Wa'alaikum salam wr.wb

perkembangan zaman yg makin modern dan spt yg kita lihat saat ini, 
memang tidak lepas dari hukum alam yg berlaku dan manusia sebagai 
mahluk yg mempunyai akal pikir, akan terus berkembang dengan semua 
karya2nya (sains, teknologi, informasi,etc) dan itu tidak bisa kita 
pungkiri. dan secara hukum, perkembangan karena akal pikir manusia 
itu tidak bisa kita elakkan dan satu keistimewaan yg diberikan pada 
manusia dibandingkan mahluk2 Allah lainnya. yg bergerak hanya 
mengandalkan naluri dan hawa nafsu. tapi manusia berkembang 
berdasarkan proses alam dan sudah menjadi sunnahnya yg mempunyai 
kelebihan akal pikir, logika dan tentunya agama yg jadi filter atas 
semua perkembangannya itu.

Rasulullah juga pernah bersabda pada sahabat : "urusan ibadah kepada 
Allah, ikutilah caraku. tapi untuk urusan dunia, kalian lebih 
mengetahui."

hmm..kadang orang2 tasawuf (sufi) selalu mengkaitkan, masalah bid'ah 
yg sering mereka kerjakan dan membandingkannya dengan ilmu2 keduniaan 
yg berkembang saat ini. mereka tidak bisa membedakan mana bid'ah 
(dikatakan bid'ah bila sudah menyangkut masalah ibadah yg dikhususkan 
untuk Allah semata) dan mana sunnah (berkembangnya sains dan 
teknologi yg dikarenakan makin berkembangnya akal pikir manusia yg 
merupakan keistimewaannya dibandingkan mahluk lainnya)

cara berfikir orang2 tasawuf yg sering aku temui, sangat dangkalnya 
(maaf tidak bermaksud merasa pintar) karena dari yg selalu aku 
perhatikan dengan celotehan2nya yg sesungguhnya mereka sendiri tidak 
tahu, apa yg sedang dibicarakannya. spt komentar2nya yg pernah aku 
temukan dan mereka katakan.

1. "kenapa pembukuan Al-Qur'an tidak dikatakan bid'ah, padahal Rasul 
tidak pernah mencontohkan"

padahal, Rasulullah pernah bersabda "ikutilah jalanku dan para 
sahabatku" dan pembukuan al-qur'an itu dilakukan oleh para sahabat 
Rasulullah yg empat itu.

2. "kenapa membaca dan menulis tidak dikatakan bid'ah, padahal 
Rasulullah tidak bisa membaca dan menulis"

padahal aku pernah membaca satu hadist "sesungguhnya sebelum semua 
diciptkan, yg pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena"
dan bukankah ayat pertama kali yg diturunkan oleh Allah adalah seruan 
untuk membaca dan belajar? "Iqro = bacalah dengan menyebut nama 
Tuhanmu" 

dari semua kesimpulanku selama mengenal orang2 tasawuf, sungguh 
mereka sebenarnya tidak pernah mengenal apa itu sunnah yg sebenarnya, 
dan berbicara hanya mengandalkan kejahilan2 logikannya. dan terlihat 
sekali bahwa mereka tidak mengerti, apa yg sedang mereka bicarakan 
dari celetuk2kan yg keluar tanpa didasari oleh pemahaman, karena 
kedangkalan pemahamannya. (maaf..)

hhmm..memang sulit untuk menerangkan dimana letak perbedaan antara 
pengikut sunnah dan tasawuf, bila kita tidak didasari oleh pemahaman 
ttg syariat terlebih dahulu.

yg aku pernah temukan, orang2 tasawuf begitu saja menerima semua 
amalan2 untuk dikerjakan dan diperintahkan oleh sang guru, tanpa 
pernah mengetahui apakah amalan itu dicontohkan atau tidak oleh 
Rasulullah dan hanya merupakan amalan2 dari pembelajaran para guru2 
itu sendiri. dan menganggap dizikir yg sebanyak2nya itu "baik" tanpa 
mau melihat, apakah dzikir2 tsb pernah dicontohkan oleh Rasulullah.

hmm..aku jadi berfikir, bagaimana mungkin mereka bisa mengkritisi 
kesalahan2 para guru2nya tsb, bilamana mereka selama belajar hanya 
menerima suapan2, spt anak buruk yg menerima makanan dari mulut 
induknya, tanpa mengetahui jalan dimana sebenarnya makanan itu 
ditemukan.

hmm..aku jadi teringat nasihat guruku, "bagaimana mungkin saya 
menerangkan tentang hamburan neutron, dan reaksi gamma pada kamu, 
bila kamu tidak mempunyai dasar ilmu yg ingin kamu ketahui itu." 
karena aku orang ekonomi.

begitupun para murid2 tasawuf yg selama ini aku temukan, bagaimana 
mungkin mereka menemukan kesalahan2 dari ajaran2 tasawuf itu sendiri, 
bila mereka tidak pernah punya dasar ttg hukum2 islam yg benar. dan 
bila mereka tidak konsekuensi untuk mengembalikan semuanya pada al-
qur'an dan hadist, dan hanya mengandalkan perintah guru dan 
kejahilan2 logikanya.

salam:)
hana








--- In media-dakwah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote:
>
> Assalamualaikum Wr. Wb.
> 
> Dalam kenyataannya saya membandingkan dan belajar fakta2, masalah 
sufi,
> masalah fiqh, masalah salaf, dll. elemen yang berseberangan membuat 
saya
> bingung.
> 
> Saya jadi susah memposisikan diri apalagi ditambah lagi fakta2, yang
> diteorikan maupun disusun oleh filsuf2 barat, ditambah lagi dengan 
ilmu2
> seperti fisika, matematika, fisika, dan sains pada umumnya, apakah 
dari
> semua fakta2 baik dzahir maupun batin, atau fakta2 sains 
positivistik dan
> ilham yang intuistik, lanjut lagi dengan masalah kenyataan akhir2 
ini
> dimana banyak hal2 baru yang tidak terjadi di masa nabi seperti 
kloning
> atau revolusi informasi saat ini.
> 
> Yang saya imani semua fakta2 itu tidak lepas dari qudrat dan iradat 
Allah
> semata, apakah dari semua fakta2 itu tidak ada benang merahnya sama 
sekali
> sebagai suatu fakta konsisten dan integratif yang adalah merupakan 
qudrat
> dan iradat Allah SWT semata ?!?!?!  Apakah semua fakta2 itu memang 
harus
> selalu dipertentang2kan ?!?!?!
> 
> Sains dan agama bertentangan, sufi dengan salaf bertentangan, 
semuanya
> saling bertentangan ................................., bagaimana 
ini pak
> ?!?!?!
> 
> Semua fakta2 itu seringkali membingungkan karena ternyata fakta2 
lain
> adalah sekuat apapun kita mengingkari sains, kenyataannya yang 
merubah
> wajah dunia dan bumi saat ini adalah sains, dan email2an yang 
seperti kita
> lakukan sekarang ini tidak lepas pula dari berkembangnya sains.
> 
> Bisa dipastikan kalo keributan2 semacam ini saja yang 
dipertahankan, pada
> masa beberapa puluh tahun yang lalu, pasti hari ini kita tidak 
bakalan
> menikmati email2an seperti ini ................
> 
> Saya pikir memang sih bagus kita kuat2 memegang sunnah2 dari Nabi 
SAW dan
> hadis2nya, tapi masalah ikhlas, iman, ihsan, cinta apakah tercermin 
secara
> explisit dari  naskah2 itu ?!?!?!  Sedangkan keadaan2 itu sangat 
terkait
> sekali dengan kondisi kekinian, misalnya ekonomi, sosial, 
psikologis yang
> secara explisit tidak dinyatakan dalam naskah2 salaf terdahulu itu.
> 
> Bagaimana ini pak ?!?!?!?!?!  Apakah ada yang bisa membantu 
saya ?!?!?!
> 
> Wassalam
> 
> Wallahu'alam
> 
> 
> 
> 
>                                                                     
                                                    
>                     "Imam 
Syafei"                                                               
                        
>                     <[EMAIL PROTECTED]        To:     <media-
dakwah@yahoogroups.com>                                    
>                     d>                        
cc:                                                                   
    
>                     Sent by:                  Subject:     [BULK] - 
[media-dakwah] Re : TENTANG SUFI (TASAWUF)          
>                     media-
[EMAIL PROTECTED]                                                          
                        
>                     
groups.com                                                            
                              
>                                                                     
                                                    
>                                                                     
                                                    
>                     13/01/2006 
09:36                                                                 
                   
>                                                                     
                                                    
>                                                                     
                                                    
> 
> 
> 
> TENTANG SUFI
> 
> 
> Oleh
> Salim Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij
> Bagian Pertama dari Tiga Tulisan 1/3
> 
> 
> 
> 
> 
> Tasawuf merupakan gerakan berpola pikir filsafat klasik yang 
mengekor
> kepada para filosof dan ahli syair Romawi, India dan Persia. Namun, 
dalam
> hal ini, kita akan membatasi kajian masalah sufi dengan berkedok 
Islam.
> Kedok Islam ini dikenakan sebagai upaya menutupi hakikatnya. Maka
> barangsiapa yang meneliti dan mengamati gerak-geriknya, niscaya akan
> berkesimpulan, bahwa sufi bukan Islam. Baik menyangkut aqidah, 
prilaku dan
> pendidikan.
> 
> MENGENAL BEBERAPA KEYAKINAN SUFI
> Sesungguhnya para penguasa sufi telah berusaha memelihara
> keyakinan-keyakinan tasawuf, yakni, dengan merancukan dan 
menghapuskan
> ayat-ayat Al-Kitab Al-Karim. Membolak-balik, serta merubah 
pemahaman Sunnah
> An-Nabawiyah yang telah suci. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala 
telah
> menakdirkan untuk agama ini, orang-orang yang memperbaharui agama-
Nya.
> 
> Yakni, dengan membersihkan Islam dari bermacam aqidah dan filsafat 
yang
> mengalir dalam benak manusia akibat pengaruh pola pikir 
keberhalaan. Maka,
> diungkaplah borok-borok mereka, dipilah perkataan mereka serta 
diterangkan
> kebohongannya. Metoda merekapun dibuyarkan dengan menelaah kitab-
kitab
> induk sufi. Berikut secara ringkas ditampilkan keyakinan-keyakinan 
mereka.
> 
> ILMU LADUNI
> Istilah ini dikaitkan kepada firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala tentang 
nabi
> Khidir:
> 
> "wa 'allamnaahu min Ladunnaa 'ilmaan"
> "Artinya :...Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.". [Al-
Kahfi :
> 65].
> 
> Yang dimaksud dengan ayat diatas, menurut mereka, adalah 
disingkapnya alam
> ghaib bagi mereka. Caranya, dengan kasyaf (penyingkapan), tajliyat
> (penampakan) serta melakukan kontak langsung dengan Allah dan 
Rasulullah
> shallallahu 'alaihi wa sallam[1]. Mereka berdalil dengan firman-Nya
> Subhanahu wa Ta'ala.
> 
> "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan 
mengganjari kepada
> kalian semua". [Al-Baqarah : 282].
> 
> Pemikiran ilmu laduni dipelopori oleh Hisyam Ibnu Al-Hakam (wafat 
199H),
> seorang penganut Syi'ah yang mahir ilmu kalam. Ia berasal dari 
Kufah. [2]
> 
> Orang-orang sufi, dalam rangka merealisir ajarannya, menempuh 
beberapa
> jalan. Jalan terpenting itu, diantaranya :
> 
> [1] Menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar'i. Dikatakan oleh Al-
Junaid,
> seorang pentolan sufi, "Yang paling aku sukai pada seorang pemula, 
bila tak
> ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan menyibukkan hatinya 
dengan tiga
> perkara berikut : mencari penghidupan, menimba ilmu (hadits) dan 
menikah.
> Dan yang lebih aku sukai lagi, pada penganut sufi, tidak membaca dan
> menulis. Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya".[3]
> 
> Demikian pula yang dikatakan Abu Sulaiman Ad-Darani, "Jika seseorang
> menimba ilmu (hadits), bepergian untuk mencari penghidupan, atau 
menikah,
> sungguh ia telah condong kepada dunia"[.4]
> 
> [2] Menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits 
dha'if
> (lemah), munkar dan maudhu' (palsu) dengan cara kasyaf. Sebagaimana
> dikatakan Abu Yazid Al-Busthami, "Kalian mengambil ilmu dari mayat 
ke
> mayat. Sedang kami mengambil ilmu dari yang Maha Hidup dan tidak 
pernah
> mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan para pemimpin 
kami : "Telah
> mengabarkan pada aku hatiku dari Rabbku". Sedang kalian (maksudnya,
> kalangan Ahlu Al-hadits) mengatakan : "Telah mengabarkan kepada kami
> Fulan". Padahal, bila ditanya dimana dia (si Fulan tersebut) ?. 
Tentu akan
> dijawab : "Ia (Fulan, yakni yang meriwayatkan ilmu atau hadits 
tersebut)
> telah meninggal". "(Kemudian) dari Fulan (lagi)". Padahal, bila 
ditanyakan
> dimana dia (Fulan tadi)? Tentu akan dijawab : "Ia telah meninggal".
[5]
> Dikatakan pula oleh Ibnu Arabi, "Ulama Tulisan mengambil 
peninggalan dari
> salaf (orang-orang terdahulu) hingga hari kiamat. Itulah yang 
menjauhkan
> atau menjadikan timbulnya jarak antara nasab mereka. S
>  edang para wali mengambil ilmu dari Allah (secara langsung -peny). 
Yakni,
> dengan cara Ia (Allah) mengilhamkan kedalam hati para wali"[6]. 
Dikatakan
> oleh Asy-Sya'rani, "Berkenan dengan hadits-hadits. Walaupun cacat 
menurut
> para ulama ilmu hadits, tapi tetap shahih menurut ulama ilmu 
kasyaf".[7].
> 
> [3] Menganggap menimba ilmu (hadits) sebagai perbuatan aib dan 
merupakan
> jalan menuju kemaksiatan serta kesalahan. Ibnu Al-Jauzi menukil, 
bahwa ada
> seorang syaikh sufi melihat seorang murid membawa papan tulis 
(baca :
> buku), maka dikatakannya kepada murid tersebut :"Sembunyikan 
auratmu".[8]
> Bahkan, mereka saling mewariskan sebagian pameo-pameo yang 
bertendensi
> menjauhkan peninggalan salaf, umpanya : Barang siapa gurunya kitab, 
maka
> salahnya lebih banyak dari benarnya.
> 
> Sanggahan terhadap pernyataan-pernyataan sebagaimana diungkap 
diatas :
> 
> Pertama.
> Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dengan kemampuannya dapat berjumpa 
dengan
> Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti keadaan nabi 
Khidir
> dengan nabi Musa, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' para ulama 
kaum
> muslimin. Karena, nabi Musa tidaklah diutus kepada nabi Khidir, dan 
tidak
> pula nabi Khidir diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa.
> 
> Padahal Allah telah menjadikan masing-masing nabi mempunyai jalan 
dan
> minhaj yang berbeda-beda. Dan peristiwa yang demikian itu, berulang 
kali
> terjadi sebelum beliau diutus sebagai nabi. Seperti, sezamannya 
nabi Luth
> denga nabi Ibrahim, nabi Yahya dengan nabi Isa.
> 
> Sesungguhnya para nabi tersebut dibangkitkan untuk kaumnya saja, 
sedangkan
> Muhammad shalallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan untuk seluruh 
manusia
> hingga hari kiamat. Telah bersabda Shallallahu 'alaihi wa sallam.
> 
> "Artinya : Adalah para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan 
aku diutus
> untuk seluruh manusia". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim].
> 
> "Artinya : Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengar 
tentangku, baik
> Yahudi atau Nashrani, kemudian tidak beriman kepadaku, melainkan 
akan
> dimasukkan ke neraka" [Hadits Shahih Riwayat Muslim I/93]
> 
> Aqidah semacam ini merupakan asasnya Islam, berdasarkan firman-Nya
> Subhanahu wa Ta'ala.
> 
> "Artinya : Tidaklah engkau Kami utus kecuali untuk seluruh manusia, 
sebagai
> pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan". [Saba' : 28]
> 
> Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala.
> 
> "Artinya : Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah 
utusan Allah
> kepada kalian semua". [Al-A'raf : 157]
> 
> Dan siapa saja yang 'alim, baik jin maupun manusia, diperintahkan 
untuk
> mengikuti rasul yang ummi ini. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa 
dengan
> kemampuannya dapat keluar dari minhaj dan petunjuk nabi Muhammad
> shallallahu 'alaihi wa sallam ke minhaj lainnya, walaupun minhaj 
Isa, Musa,
> Ibrahim, maka dia sesat dan menyesatkan. Telah bersabda 
Shalallahu 'alaihi
> wa sallam.
> 
> "Artinya : Seandainya Musa turun, lalu kalian semua mengikutinya dan
> meninggalkan aku, maka sungguh sesatlah kalian. Aku adalah bagian 
kalian,
> dan kalian adalah bagian dari umat-umat yang ada". [Riwayat Baihaqi 
dalam
> Syu'abu al-Iman, dan lihat pula dalam Irwa'al-Ghalil karangan Al-
Bani hal.
> 1588]
> 
> Adapun keyakinan orang-orang sufi bahwa nabi Khidir masih tetap 
hidup,
> selalu berhubungan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka ilmu 
yang
> diajarkan Allah kepadanya, seperti nama-nama Allah yang Agung, hal 
ini
> merupakan dusta dan mengada-ada. Karena menyelesihi Al-Qur'an 
secara nyata
> :
> 
> "Artinya : Dan tidaklah kami jadikan seorang manusiapun sebelummu 
abadi".
> [Al-Anbiya' : 34]
> 
> "Artinya : Tidak ada satu jiwapun yang bernafas pada hari ini yang 
datang
> dari zaman seratus tahun sebelumnya, sedangkan dia saat sekarang 
ini masih
> hidup". [Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari Jabir]
> 
> Hadits-hadits yang menerangkan masih hidupnya nabi Khidir semuanya 
maudhu'
> (palsu) menurut kesepakatan seluruh ulama hadits.[9]
> 
> Kedua.
> Adapun hujjah mereka dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala.
> "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu 
(ilmu)".
> [Al-Baqarah : 282]
> 
> Hal itu bukanlah hujjah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 
sallam
> telah menerangkan pemahaman ayat ini dan telah menentukan cara 
mencari ilmu
> yang disyari'atkan dan diwajibkan atas setiap muslim. Seperti 
sabdanya
> Shallallahu 'alaihi wa sallam.
> 
> "Artinya : Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar". 
[Hadits
> Riwayat Daruquthni dalam Al-Ifrad wa al-Khatib dalam tarikhnya dari 
Abu
> Hurairah dan Abu Darda'. Lihat Silsilah Ash-Shahihah 342]
> 
> Kata innama (sesungguhnya) disini adalah untuk membatasi.
> 
> Ketiga.
> Perihal pendapat mereka yang menyatakan, bahwa mencari ilmu dengan 
cara
> belajar adalah jalan yang memayahkan, terlalu bertele-tele, dianggap
> condong kepada dunia serta menyita perhatian dan kesungguhan 
(walaupun
> telah tinggi dalam menuntut ilmu tadi), tetap dianggap tidak 
sempurna.
> Kecuali, bila ditempuh dengan cara kasyaf dan ilham.
> 
> Berkenan dengan ilmu itu sendiri, termasuk tentunya dalam 
pengamalannya.
> Bahkan sebatas mencari ilmu semata. Berkata Ibnu Al-Jauzi, "Iblis
> menginginkan untuk menutup jalan tersebut dengan cara yang paling 
samar.
> Memang jelas bahwa yang dimaksud adalah mengamalkannya bukan sebatas
> mencari ilmu saja. Namun, dalam hal ini para penipu itu telah
> menyembunyikan masalah pengamalannya. [10] Dan tidaklah kasyaf yang 
mereka
> dakwakan itu, kecuali hanya khayalan setan belaka.
> 
> "Artinya : Maukah Aku khabarkan kepada kalian tentang kepada siapa 
setan
> turun ? (Setan) turun kepada setiap pendusta dan suka berbuat dosa. 
Mereka
> menghadapkan pendengarannya itu (kepada setan), dan kebanyakan 
mereka
> adalah orang-orang pendusta". [Asy-Syu'ara : 221-223]
> 
> "Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasanya Kami telah mengirim 
setan-setan
> itu kepada orang-orang kafir untuk menghusung mereka agar berbuat 
maksiat
> dengan sungguh-sungguh ? Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan
> siksaan bagi mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung (hari
> siksaan) itu untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. Ingat 
ketika hari
> Kami mengumpulkan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb yang Maha 
Pemurah
> sebagai perutusan yang terhormat. Dan kami akan menghalau orang-
orang yang
> durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga". [Maryam : 83-86]
> 
> Adapun pengakuan mereka, seperti pensyarah Al-Ushul katakan, bahwa 
kasyaf
> merupakan bagian dari iman yang benar. Dan maksud kasyaf adalah
> disingkapkannya sebagian yang tersembunyi, dan tidak tampak, 
mengetahui
> gerak-gerik jiwa dan niat serta kelemahan sebagian manusia. Kasyaf 
semacam
> inilah yang disebutkan dalam hadits syarif sebagai firasat seorang 
yang
