Assalamu'alaikum Terima kasih Mas Mustofa, semoga Allah Ta'ala merahmati anda. 1. Di Tafsir Ibnu Katsir tidak dijelaskan siapa sahabat yang menikahi ahli kitab maka dari itu saya tidak dapat menyebutkannya 2. Saya sangat setuju dgn mas Mustofa kalau ahli kitab itu orang kafir, oleh karena orang yahudi adalah ahli kitab maka mereka kafir begitu pula nasrani, sebagaimana penjelasan QS Al Bayyinah 3. Saya menyetujui seorang laki - laki muslim menikahi wanita ahli Kitab karena berdasarkan nash yang shahih yaitu Al Qur'an. Saya tidak mengahalalkan apa yang diharamkan oleh Allah SWT dan juga tidak mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah Ta'ala. (Lihat QS Al Maa-idah ayat 5), begitu pula sembelihan ahli kitab yang telah dihalalkan Allah Ta'ala untuk dimakan. Meskipun demikian memilih istri yang muslimah lebih baik dibandingkan ahli kitab. 4. Orang musyrik berbeda dengan ahli kitab (lihat lagi QS Al Bayyinah) tetapi keduanya adalah kafir sebagaimana penjelasan Allah Ta'ala. Yang diharamkan dinikahi adalah wanita musyrik bukan wanita ahli kitab (Coba lihat lagi Al Baqarah 221) demikianlah penjelasan saya Abu Hasan - Husain/budi ari "Sesungguhnya orang - orang kafir dari golongan ahli kitab dan golongan musyrikin ..." (QS Al Bayyinah) [EMAIL PROTECTED] wrote: wa'alikumussalam wr wb
Bisa kah menyebutkan nama2 sahabat2 itu? Lalu alasannya apa menikah dgn ahlul kitab? Kalau saya berkhusnudzhon andaikan ada sahabat yg menikahi ahlul kitab itu kemungkinan besar muslimah2 saat itu masih sedikit. Tapi untuk sekarang saya rasa sudah banyak yg siap dinikahi. Untuk kondisi sekarang hendaknya perhatiakan ayat berikut, Allah berfirman: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS 2:221). Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS 66:6) Sementara jika istri dari ahlulkitab=kafir, bisakah kita menjaga dari api neraka sesuai ayat diatas? Sementara ayat diatas adalah printah Allah swt. Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk (QS 98:6). Mengawini wanita Musyrikah adalah haram hukumnya menurut nash Al-Quran, Allah swt berfirman: ....Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir.(Al-Mumtahanah;10). Pendapat Ibnu Umar ra mengatakan mengawini wanita ahli kitab tidak boleh, dan Bukhari meriwayatkan dari beliau ketika ditanya tentang hukum mengawini wanita Yahudi dan Nasrani, beliau menjawab: Sesungguhnya Allah telah mengaharamkan kaum mukminin mengawini wanita musyrik, berdasarkan pada firman Allah swt: "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu?..".(Al-Baqarah;221). Untuk selanjutnya Ibnu Abbas (lihat s. At-Taubah 29), dimana Allah menyuruh kita memerangi ahli kitab sampai mereka membayar Jizyah dan patuh serta tunduk. Maka Ibnu Abbas mengatakan barang siapa yang membayar Jizyah, maka halal mengawininya, apabila tidak mau membayar Jizyah, maka tidak halal mengawininya. Lalu bagaimana kesimpulannya? Memang menikahi non muslimah itu boleh, namun?.. mengawini muslimah adalah lebih patut dan lebih utama dari berbagai pandangan apapun. Islam tidak memandang hanya cukup sekedar kawin dengan muslimah yang komitmen dengan agamanya, karena dia lebih berkeinginan untuk memperoleh ridho Allah swt, lebih menjaga hak-hak suami, dan lebih menjaga sedapat mungkin dirinya, hartanya dan anak-anaknya. Islam telah mengokohkan arti sebuah perkawinan, dengan hukun-hukum yang dtelah ditetapkannya, demi menuju tanggung jawab dan menjadikan manusia yang bermartabat tinggi, sehubungan dengan ini Rasulullah saw bersabda: "Maka pilihlah wanita yang konsisten pada agamanya, niscaya beruntung"(HR. Bukhari). Namun jika nekad banget dgn alasan pria boleh menikah dgn ahlul kitab, maka perhatikanlah syarat2nya: Khilafah Islamiyyah sebagai Syarat Yusuf Qaradhawi, sebagaimana Sayyid Quthb, mengemukakan, pembolehan Allah itu terkait dengan konteks keberadaan ummat Islam ketika itu yang sudah berada dalam sistem Khilafah Islamiyyah, di mana stuktur sosial budayanya sudah betul-betul terwarnai oleh nilai-nilai Islam secara kaffah. Demikian pula dengan hukum yang berlaku yakni supremasi hukum Allah Swt. Sehingga kalau pun terjadi pernikahan dengan kalangan Ahlul Kitab, mereka akan tetap berada dalam pengaruh warna Islam dalam segala aspek kehidupannya. Penjelasan itu diperkuat dengan bunyi kalimat di awal ayat yakni al-yauma yang artinya `pada hari ini'. Penyertaan kalimat itu bukan tanpa maksud, melainkan ada tujuannya. Yakni untuk menegaskan situasi dan konteks turunnya ayat bahwa pada saat itu kondisi masyarakat Islam sudah sangat kuat. Selain itu, status ayat ini juga tidak boleh dilupakan. Qaradhawi mengatakan hukum mudah atau halal dalam ayat ini statusnya adalah sebagai hukum asal yang sifatnya global. Dengan demikian jika ayat itu akan diterapkan maka harus merujuk pada keterangan konteksnya yang bersifat khusus seperti dijelaskan di atas. Tafsir Integral Hukum menikahi wanita Ahlul Kitab, sebagai masalah fiqih mengambil sumber dari al-Quran dan Sunnah. Dan untuk memahami penetapan hukum itu, para ulama merujuk pada tafsir. Namun ketika menafsirkan ayat ini, kebanyakan lebih dominan menggunakan pendekatan yang disebut fiqhul ahkam, yakni memahami ayat semata-mata dari sudut pandang hukum. Padahal dalam menetapkan suatu hukum dalam ilmu tafsir berlaku juga pendekatan yang disebut fiqhul adabil ijtima'i, yakni memahami ayat dari sudut pandang budaya dan sosial, termasuk di dalamnya fiqhud da'wah, fiqhud daulah dan fiqhus siyasah. Pendekatan fiqhul ahkam bukan segala-galanya karena tidak semua yang boleh itu bisa dilakukan mentah-mentah begitu saja tanpa melihat kondisinya. Contohnya poligami. Hukumnya asalnya halal, tapi bisa menjadi haram kalau terjadi kezaliman atau dosa. Demikian pula halnya dengan menikahi Ahlul Kitab. Qaradhawi, mengemukakan dari sudut pandang pendekatan ini, bahwa hal itu harus dicegah untuk menghindari berbagai mafsadah (kerusakan) dan madharat (bahaya) bagi kaum muslimin. Pandangan yang didasarkan oleh tafsir dengan pendekatan kritis itu dikemukakan dengan sejumlah persyaratan. Pertama, wanita Ahlul Kitab yang dimaksud al-Qur'an adalah yang secara garis besar betul-betul mau beriman kepada Allah, kerasulan Nabi Muhammad, bukan yang atheis atau agnostis (tidak peduli agama) sebagaimana kebanyakan mereka. Kedua, mereka menjaga kehormatannya (al-muhshanaatu) sesuai dengan syarat yang diminta al-Qur'an. Para mufassir mengartikan istilah itu sebagai al-haraairu, wanita merdeka (bukan budak) dan wanita yang bersih dari perbuatan zina. Konteksnya untuk saat ini adalah wanita yang menjaga kesucian diri dan auratnya. Tapi faktanya sekarang sudah jarang sekali ditemukan yang seperti itu. Umumnya gaya hidup mereka adalah yang sudah bebas nilai. Jangankan menutup aurat, keperawanan saja sudah banyak yang dibuang-buang. Ketiga, syarat wanita Ahlul Kitab yang dikehendaki al-Qur'an adalah yang termasuk kategori dzimmiyyah, yakni yang tunduk dalam naungan kekuasaan dan masyarakat Islam, bukan yang harbiyyah (memusuhi ummat Islam). Qaradhawi mengutip pendapat Ibnu Abas yang membedakan dua macam wanita Ahlul Kitab dan mengharamkan yang berasal dari harbiyyah. Abu Bakar ar-Razi al-Hanafi cenderung menguatkan pendapat itu dengan mengemukakan firman Allah, "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya" (Al-Mujadilah: 22). Pendapat serupa diriwayatkan pula oleh Imam Syafi'i dan Ali bin Abi Thalib. Intinya adalah, Ahli Kitab yang menjadi penduduk darul Islam berbeda dengan yang bukan penduduk darul Islam. Yang boleh dinikahi adalah yang pertama. Kenyataannya sekarang, dimana ada Yahudi dan Nasrani yang tidak memusuhi Islam dan ummatnya? Faktanya di berbagai negeri muslim mereka melakukan penindasan dan atau memurtadkan kaum Muslimin dengan program kristenisasi global mereka. Dimana pula ada wilayah yang Islam berkuasa secara semestinya dan menundukkan Ahlul Kitab? Faktanya, mayoritas kaum Muslimin hidup di bawah sistem negara sekuler. Mereka lemah dan tidak punya kekuasaan yang berarti karena pemimpinnya, undang-undangnya, sistem sosialnya dan lain-lain bukan berasal dari Allah. Keempat, syarat untuk perkara yang mubah adalah tidak boleh menimbulkan fitnah, kerugian dan bahaya baik buat diri sendiri (dhiraara) maupun orang lain (dharara). Perkawinan dengan Ahlul Kitab, menurut Qaradhawi bisa menimbulkan madharat. Antara lain munculnya kebiasaan kawin campur (beda agama), karena perkawinan itu menjadi preseden (contoh) buruk bagi masyarakat, sehingga mereka mengabaikan pertimbangan agama. Akibatnya para muslimah banyak yang terhambat peluang jodohnya. Inilah yang pernah diwasiatkan oleh Umar bin Khaththab. Diriwayatkan oleh Imam Muhammad bin Al-Hasan dalam kitabnya al-Atsar, ketika sampai berita kepada Umar tentang pernikahan Shahabat besar Huzhaifah Al-Yamani dengan wanita Yahudi di Madain, ia mengirim surat yang memintanya menceraikan wanita itu. "Aku khawatir langkahmu akan diikuti oleh kaum Muslimin sehingga mereka memilih kawin dengan ahli dzimmah karena cantiknya, hal itu cukup menjadi fitnah bagi wanita Muslimah," tulis Umar. Hal yang sama dilakukannya terhadap Thalhah bin Ubaidilllah. Padahal wanita yang dinikahi adalah anak seorang pembesar Yahudi. Larangan serupa pernah pula dilakukan oleh shahabat terkemuka Ibnu Umar dengan mengatakan, "Saya tidak mengetahui suatu kemusyrikan yang lebih besar daripada orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa." Mengapa Allah Membolehkan? Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini secara pasti. Wallahua'lam bishawab. Tapi ada beberapa hikmah yang bisa dipetik. Pertama, Allah ingin menunjukkan bahwa tauhid adalah sesuatu yang paling utama. Sehingga agama yang masih memiliki hubungan tauhid walau cuma secara historis, diberi tempat khusus. Sebaliknya yang tidak memiliki asal tauhid tegas-tegas dilarang untuk menjalin ikatan perkawinan. Kedua, ketentuan itu sebetulnya hanya bertujuan untuk sekedar menunjukkan toleransi dalam rangka menarik kembali Ahlul Kitab kepada tauhid yang murni. Buktinya pembolehan itu tidak berlaku bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan laki-laki mereka. Ini pemahaman yang paling otentik jika dilihat dari sikap al-Qur'an secara keseluruhan terhadap Ahlul Kitab yang mencap mereka sebagai kaum kafir. Artinya ayat ini bukan untuk menjadikan nikah beda agama sebagai budaya karena bertentangan dengan semangat Islam yang menjadikan perkawinan sebagai sarana untuk iqomatisyari'atillah (menegakkan syari'at Allah) yang salah satu maksudnya (maqashidusysyari'ah) adalah untuk menjaga agama Islam (hifzuddin). Apalagi hal ini juga hampir jarang terjadi dan tidak populer di kalangan ulama dan ummat Islam sejak dulu. Ketiga, ayat ini justru menunjukkan bahwa menikah dengan Muslimah adalah lebih prioritas karena kalimat sebelum pembolehan nikah campur adalah menikah dengan wanita mu'min yang menjaga kehormatannya. Itu menunjukkan bahwa masalah ini porsinya sangat kecil dan tidak terlalu penting dalam Islam. Keempat, masalah ini erat kaitannya dengan keimanan karena ayat ini ditutup dengan ancaman bagi yang keluar dari rel iman. Artinya, dalam pernikahan, yang pertama harus diperhatikan sebelum ikatan dengan manusia adalah ikatan dengan Allah. Wassalam Ku HanyaOrangBiasa <kuhanyaorangbiasa@ To: Media Dakwah yahoo.com> <media-dakwah@yahoogroups.com> Sent by: cc: [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [media-dakwah] Ahli Kitab hari roups.com ini masih ada ! 01/04/2006 02:44 PM Assalamu'alikum, Saudaraku semua, semoga antum semua dirahmati Allah Ta'ala, biar adil sebaiknya kita melihat penafsiran Abu Fida' Ibnu Katsir tentang QS Al Maai-dah ayat 5 yang mana dijelaskan (pada Tafsir Ibnu Katsir tersebut) bahwa ada sahabat - sahabat Nabi SAW yang menikah dengan Ahli Kitab. Monggo silahkan dibaca kitab tafsirnya, kalau tidak punya bisa dibaca di toko buku agama, gratis kok. (saya juga ndak punya, tapi minjem sama temen) Semoga Bermanfaat Barakallahu fiikum Abu Muhammad Taqy Abdul Jabbar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kemana aja akh Abu Muhammad baru nongol? >>> nggak kemana2, cuma lagi agak sibuk aja... Begini akhi, biar tidak salah persepsi, ana nanya itu...bukan ngetest koq? Sungguh...ana memang sedang mencari penjelasan tentang masalah ahli kitab ini sampai tuntas. Dan yang ana pahami baru sebatas itu bahwa sudah tidak ada lagi ahli kitab. Silahkan antum posting >>> rujukan antum memahami bahwa ahli kitab itu sudah tidak ada darimana? Kan udah jelas... dari surat Nabi Shallallhu 'alaihi wa sallam tersebut, dimana pada jaman itu kan Kitab-Kitab tersebut sudah ga murni lagi. Kalo masih murni mah... tentunya para ahli kitab akan dengan sangat mudah menerima ajakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ya nggak? :-) Setelah ana tahu dari akhi Ku Hanya Orang Biasa maka sudah sepantasnya kita yang sedang tholabul 'ilmi termasuk ana yang mengaku merujuk kepada salafush shalih selalu lebih mengedepankan perkataan atau penafsiran mereka salafush shalih. Bukankah begitu manhaj salaf dalam memahami dienul Islam ini? CMIIW!!! Apakah kita termasuk orang yang sudah layak menafsirkan hadits secara langsung termasuk Ustadz Abdul Hakim Abdat? Apakah Ibnu Taimiyyah juga menafsirkan begitu, juga Ibnu Hajar al Asqolani (Ibnu Katsir), ibnul Mubarok dan ulama ahlussunnah lain telah menyepakati penafsirannya seperti ana sebagai tholabul 'ilm berhak bertanya bukan? >>> betul juga ya..., ana juga belum ketemu penafsiran ulama tentang ini. Ana lebih penasaran dari antum...afwan jangan su'udzon dulu ya... >>>> emangnya dari tulisan ana ada yang menunjukkan su'udzon...? afwan deh kalo ada. Tapi kalo sudah suudzon dulu yah tidak usah digubris pertanyaan ana...dicuekin aja tidak usah menjawab. Tapi ana jadi punya kesan lain lagi dengan jawaban antum itu? >>>> nah... yang su'udzon sepertinya antum deh... Afwan lebih baik konsentrasikan saja membahas masalah Ahli kitab ini dengan "HAQ"...saya akan bersyukur sekali jika kita semua bisa menutup sikap ta'ashub terhadap kelompok ustadz fulan...atau ustadz fulan yang lain. Lebih baik kita kedepankan etika ilmiyyahnya saja. Yang kita tekankan bukan ustadznya khan? tapi Allah dan Rosul-Nya dengan pemahaman salafush shalih. >>> ana nggak ta'ashub kok... selama dalilnya sah... kenapa tidak diikuti... jangan cuma karena orang merujuk tulisan ustadz fulan dan fulan, lalu antum langsung meremehkan. Lha wong antum saja menafsirkan tidak ada lagi ahli kitab tanpa dalil... kok orang yang berdalil di cemoohkan. Tetapi kalo ngotot mau "berantem" JAPRI aja deh ndak usah bawa yang lain, OK???!!! >>>> wah... kesombongan mulai nampak.... arogan mulai terbit.... sedikit2 ngajakin berantem, apa ga bisa dihilangkan kata2 "berantem" akhi... ana udah biasa secara fisik sih di jalanan... sekarang aja lagi latihan dengan tulisan...udah bosen... Ana cuman nuntut asbabul wurudnya malah jadi begini tanggapannya...?? >>>> ana juga cuma nanya ada masalah apa... kok jadi panjang... dan lebar.... :-P .... :-) KuHanyaOrangBiasa MURNIKAN TAUHID, TEGAKAN SUNNAH Dari Abu Dzar ra., Rasulullah SAW bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari - Muslim) [Hadits ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari dan Kitab Riyadush Shalihin] --------------------------------- Yahoo! DSL Something to write home about. Just $16.99/mo. or less [Non-text portions of this message have been removed] Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] --------------------------------- YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "media-dakwah" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. --------------------------------- KuHanyaOrangBiasa MURNIKAN TAUHID, TEGAKAN SUNNAH Dari Abu Dzar ra., Rasulullah SAW bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari - Muslim) [Hadits ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari dan Kitab Riyadush Shalihin] --------------------------------- Yahoo! Photos Ring in the New Year with Photo Calendars. Add photos, events, holidays, whatever. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/