua dan anggota KSSK saat itu. Setidaknya, 
persoalan pertamanya adalah Ketua KSSK secara tidak langsung sudah 
menyatakan sikapnya menolak mempertanggungjawabkan nilai talangan yang 
besarnya lebih dari Rp 6,7  triliun itu. Sebab, dia tetap berpegangan 
pada angka Rp 632 miliar. Konstruksi permasalahan yang demikian mestinya
 sudah sangat memudahkan KPK memvalidasi pihak yang paling layak 
dimintai pertanggungjawabannya atas Rp 6 triliun lebih dana talangan 
Century.

Apalagi, berkait dengan besaran nilai dana talangan itu,
 Menteri Keuangan/Ketua KSSK terang-terangan mengaku kepada Wakil 
Presiden bahwa dia telah dibohongi BI.

Fakta ini semakin 
menegaskan bahwa penanganan Bank Century memang dilakuikan secara sunyi 
senyap dan sangat ambruadul. Senin, 24 November 2008, pagi-pagi sekali, 
dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) dari LPS ke Bank Century sudah 
mengalir Rp 1 triliun. Penyaluran dana Rp 1 triliun ini tentu aneh. 
Dalam rapat 21 November 2008 tidak ada pembahasan angka sebesar itu? 
Dalam rapat itu disebutkan bahwa untuk membuat CAR Bank Century menjadi 
8%, hanya diperlukan dana Rp 632 miliar.

Pada 24 November 2008, 
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengadakan rapat dan ia marah besar. Ia
 juga kesal karena LPS menyampaikan kebutuhan tambahan modal naik empat 
kali lipat dari angka semula. Dalam notulensi rapat KSSK tanggal 24 
November 2008, memang tergambarkan bahwa Sri Mulyani baru menyadari data
 BI tidak akurat. Sri Mulyani juga kesal mendengar rasio kecukupan modal
 (CAR) Bank Century berkurang drastis hanya dalam tempo dua hari. 

Dalam
 rapat 21 November 2008, CAR Bank Century masih minus 3,75%. Tapi, dalam
 rapat 24 November 2008, CAR Bank Century diketahui sudah minus 35%. Sri
 Mulyani mempertanyakan bagaimana CAR Bank Century bisa anjlok dari 
minus 3,5% pada hari Jumat (21 November 2008) menjadi minus 35% di hari 
Senin (24 November). “Informasi apa yang kita tiba-tiba tidak tahu? Kok 
tiba-tiba dari (dana bail out sekitar Rp) 600 M menjadi (Rp) 2,6 T?” 
katanya. Menurut Sri Mulyani, LPS masih pede jika hanya keluar Rp 632 
miliar. Tapi, kalau 2,7 triliun? “Bisa mati berdiri,” ujar Bu Menteri.

Tapi
 anehnya, setelah mengetahui segala kekacauan itu, Sri Mulyani tidak 
melapor ke aparat hukum. Ia hanya “mengadu” kepada wakil Presiden Jusuf 
Kalla, bahwa dirinya “ditipu” oleh para pejabat BI. Sri Mulyani 
membiarkan semuanya berlangsung tak keruan. Ia juga membiarkan 
pengucuran dana bailout ke Bank Century terus berlanjut. (Baca 
selengkapnya di buku "Skandal Century di Tikungan Terakhir Pemerintahan 
SBY-Boediono", beredar pekan depan).

-- 

--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "Mayapada Prana" dari 
Grup Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke mayapadaprana+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke