Wa'alaikum salam wr.wb perkembangan zaman yg makin modern dan spt yg kita lihat saat ini, memang tidak lepas dari hukum alam yg berlaku dan manusia sebagai mahluk yg mempunyai akal pikir, akan terus berkembang dengan semua karya2nya (sains, teknologi, informasi,etc) dan itu tidak bisa kita pungkiri. dan secara hukum, perkembangan karena akal pikir manusia itu tidak bisa kita elakkan dan satu keistimewaan yg diberikan pada manusia dibandingkan mahluk2 Allah lainnya. yg bergerak hanya mengandalkan naluri dan hawa nafsu. tapi manusia berkembang berdasarkan proses alam dan sudah menjadi sunnahnya yg mempunyai kelebihan akal pikir, logika dan tentunya agama yg jadi filter atas semua perkembangannya itu.
Rasulullah juga pernah bersabda pada sahabat : "urusan ibadah kepada Allah, ikutilah caraku. tapi untuk urusan dunia, kalian lebih mengetahui." hmm..kadang orang2 tasawuf (sufi) selalu mengkaitkan, masalah bid'ah yg sering mereka kerjakan dan membandingkannya dengan ilmu2 keduniaan yg berkembang saat ini. mereka tidak bisa membedakan mana bid'ah (dikatakan bid'ah bila sudah menyangkut masalah ibadah yg dikhususkan untuk Allah semata) dan mana sunnah (berkembangnya sains dan teknologi yg dikarenakan makin berkembangnya akal pikir manusia yg merupakan keistimewaannya dibandingkan mahluk lainnya) cara berfikir orang2 tasawuf yg sering aku temui, sangat dangkalnya (maaf tidak bermaksud merasa pintar) karena dari yg selalu aku perhatikan dengan celotehan2nya yg sesungguhnya mereka sendiri tidak tahu, apa yg sedang dibicarakannya. spt komentar2nya yg pernah aku temukan dan mereka katakan. 1. "kenapa pembukuan Al-Qur'an tidak dikatakan bid'ah, padahal Rasul tidak pernah mencontohkan" padahal, Rasulullah pernah bersabda "ikutilah jalanku dan para sahabatku" dan pembukuan al-qur'an itu dilakukan oleh para sahabat Rasulullah yg empat itu. 2. "kenapa membaca dan menulis tidak dikatakan bid'ah, padahal Rasulullah tidak bisa membaca dan menulis" padahal aku pernah membaca satu hadist "sesungguhnya sebelum semua diciptkan, yg pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena" dan bukankah ayat pertama kali yg diturunkan oleh Allah adalah seruan untuk membaca dan belajar? "Iqro = bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu" dari semua kesimpulanku selama mengenal orang2 tasawuf, sungguh mereka sebenarnya tidak pernah mengenal apa itu sunnah yg sebenarnya, dan berbicara hanya mengandalkan kejahilan2 logikannya. dan terlihat sekali bahwa mereka tidak mengerti, apa yg sedang mereka bicarakan dari celetuk2kan yg keluar tanpa didasari oleh pemahaman, karena kedangkalan pemahamannya. (maaf..) hhmm..memang sulit untuk menerangkan dimana letak perbedaan antara pengikut sunnah dan tasawuf, bila kita tidak didasari oleh pemahaman ttg syariat terlebih dahulu. yg aku pernah temukan, orang2 tasawuf begitu saja menerima semua amalan2 untuk dikerjakan dan diperintahkan oleh sang guru, tanpa pernah mengetahui apakah amalan itu dicontohkan atau tidak oleh Rasulullah dan hanya merupakan amalan2 dari pembelajaran para guru2 itu sendiri. dan menganggap dizikir yg sebanyak2nya itu "baik" tanpa mau melihat, apakah dzikir2 tsb pernah dicontohkan oleh Rasulullah. hmm..aku jadi berfikir, bagaimana mungkin mereka bisa mengkritisi kesalahan2 para guru2nya tsb, bilamana mereka selama belajar hanya menerima suapan2, spt anak buruk yg menerima makanan dari mulut induknya, tanpa mengetahui jalan dimana sebenarnya makanan itu ditemukan. hmm..aku jadi teringat nasihat guruku, "bagaimana mungkin saya menerangkan tentang hamburan neutron, dan reaksi gamma pada kamu, bila kamu tidak mempunyai dasar ilmu yg ingin kamu ketahui itu." karena aku orang ekonomi. begitupun para murid2 tasawuf yg selama ini aku temukan, bagaimana mungkin mereka menemukan kesalahan2 dari ajaran2 tasawuf itu sendiri, bila mereka tidak pernah punya dasar ttg hukum2 islam yg benar. dan bila mereka tidak konsekuensi untuk mengembalikan semuanya pada al- qur'an dan hadist, dan hanya mengandalkan perintah guru dan kejahilan2 logikanya. salam:) hana --- In media-dakwah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: > > Assalamualaikum Wr. Wb. > > Dalam kenyataannya saya membandingkan dan belajar fakta2, masalah sufi, > masalah fiqh, masalah salaf, dll. elemen yang berseberangan membuat saya > bingung. > > Saya jadi susah memposisikan diri apalagi ditambah lagi fakta2, yang > diteorikan maupun disusun oleh filsuf2 barat, ditambah lagi dengan ilmu2 > seperti fisika, matematika, fisika, dan sains pada umumnya, apakah dari > semua fakta2 baik dzahir maupun batin, atau fakta2 sains positivistik dan > ilham yang intuistik, lanjut lagi dengan masalah kenyataan akhir2 ini > dimana banyak hal2 baru yang tidak terjadi di masa nabi seperti kloning > atau revolusi informasi saat ini. > > Yang saya imani semua fakta2 itu tidak lepas dari qudrat dan iradat Allah > semata, apakah dari semua fakta2 itu tidak ada benang merahnya sama sekali > sebagai suatu fakta konsisten dan integratif yang adalah merupakan qudrat > dan iradat Allah SWT semata ?!?!?! Apakah semua fakta2 itu memang harus > selalu dipertentang2kan ?!?!?! > > Sains dan agama bertentangan, sufi dengan salaf bertentangan, semuanya > saling bertentangan ................................., bagaimana ini pak > ?!?!?! > > Semua fakta2 itu seringkali membingungkan karena ternyata fakta2 lain > adalah sekuat apapun kita mengingkari sains, kenyataannya yang merubah > wajah dunia dan bumi saat ini adalah sains, dan email2an yang seperti kita > lakukan sekarang ini tidak lepas pula dari berkembangnya sains. > > Bisa dipastikan kalo keributan2 semacam ini saja yang dipertahankan, pada > masa beberapa puluh tahun yang lalu, pasti hari ini kita tidak bakalan > menikmati email2an seperti ini ................ > > Saya pikir memang sih bagus kita kuat2 memegang sunnah2 dari Nabi SAW dan > hadis2nya, tapi masalah ikhlas, iman, ihsan, cinta apakah tercermin secara > explisit dari naskah2 itu ?!?!?! Sedangkan keadaan2 itu sangat terkait > sekali dengan kondisi kekinian, misalnya ekonomi, sosial, psikologis yang > secara explisit tidak dinyatakan dalam naskah2 salaf terdahulu itu. > > Bagaimana ini pak ?!?!?!?!?! Apakah ada yang bisa membantu saya ?!?!?! > > Wassalam > > Wallahu'alam > > > > > > "Imam Syafei" > <[EMAIL PROTECTED] To: <media- dakwah@yahoogroups.com> > d> cc: > Sent by: Subject: [BULK] - [media-dakwah] Re : TENTANG SUFI (TASAWUF) > media- [EMAIL PROTECTED] > groups.com > > > 13/01/2006 09:36 > > > > > > TENTANG SUFI > > > Oleh > Salim Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij > Bagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3 > > > > > > Tasawuf merupakan gerakan berpola pikir filsafat klasik yang mengekor > kepada para filosof dan ahli syair Romawi, India dan Persia. Namun, dalam > hal ini, kita akan membatasi kajian masalah sufi dengan berkedok Islam. > Kedok Islam ini dikenakan sebagai upaya menutupi hakikatnya. Maka > barangsiapa yang meneliti dan mengamati gerak-geriknya, niscaya akan > berkesimpulan, bahwa sufi bukan Islam. Baik menyangkut aqidah, prilaku dan > pendidikan. > > MENGENAL BEBERAPA KEYAKINAN SUFI > Sesungguhnya para penguasa sufi telah berusaha memelihara > keyakinan-keyakinan tasawuf, yakni, dengan merancukan dan menghapuskan > ayat-ayat Al-Kitab Al-Karim. Membolak-balik, serta merubah pemahaman Sunnah > An-Nabawiyah yang telah suci. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala telah > menakdirkan untuk agama ini, orang-orang yang memperbaharui agama- Nya. > > Yakni, dengan membersihkan Islam dari bermacam aqidah dan filsafat yang > mengalir dalam benak manusia akibat pengaruh pola pikir keberhalaan. Maka, > diungkaplah borok-borok mereka, dipilah perkataan mereka serta diterangkan > kebohongannya. Metoda merekapun dibuyarkan dengan menelaah kitab- kitab > induk sufi. Berikut secara ringkas ditampilkan keyakinan-keyakinan mereka. > > ILMU LADUNI > Istilah ini dikaitkan kepada firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala tentang nabi > Khidir: > > "wa 'allamnaahu min Ladunnaa 'ilmaan" > "Artinya :...Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.". [Al- Kahfi : > 65]. > > Yang dimaksud dengan ayat diatas, menurut mereka, adalah disingkapnya alam > ghaib bagi mereka. Caranya, dengan kasyaf (penyingkapan), tajliyat > (penampakan) serta melakukan kontak langsung dengan Allah dan Rasulullah > shallallahu 'alaihi wa sallam[1]. Mereka berdalil dengan firman-Nya > Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan mengganjari kepada > kalian semua". [Al-Baqarah : 282]. > > Pemikiran ilmu laduni dipelopori oleh Hisyam Ibnu Al-Hakam (wafat 199H), > seorang penganut Syi'ah yang mahir ilmu kalam. Ia berasal dari Kufah. [2] > > Orang-orang sufi, dalam rangka merealisir ajarannya, menempuh beberapa > jalan. Jalan terpenting itu, diantaranya : > > [1] Menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar'i. Dikatakan oleh Al- Junaid, > seorang pentolan sufi, "Yang paling aku sukai pada seorang pemula, bila tak > ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan menyibukkan hatinya dengan tiga > perkara berikut : mencari penghidupan, menimba ilmu (hadits) dan menikah. > Dan yang lebih aku sukai lagi, pada penganut sufi, tidak membaca dan > menulis. Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya".[3] > > Demikian pula yang dikatakan Abu Sulaiman Ad-Darani, "Jika seseorang > menimba ilmu (hadits), bepergian untuk mencari penghidupan, atau menikah, > sungguh ia telah condong kepada dunia"[.4] > > [2] Menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits dha'if > (lemah), munkar dan maudhu' (palsu) dengan cara kasyaf. Sebagaimana > dikatakan Abu Yazid Al-Busthami, "Kalian mengambil ilmu dari mayat ke > mayat. Sedang kami mengambil ilmu dari yang Maha Hidup dan tidak pernah > mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan para pemimpin kami : "Telah > mengabarkan pada aku hatiku dari Rabbku". Sedang kalian (maksudnya, > kalangan Ahlu Al-hadits) mengatakan : "Telah mengabarkan kepada kami > Fulan". Padahal, bila ditanya dimana dia (si Fulan tersebut) ?. Tentu akan > dijawab : "Ia (Fulan, yakni yang meriwayatkan ilmu atau hadits tersebut) > telah meninggal". "(Kemudian) dari Fulan (lagi)". Padahal, bila ditanyakan > dimana dia (Fulan tadi)? Tentu akan dijawab : "Ia telah meninggal". [5] > Dikatakan pula oleh Ibnu Arabi, "Ulama Tulisan mengambil peninggalan dari > salaf (orang-orang terdahulu) hingga hari kiamat. Itulah yang menjauhkan > atau menjadikan timbulnya jarak antara nasab mereka. S > edang para wali mengambil ilmu dari Allah (secara langsung -peny). Yakni, > dengan cara Ia (Allah) mengilhamkan kedalam hati para wali"[6]. Dikatakan > oleh Asy-Sya'rani, "Berkenan dengan hadits-hadits. Walaupun cacat menurut > para ulama ilmu hadits, tapi tetap shahih menurut ulama ilmu kasyaf".[7]. > > [3] Menganggap menimba ilmu (hadits) sebagai perbuatan aib dan merupakan > jalan menuju kemaksiatan serta kesalahan. Ibnu Al-Jauzi menukil, bahwa ada > seorang syaikh sufi melihat seorang murid membawa papan tulis (baca : > buku), maka dikatakannya kepada murid tersebut :"Sembunyikan auratmu".[8] > Bahkan, mereka saling mewariskan sebagian pameo-pameo yang bertendensi > menjauhkan peninggalan salaf, umpanya : Barang siapa gurunya kitab, maka > salahnya lebih banyak dari benarnya. > > Sanggahan terhadap pernyataan-pernyataan sebagaimana diungkap diatas : > > Pertama. > Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dengan kemampuannya dapat berjumpa dengan > Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti keadaan nabi Khidir > dengan nabi Musa, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' para ulama kaum > muslimin. Karena, nabi Musa tidaklah diutus kepada nabi Khidir, dan tidak > pula nabi Khidir diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa. > > Padahal Allah telah menjadikan masing-masing nabi mempunyai jalan dan > minhaj yang berbeda-beda. Dan peristiwa yang demikian itu, berulang kali > terjadi sebelum beliau diutus sebagai nabi. Seperti, sezamannya nabi Luth > denga nabi Ibrahim, nabi Yahya dengan nabi Isa. > > Sesungguhnya para nabi tersebut dibangkitkan untuk kaumnya saja, sedangkan > Muhammad shalallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan untuk seluruh manusia > hingga hari kiamat. Telah bersabda Shallallahu 'alaihi wa sallam. > > "Artinya : Adalah para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus > untuk seluruh manusia". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]. > > "Artinya : Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengar tentangku, baik > Yahudi atau Nashrani, kemudian tidak beriman kepadaku, melainkan akan > dimasukkan ke neraka" [Hadits Shahih Riwayat Muslim I/93] > > Aqidah semacam ini merupakan asasnya Islam, berdasarkan firman-Nya > Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Tidaklah engkau Kami utus kecuali untuk seluruh manusia, sebagai > pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan". [Saba' : 28] > > Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah > kepada kalian semua". [Al-A'raf : 157] > > Dan siapa saja yang 'alim, baik jin maupun manusia, diperintahkan untuk > mengikuti rasul yang ummi ini. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa dengan > kemampuannya dapat keluar dari minhaj dan petunjuk nabi Muhammad > shallallahu 'alaihi wa sallam ke minhaj lainnya, walaupun minhaj Isa, Musa, > Ibrahim, maka dia sesat dan menyesatkan. Telah bersabda Shalallahu 'alaihi > wa sallam. > > "Artinya : Seandainya Musa turun, lalu kalian semua mengikutinya dan > meninggalkan aku, maka sungguh sesatlah kalian. Aku adalah bagian kalian, > dan kalian adalah bagian dari umat-umat yang ada". [Riwayat Baihaqi dalam > Syu'abu al-Iman, dan lihat pula dalam Irwa'al-Ghalil karangan Al- Bani hal. > 1588] > > Adapun keyakinan orang-orang sufi bahwa nabi Khidir masih tetap hidup, > selalu berhubungan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka ilmu yang > diajarkan Allah kepadanya, seperti nama-nama Allah yang Agung, hal ini > merupakan dusta dan mengada-ada. Karena menyelesihi Al-Qur'an secara nyata > : > > "Artinya : Dan tidaklah kami jadikan seorang manusiapun sebelummu abadi". > [Al-Anbiya' : 34] > > "Artinya : Tidak ada satu jiwapun yang bernafas pada hari ini yang datang > dari zaman seratus tahun sebelumnya, sedangkan dia saat sekarang ini masih > hidup". [Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir] > > Hadits-hadits yang menerangkan masih hidupnya nabi Khidir semuanya maudhu' > (palsu) menurut kesepakatan seluruh ulama hadits.[9] > > Kedua. > Adapun hujjah mereka dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala. > "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu (ilmu)". > [Al-Baqarah : 282] > > Hal itu bukanlah hujjah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam > telah menerangkan pemahaman ayat ini dan telah menentukan cara mencari ilmu > yang disyari'atkan dan diwajibkan atas setiap muslim. Seperti sabdanya > Shallallahu 'alaihi wa sallam. > > "Artinya : Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar". [Hadits > Riwayat Daruquthni dalam Al-Ifrad wa al-Khatib dalam tarikhnya dari Abu > Hurairah dan Abu Darda'. Lihat Silsilah Ash-Shahihah 342] > > Kata innama (sesungguhnya) disini adalah untuk membatasi. > > Ketiga. > Perihal pendapat mereka yang menyatakan, bahwa mencari ilmu dengan cara > belajar adalah jalan yang memayahkan, terlalu bertele-tele, dianggap > condong kepada dunia serta menyita perhatian dan kesungguhan (walaupun > telah tinggi dalam menuntut ilmu tadi), tetap dianggap tidak sempurna. > Kecuali, bila ditempuh dengan cara kasyaf dan ilham. > > Berkenan dengan ilmu itu sendiri, termasuk tentunya dalam pengamalannya. > Bahkan sebatas mencari ilmu semata. Berkata Ibnu Al-Jauzi, "Iblis > menginginkan untuk menutup jalan tersebut dengan cara yang paling samar. > Memang jelas bahwa yang dimaksud adalah mengamalkannya bukan sebatas > mencari ilmu saja. Namun, dalam hal ini para penipu itu telah > menyembunyikan masalah pengamalannya. [10] Dan tidaklah kasyaf yang mereka > dakwakan itu, kecuali hanya khayalan setan belaka. > > "Artinya : Maukah Aku khabarkan kepada kalian tentang kepada siapa setan > turun ? (Setan) turun kepada setiap pendusta dan suka berbuat dosa. Mereka > menghadapkan pendengarannya itu (kepada setan), dan kebanyakan mereka > adalah orang-orang pendusta". [Asy-Syu'ara : 221-223] > > "Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan > itu kepada orang-orang kafir untuk menghusung mereka agar berbuat maksiat > dengan sungguh-sungguh ? Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan > siksaan bagi mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung (hari > siksaan) itu untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. Ingat ketika hari > Kami mengumpulkan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb yang Maha Pemurah > sebagai perutusan yang terhormat. Dan kami akan menghalau orang- orang yang > durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga". [Maryam : 83-86] > > Adapun pengakuan mereka, seperti pensyarah Al-Ushul katakan, bahwa kasyaf > merupakan bagian dari iman yang benar. Dan maksud kasyaf adalah > disingkapkannya sebagian yang tersembunyi, dan tidak tampak, mengetahui > gerak-gerik jiwa dan niat serta kelemahan sebagian manusia. Kasyaf semacam > inilah yang disebutkan dalam hadits syarif sebagai firasat seorang yang > beriman. [11] Jadi bila ada perkataan mereka semacam ini : "Telah > mengabarkan kepadaku hatiku dari Rabb-ku" tidak lain adalah perkataan > khurafat. > > Keempat. > Sebagian mereka mengakku dapat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa > sallam dalam tidurnya, lalu mengajarkan kepadanya beberapa perkara dan > memintanya untuk berbuat begini dan begitu. Seperti, kata Ibnu Arabi, > "Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam > dalam mimpi. Aku melihatnya saat sepuluh akhir di bulan Muharram 627H, di > Mahrusah, Damsyiq. Saat itu di tangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam > membawa kitab. Maka sabdanya kepadaku, 'Kitab ini adalah kitab Fushush > Al-Hikam'. Ajarkan dan sebarkan kepada manusia agar bisa memetik manfa'at > darinya. Kemudian aku katakan, Aku dengar dan taat kepada Allah, Rasul-Nya > serta ulil amri diantara kita sebagaimana yang engkau perintahkan. Maka, > aku pun berusaha merealisasikan cita-cita dan aku murnikan niatku serta > kubulatkan tekad untuk mengajarkan kitab ini sebagaimana diajarkan > Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. tanpa mengurangi dan > menambahinya". > > Bantahan Terhadap Pendapat Diatas Adalah Sebagai Berikut: > > [1] Para Rasul tidak memerintahkan kemaksiatan apalagi kekufuran, seperti > yang memenuhi kitab Fushush Al-Hikam. Seperti, mengkafirkan nabi Allah, Nuh > (hal. 70-72), meyakini bahwa Fir'aun itu telah beriman (hal. 21), > membenarkan pendirian Samiri dan perbuatannya dalam membuat patung (yang > menimbulkan fitnah di kalangan bani Israil) hingga mengibadahinya (hal. > 188). > > [2] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh menyelisihi > syari'at. Sesungguhnya, ada yang mengatakan bahwa setan menampakkan diri > dalam bentuk nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan Ibnu Arabi. > Padahal mustahil hal itu bisa terjadi. Dia (Ibnu Arabi) telah tertipu dan > terperdaya. Walau ia mengatakan yang demikian itu dengan niat baik dan > prasangka bersih. Tetapi yang demikian itu mustahil, karena setan tidak > akan mampu menyerupai nabi. Maka, bagaimana hal itu bisa terjadi padahal > Nabi yang ma'shum Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : > > "Artinya : Barangsiapa yang melihatku (dalam mimpinya) maka sesungguhnya > akulah dia. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku". [Hadits > Shahih Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, mempunyai penguat yang sangat > banyak, sebagiannya Shahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Lihat Shahih > Al-Jami' dan ziyadahnya V/293] > > Berdasarkan keterangan diatas, maka kita berkeyakinan bahwa Ibnu Arabi dan > para pengikutnya adalah dajjal-dajjal Khurasan. Sedang perkataan- perkataan > mereka dusta dan tidak mengandung kebenaran sama sekali. > > [Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal. > 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan > judul Borok-Borok Sufi] > ________ > Foote Note. > [1]. Ihya 'Ulummuddin, Al-Ghazali, I/19-20 dan III/26, cet. Istiqomah, > Qahirah. > [2]. Minhaj As-Sunnah, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, hal. 226 > [3]. Quwat Al-Qulub, III/35 > [4]. Al-Futuhat Al-Makkiyah, Ibnu Arabi, I/37. > [5]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 226 dan Al-Futuhat Al-Makkiyah, I/365. > [6]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 246 dan Rasail, Ibnu Arabi, hal.4. > [7]. Al-Mizan, I/28. > [8]. Tablis Iblis, hal. 370. > [9]. Al-Manar Al-Munif, Ibnu Qayim Al-Jauziyah. > [10]. Shaid Al-Khaathir, Ibnu Jauzi, I/144-146. > [11]. Syarah Al-Ushul Al-Isyrin, hal 27. > > > > SYARI'AT DAN HAKIKAT > Para pemimpin sufi mengatakan, bahwa setiap ayat mempunyai unsur lahir dan > bathin. Atau, Islam itu terdiri dari syari'at dan hakikat. Syari'at, bila > dibandingkan dengan hakikat, laksana buih. Hakikat merupakan tingkatan > paling sempurna, puncak dan sangat tinggi dalam tangga peribadahan Islam. > > Cara agar mampu untuk mencapainya adalah dengan memiliki ilmu laduni, > kasyaf Rabbani serta Faidh Ar-Rahmani. Dalihnya, hadits yang diriwayatkan > imam Bukhari dari Abu Hurairah : > > "Artinya : Aku menghafalkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam > dua kantung ilmu. Adapun salah satunya telah aku sebarkan. Sedangkan > lainnya, bila ku sebarkan akan dipotong tenggorokan ini". [Hadits Riwayat > Bukhari dalam kitab Fitan] > > Padahal ini sebagai isyarat dari beliau rahimahullah tentang akan tidak > adanya kaitan antara ilmu batin dan ilmu zhahir. Kalau tidak begitu, pasti > beliau akan mencantumkannya dalam Al-'Ilm. Sesungguhnya, Al-Hafidz Ibnu > Hajar telah menerangkan masalah tersebut secara rinci dalam kitabnya, Fathu > Al-Bari I/216. > > Oleh karena itu, barangsiapa menyatakan Islam terdiri dari lahir dan batin, > berarti dia telah menyangka Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa > sallam menghianati tugas kerasulannya. Tapi, inilah kenyataannya. Mereka > berkeyakinan, Rasulullah hanya menyampaikan yang zhahir saja. Sedang, yang > batin beliau beritahukan kepada orang-orang tertentu.[1] > > Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas > dari yang mereka kaitkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan > Allah, malaikat Jibril serta orang-orang shalih dari kalangan yang beriman > menyaksikan yang demikian itu. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Pada hari ini Aku sempurnakan untuk mu agamamu, dan Aku > lengkapkan untukmu semua ni'mat-Ku serta Aku ridhai bagimu Islam sebagai > agama". [Al-Maidah : 3] > > Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah meminta persaksian dihadapan > segenap manusia muslim yang berkumpul di bawah Jabal Ar-Rahmah pada hari > haji akbar. Kata beliau, "Sesungguhnya, kalian akan ditanya tentang aku. > Maka, apakah yang akan kalian katakan ?" Jawab mereka : "Kami bersaksi > bahwa engkau telah menyampaikan risalah Rabb-mu dan telah menunaikannya. > Engkau telah menasehati umatmu dan menunaikan kewajibanmu". > > Lantas beliau bersabda seraya mengacungkan telunjuknya ke arah langit dan > menggerak-gerakkannya kehadapan manusia : "Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, > saksikanlah". [Potongan dari hadits Jabir bin Abdullah tentang hajinya > Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di-tahqiq ulang Syaikh Muhammad > Nashiruddin Al-Albani dalam Hijjah An-Nabi, hal. 37-41]. > > Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah menyatakan secara > terang-terangan, dan hal ini sebagai hujjah nyata guna menampar setiap > pendusta dan yang suka berbuat dosa. Kata beliau : > > "Artinya : Sesungguhnya seorang nabi tidak mengenal main isyarat (dengan > mata)". [Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dari Anas. lihat > Shahih Al-Jami' II/303] > > Maksudnya memberi isyarat dengan isyarat rahasia. Hal ini agar tidak ada > seorangpun yang berburuk sangka yang menyebabkan tumbuhnya keyakinan, bahwa > dalam agama Allah ada rahasia yang tidak banyak diketahui manusia. > > Yang semakna dengan hadits ini adalah sabdanya : > > "Artinya : Sesungguhnya tidak selayaknya bagi seorang nabi mempunyai mata > yang khianat". [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Hakim dari > Sa'id. Lihat Shahih Al-Jami' II/307] > > AL-HULUL WA AL-ITTIHAD > Sebagaimana kelomppok sufi berkhayal, siapa saja yang menempuh jalan ilmu > batin, pada akhirnya akan mencapai tingkatan melebur bersama dzat Allah. > Ketika itulah ia menempati dzat tersebut, hingga bercampur sifat ketuhanan > dengan tabiat kemanusiaan. Bentuk lahirnya manusia, tetapi hakikat batinnya > adalah sifat ketuhanan. > > Orang-orang yang berpikiran demikian, misalnya Al-Hallaj, ibnu Al- Faradh, > Ibnu Sab'in dan lainnya dari kalangan sufi. Berikut ini kami paparkan > sebagian perkataan mereka : Al-Hallaj berkata : [2] > > Maha Suci yang menampakkan sifat kemanusiannya, > Kami rahasiakan sifat ketuhanannya yang cemerlang, > Kemudian Ia menampakkan diri pada mahluknya, > Dalam bentuk orang yang sedang makan dan minum, > Hingga mahluknya dapat menentukannya, seperti > jarak antara kedipan mata dengan kedipan yang lain. > Siapakah dia ? Dialah Rabbu Al-Arbab > yang tergambar dalam seluruh bentuk pada > hamban-Nya, Fulan. [3] > > Dan Ibnu Al-Faradh berkata : [4] > > Tidaklah aku shalat kepada selainku, > dan tidaklah shalatku kepada selainku > ketika menunaikan dalam setiap raka'atku. > > Dan cukuplah bagi orang-orang sufi merasakan kesedihan tatkala Ibnu > Al-Faradh berpayah-payah dibalik fatamorgana. Ibnu Taimiyah rahimahullah > berkata, tatkala menceritakan keadaan Ibnu Al-Faradh : "Orang yang > mengucapkan sya'ir tersebut ketika meninggalnya mengucapkan syair sebagai > berikut : > > Jika kedudukanku dalam cinta disisi-Mu, > tidak seperti yang pernah aku jumpai, > maka sesungguhnya aku telah membuang-buang umurku. > Angan-angan yang menancap dalam diriku beberapa lama, > dan pada hari ini aku mengiranya sebagai mimpi kosongku belaka. > > At-Tusturi berkata : [5] > > Akulah yang dicintai dan yang mencintai, > tidak ada selainnya. > > Para syaikh tasawuf tersebut mencari-cari dalih dengan hadits yang > berbicara masalah wali. Padahal, segala dalih dan alasan itu tak mendukung > mereka. Misalnya sebuah hadits : > > "Artinya : Tidak henti-hentinya seorang hamba mendekatkan diri kepadaku > dengan perbuatan-perbuatan yang disunnahkan hingga Aku mencintainya. Maka > jika Aku mencintainya, Akulah yang menjadi pendengarannya yang dia gunakan > untuk mendengar, dan penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, dan > tangannya yang dia julurkan, dan kakinya yang dia langkahkan. Maka, jika ia > meminta kepada-Ku, sungguh aku akan beri. Dan jika ia minta perlindungan > kepada-Ku, sungguh Aku akan melindunginya". [Hadits Riwayat Bukhari, akan > tetapi kami ringkas sesuai dengan makna pembahasan]. > > Hadits ini menunjukan dengan sangat adanya pembedaan dan pemisahan. Dalam > hal ini ada 'Abid (yang beribadah) dan Ma'bud (yang diibadahi). Sa- il (yang > meminta) dan Mas-ul (yang diminta), 'A-idz (yang minta perlindungan) dan > Mu'idz (yang melindungi). Sedang, orang-orang sufi tersebut mengaku bahwa > Allah berdiam dalam dzat hambanya. Yaitu, jika Dia menjadi dia dan keduanya > menjadi dua dzat yang menyatu. > > Betapa anehnya ! Bagaimana akal orang-orang sufi tersebut menerimanya > dengan cara membenarkan kebohongan ini ? Dan bagaimana pula hingga lisan > mereka mengulang-ngulangnya ? Sungguh, Kursi-Nya seluas langit dan bumi, > maka bagaimana mungkin jasad manusia dapat menampung-Nya ?. > > Adapun hadits berikut : > > "Artinya : Langit dan bumi-Ku sempit bagi-Ku, akan tapi hati hamba- Ku yang > beriman lapang bagi-Ku" > > Maka hadits ini adalah hadits palsu menurut kesepakatan para ulama ilmu > hadits. > > > > WIHDAH AL-WUJUD > Pemahaman hulul wa al-ittihad mengantarkan para sufi pada perkataan wihdah > al-wujud. Istilah ini berdasar pola pikir orang-orang sufi bermakna, bahwa > dalam hal ini tidak ada yang wujud kecuali Allah. Maka, tidaklah segala > yang nampak ini kecuali penjelmaan dzat-Nya semata. Yaitu, Allah. Maha Suci > Allah, Rabb kita, Rabb yang Maha Mulia dari apa yang mereka sifatkan. > > Ibnu Arabi berkata : "Tidak ada yang tampak ini kecuali Allah, dan tidaklah > Allah mengetahui kecuali Allah". > > Dan termasuk dalam keyakinan ini adalah orang-orang yang mengatakan > :"Akulah Allah, Maha Suci Aku". Seperti, Abu Yazid Al-Bustahmi.[6] > > Katanya : "Rabb itu haq dan hamba itu haq. Maka, betapa malangku. Siapakah > kalau demikian yang menjadi hamba ? Jika aku katakan hamba, maka yang > demikian itu haq, atau aku katakan Rabb, sesungguhnya aku hamba". > > Dikatakan pula : [7] "Suatu saat hamba menjadi Rabb tanpa diragukan, dan > suatu saat seorang hamba menjadi hamba tanpa kedustaan". > > Keberanian mereka kepada Allah sampai puncaknya ketika tukang sya'ir > mereka, Muhammad Baha'uddin Al-Baithar mengatakan : [8] "Tidaklah anjing > dan babi itu melainkan sesembahan kita, dan tidaklah Allah itu melainkan > rahib-rahib yang ada dalam gereja-gereja". > > Pensyarah kitab Aqidah At-Thahawiyah, Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi, berkata > :"Perkataan yang demikian itu mengantarkan manusia pada teori hulul wa > al-ittihad. Hal ini lebih keji daripada kafirnya orang-orang Nashrani. > Karena orang-orang Nashrani mengkhususkan menyatunya Alllah hanya dengan > Al-Masih, sedangkan mereka memberlakukan secara umum terhadap seluruh > mahluk. termasuk keyakinan mereka pula, bahwa Fir'aun dan kaumnya memiliki > kesempurnaan iman, sangat mengenal Allah secara hakiki. > > Termasuk dari cabangnya pula, bahwa para penyembah berhala berada diatas > kebenaran, dan mereka sesungguhnya beribadah kepada Allah, tidak kepada > lainnya. Keyakinan lainnya, tida ada perbedaan dalam penghalalan dan > pengharaman antara ibu, saudara perempuan dan yang bukan mahram. Dan tidak > ada perbedaan antara air dengan khamer, zina dengan nikah. Semuanya itu > berasal dari sumber yang satu. Dan termasuk cabangnya pula, bahwa para nabi > mempersempit manusia. Maha Tinnggi Allah dari apa yang mereka katakan". [9] > > Keyakinan semacam ini merupakan puncak tertinggi dari kekafiran, yang > dengannya hancurlah seluruh agama, membatalkan seluruh syari'at, dihalalkan > seluruh perkara yang diharamkan, dan disamakannya orang yang beriman dengan > orang fasik, orang bertaqwa dengan orang binasa, muslim dengan mujrim, yang > hidup dengan yang mati. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala. > "Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang-orang muslim seperti > orang-orang yang suka berbuat dosa, bagaimana kalian dengan apa yang kalian > putuskan. Apakah kalian mempunyai kitab yang dapat dibaca ? [Al- Qalam : > 35-37]. > > Benar, mereka mempunyai kitab selain Al-Qur'an. yaitu, Al-Fushush Al-Hikam > dan Al-Futuhat Al-Makkiyah. Dan telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang yang beriman dan beramal > shalih seperti orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Ataukah > Kami hendak menjadikan orang-orang yang bertaqwa seperti orang-orang > kafir". [Shad : 28]. > > Dan apa yang kami paparkan di sini bukanlah hasil istimbath kami dan bukan > pula ijtihad. Akan tetapi, semua itu adalah perkataan mereka yang diucapkan > dengan lisannya. Yang syaikh paling senior diantara mereka selalu mengulang > kekafirannya dan menyatakan kefasikannya. > > Bila pembaca menghendaki hakikat yang kami paparkan dan dalil yang kami > kukuhkan, maka lihatlah kitab Al-Fathu Ar-Rabbani dan Al-Faidh Ar- Rahmani, > karangan Abdul Ghani An-Nablisi hal. 84,85,86,87. > > Semoga Allah memaafkan kita. > > [Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal. > 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan > judul Borok-Borok Sufi] > ________ > Fote Note > [1]. Ihya'Ulumuddin, AL-Ghazali, I/19 > [2]. Ath-Thawasin. Al-Hallaj, cet. Masoniyah, hal. 139 > [3]. Tablis Iblis, Ibnul Jauzi, hal.145. > [4]. Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah, XI/247-248 > [5]. Ma'arij At-Tashawuf Ila Laqaiq At-Tashawuf, Ahmad Bin 'Ajibah, > hal.139. > [6]. Al-Futuhat Al-Makiyah, I/354. > [7]. Fushush Al-Hikam, hal.90 > [8]. Shufiyat, hal.27 > [9]. Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, hal.79 > > > > > CAHAYA (NUR) MUHAMMADI > Termasuk dalam madzhab wihdah al-wujud, ialah adanya keyakinan dikalangan > orang-orang sufi tentang masalah Aqthab, Autad, Abdal, Aghwats, An- Najba > (yakni beberapa istilah status, jabatan atau peringkat dikalangan sufi), > bahwa ruh Allah berdiam pada diri mereka sehingga merekalah yang mengatur > apa yang ada. > > Mereka menduduki kedudukan Allah dalam mencipta dan mengatur. Yang > demikianpun termasuk keyakinan Syi'ah terhadap para imamnya. Seperti > dikatakan Khumeini dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal.52 : > "Sesungguhnya imam mempunyai kedudukan yang terpuji dan derajat yang > tinggi, dan kekuasaan untuk mencipta serta tunduk di bawah kekuasaannya > seluruh unsur dari semesta ini. Dan termasuk madzhab kami yang sangat > penting pula, bahwa para imam kita mempunyai kedudukan yang tidak dapat > diraih oleh para malaikat terdekatpun, dan tidak pula oleh nabi yang > didekatkan. Dan berdasarkan riwayat-riwayat yang ada pada kita, dengan > hadits-haditsnya, bahwa Rasul teragung Shallallahu 'alaihi wa sallam dan > para imam, mereka semua, sebelum adanya alam semesta ini berupa cahaya yang > dijadikan Allah mengelilingi Ars-Nya. [1] > > Sesungguhnya orang-orang sufi, dimana beribu-ribu kaum muslimin dari segala > penjuru dirangkul mereka, lalai ketika mengangkat orang-orang tersebut > (para imamnya) ke derajat ketuhanan atau yang mendekati hal itu. Yaitu > menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkedudukan diantara > mereka dalam mengatur semesta, baik masalah penciptaan dan pengaturan, > mendatangkan manfaat dan memberikan madharat, qadha dan qadar .... Maka, > mulailah mereka mengada-ngadakan perkataan terhadap Rasulullah shallallahu > 'alaihi wa sallam melalui teori Al-Haqiqah Al-Muhammadiyah yang > mengeluarkan Rasulullah dari alam manusia dan menjadikannya cahaya (nur). > Dari cahaya Muhammad itulah seluruh mahluk diciptakan. > > "Artinya : ... Sungguh besar perkataan yang keluar dari mulut mereka. > Tiadalah yang mereka katakan itu kecuali dusta". [Al-Kahfi : 5] > > Berikut ini sebagian dari perkataan mereka : > > [1]. Muhammad Adalah Asal Semesta. > "Sesungguhnnya akal yang pertama adalah dinasabkan kepada Muhamad. > Karenanya Allah menciptakan Jibril di waktu terdahulu. Maka Muhammad adalah > bapak bagi Jibril dan merupakan asal dari seluruh alam semesta".[2] > > [2]. Muhammad Di Atas 'Arsy. > "Mahluk yang pertama adalah debu, dan mahluk yang pertama yang berwujud > secara hakiki adalah Muhammad yang disifatkan istiwa' di atas 'Arsy > Ar-Rahmani, yaitu 'Arsy ilahi. [3] > > [3]. Cahaya Muhammad (Nur Muhammadi) Adalah Cahaya Allah. > > [4]. Muhammad Adalah Penjaga Atas Semesta. > > [5]. Semesta Diciptakan Karena Muhammad. > > Ibnu Nabatah Al-Mishri berkata : > Kalau bukan karenanya, > tidak adalah bumi dan tidak pula ufuk. > Tidak pula waktu, tidak pula mahluk, > tidak pula gunung. > > [6]. Muhammad Mengetahui Yang Ghaib. > > Berikut ini dalil-dalil mereka yang mereka sembunyikan di balik > punggung-punggunya : > > Hadits pertama. > "Artinya : Pertama kali yang diciptakan Allah adalah cahaya nabimu, wahai > Jabir" [Hadits Palsu] > > Hadits kedua. > "Artinya : Aku sudah menjadi nabi sedangkan Adam masih berwujud antara air > dan tanah". [Hadits Palsu. Lihat Syarah Jami'ash-Shagir III/91 dan Asna > Al-Mathalib hal. 195] > > Ini adalah perkataan yang sangat lemah dan matan-nya mungkar. Bukankah air > adalah bagian dari tanah ? Adapun hadits shahih berlafadz : "Artinya : Aku > sudah menjadi Nabi, sedangkan Adam adalah keadaan antara ruh dan jasad", > tetapi ini pada ilmu Allah yang azali. > > Hadits ketiga. > "Artinya : Kalau tidak karena engkau, maka bintang-bintang itu tidak > diciptakan". [Shan'ani berkata bahwa hadits ini Palsu dan disepakati Imam > Syaukani dalam kitab Fawaid Al-Majmu'ah hl. 116] > > Padahal sesungguhnya Allah telah menutup berbagai jalan menuju perbuatan > yang melebih-lebihkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah > Subhanahu wa Ta'ala berfirman. > > "Artinya : Katakanlah, sesungguhnya aku ini adalah manusia seperti kamu > semua. Hanyasanya diwahyukan kepadaku (wahyu). Sesungguhnya sesembahanmu > adalah sesembahan yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharapkan bertemu > dengan Rabbnya, hendaklah ia beramal dengan amalan yang shalih dan tidak > menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya". [Al-kahfi : 110] > > Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Katakanlah, Maha Suci Rabbku. Bukankah aku ini hanya seorang > manusia yang menjadi rasul ?". [Al-Isra : 93] > > Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala. > > "Artinya : Katakanlah, tidaklah aku mengatakan kepada kalian semua bahwa > aku mempunyai perbendahaaran Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib, > tidak juga aku katakan bahwasanya aku ini malaikat. Tidaklah aku mengikuti > kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, apakah sama orang yang > melihat dengan orang yang buta ? Apakah kalian semua tidak berpikir ?". > [Al-An'am : 50] > > Telah bersabda pula beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. > > "Artinya : Janganlah kalian semua melebih-lebihkan aku seperti orang-orang > Nashrani melebih-lebihkan Isa anak Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba, > maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari > dan Muslim] > > Dan telah bersabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. > > "Artinya : Sesungguhnya aku ini adalah manusia yang dapat marah pula". > [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim] > > Dan riwayat lainnya yang sangat banyak. Inilah sifat-sifat kemanusiaan yang > di sandang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sejak lahirnya hingga bertemu > dengan Rabbnya. Beliaulah yang mengajak manusia untuk mencontohnya dan > menempuh jejak-jejaknya. > > Kalau bukan dari alam kita, tidaklah kita diperintahkan untuk mengikuti > beliau dan menjalani sunah-sunahnya. Siapakah yang lebih benar perkataannya > dari Allah, sedangkan Dia telah menyetujui hakikat ini melalui > lafadz-lafadz Qur'ani yang pasti dan terinci : > > "Artinya : Mereka berkata, kenapa tidak diturunkan kepada kita malaikat ? > kalau diturunkan kepada mereka malaikat, maka pasti telah diselesaikan > perkaranya (dengan dibinasakan mereka semua) kemudian mereka tidak diberi > tangguh. Dan kalau seandainya Kami turunkan malaikat, pasti akan Kami > jadikan dia seorang manusia, Kami-pun akan jadikan mereka tetap ragu > sebagaimana mereka kini ragu". [Al-An'am : 8-9] > > Dan ketahuilah, semoga Allah menambahkan ilmu kepadamu, semesta ini adalah > mahluk yang diciptakan dengan tujuan tertentu. Yaitu beribadah kepada > Allah. Seperti dinyatakan dalam firman-Nya. > > "Artinya : Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah > kepada-Ku". [Adz-Dzariyat : 56] > > > PENDIDIKAN SUFI > Supaya ajaran tasawuf mencapai tujuannya, mereka kenakan pada > tokoh-tokohnya sifat bebas dari dosa ('ishmah). Selain itu, menuntut kepada > muridnya agar bersikap seperti mayit di tangan yang memandikannya. Maka > janganlah engkau melampauinya dengan mengambil ilmu sufi dari guru lain, > karena seorang murid yang menimba ilmu dari dua guru ibarat seorang wanita > di tangan dua lelaki. [4] > > Ibnu Arabi berkata : "Sesungguhnya termasuk syarat imam batin, hendaklah ia > ma'shum (bebas dari dosa)" [5] Katanya lebih lanjut : "Dan engkau, wahai > para murid yang tertipu dan tersesat, bantulah apa yang diinginkan terhadap > engkau. Dan bersangka baiklah, jangan membantah. Bahkan yakinilah. Dan > manusia dalam masalah ini mempunyai perkataan yang banyak. Tapi terserah > dirilah, niscaya engkau akan selamat. Dan Allah lebih mengetahui perkataan > para walinya. [6] > > Kami tidak mengetahui kenapa banyak ulama kaum muslimin berdiam diri > terhadap kekufuran dan keingkaran yang bersembunyi dalam pakaian Islam yang > bertujuan menipu, menyesatkan serta mengajak kaum muslimin untuk > meyakininya serta menegakan agama mereka di atas asasnya ? Sesungguhnya > termasuk suatu kebaikan jihad di sisi Allah untuk menghapuskan fitnah ini > dari kalangan muslimin, karena sesungguhnya fitnah lebih kejam dari > pembunuhan. > > Kenapa kaum muslimin tidak terang-terangan memerangi mereka secara > keseluruhan demi tumbangnya kepalsuan-kepalsuan yang telah memburamkan > keindahan Islam ?. > > Bahkan kenyataannya banyak kaum muslimin yang tersembelih kesesatan dan > kekufuran ini. Dan tidaklah menyelamatkan mereka dari keadaan yang demikian > ini kecuali usaha para ulama Islam untuk menyingkap kebatilan- kebatilan > tadi dengan berbagai bahasa dan dengan berbagai kedudukan. Maka wahai > Rabbku, bangkitkanlah orang-orang yang memperbaharui agama-Mu ini, karena > sesungguhnya kaum sufi telah kembali bangkit dengan wajah baru pula. > > > [Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal. > 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan > judul Borok-Borok Sufi] > ________ > Fote Note. > [1] Al-Hukumat Al-Islamiyah, Khumeini, hal. 52 > [2] Al-Insan Al-Kamil lil Jalil, hal.4 > [3] Futuhat Al-Makkiyah, I/152 > [4] Ihya' Ulumuddin, I/50-51 dan III/75-76 > [5] Futuhat Al-Makkiyah, III/183 > [6] Muqaddimah AL-Futuhat, I/5 > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > > > > > Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. > Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] > Yahoo! Groups Links > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/