> beriman. [11] Jadi bila ada perkataan mereka semacam ini : "Telah
> mengabarkan kepadaku hatiku dari Rabb-ku" tidak lain adalah 
perkataan
> khurafat.
> 
> Keempat.
> Sebagian mereka mengakku dapat melihat Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wa
> sallam dalam tidurnya, lalu mengajarkan kepadanya beberapa perkara 
dan
> memintanya untuk berbuat begini dan begitu. Seperti, kata Ibnu 
Arabi,
> "Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 
sallam
> dalam mimpi. Aku melihatnya saat sepuluh akhir di bulan Muharram 
627H, di
> Mahrusah, Damsyiq. Saat itu di tangan beliau Shallallahu 'alaihi wa 
sallam
> membawa kitab. Maka sabdanya kepadaku, 'Kitab ini adalah kitab 
Fushush
> Al-Hikam'. Ajarkan dan sebarkan kepada manusia agar bisa memetik 
manfa'at
> darinya. Kemudian aku katakan, Aku dengar dan taat kepada Allah, 
Rasul-Nya
> serta ulil amri diantara kita sebagaimana yang engkau perintahkan. 
Maka,
> aku pun berusaha merealisasikan cita-cita dan aku murnikan niatku 
serta
> kubulatkan tekad untuk mengajarkan kitab ini sebagaimana diajarkan
> Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. tanpa mengurangi dan
> menambahinya".
> 
> Bantahan Terhadap Pendapat Diatas Adalah Sebagai Berikut:
> 
> [1] Para Rasul tidak memerintahkan kemaksiatan apalagi kekufuran, 
seperti
> yang memenuhi kitab Fushush Al-Hikam. Seperti, mengkafirkan nabi 
Allah, Nuh
> (hal. 70-72), meyakini bahwa Fir'aun itu telah beriman (hal. 21),
> membenarkan pendirian Samiri dan perbuatannya dalam membuat patung 
(yang
> menimbulkan fitnah di kalangan bani Israil) hingga mengibadahinya 
(hal.
> 188).
> 
> [2] Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh 
menyelisihi
> syari'at. Sesungguhnya, ada yang mengatakan bahwa setan menampakkan 
diri
> dalam bentuk nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan Ibnu 
Arabi.
> Padahal mustahil hal itu bisa terjadi. Dia (Ibnu Arabi) telah 
tertipu dan
> terperdaya. Walau ia mengatakan yang demikian itu dengan niat baik 
dan
> prasangka bersih. Tetapi yang demikian itu mustahil, karena setan 
tidak
> akan mampu menyerupai nabi. Maka, bagaimana hal itu bisa terjadi 
padahal
> Nabi yang ma'shum Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :
> 
> "Artinya : Barangsiapa yang melihatku (dalam mimpinya) maka 
sesungguhnya
> akulah dia. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku". 
[Hadits
> Shahih Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, mempunyai penguat yang 
sangat
> banyak, sebagiannya Shahih diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Lihat 
Shahih
> Al-Jami' dan ziyadahnya V/293]
> 
> Berdasarkan keterangan diatas, maka kita berkeyakinan bahwa Ibnu 
Arabi dan
> para pengikutnya adalah dajjal-dajjal Khurasan. Sedang perkataan-
perkataan
> mereka dusta dan tidak mengandung kebenaran sama sekali.
> 
> [Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, 
cet.II, hal.
> 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, 
dengan
> judul Borok-Borok Sufi]
> ________
> Foote Note.
> [1]. Ihya 'Ulummuddin, Al-Ghazali, I/19-20 dan III/26, cet. 
Istiqomah,
> Qahirah.
> [2]. Minhaj As-Sunnah, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, hal. 226
> [3]. Quwat Al-Qulub, III/35
> [4]. Al-Futuhat Al-Makkiyah, Ibnu Arabi, I/37.
> [5]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 226 dan Al-Futuhat Al-Makkiyah, 
I/365.
> [6]. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 246 dan Rasail, Ibnu Arabi, hal.4.
> [7]. Al-Mizan, I/28.
> [8]. Tablis Iblis, hal. 370.
> [9]. Al-Manar Al-Munif, Ibnu Qayim Al-Jauziyah.
> [10]. Shaid Al-Khaathir, Ibnu Jauzi, I/144-146.
> [11]. Syarah Al-Ushul Al-Isyrin, hal 27.
> 
> 
> 
> SYARI'AT DAN HAKIKAT
> Para pemimpin sufi mengatakan, bahwa setiap ayat mempunyai unsur 
lahir dan
> bathin. Atau, Islam itu terdiri dari syari'at dan hakikat. 
Syari'at, bila
> dibandingkan dengan hakikat, laksana buih. Hakikat merupakan 
tingkatan
> paling sempurna, puncak dan sangat tinggi dalam tangga peribadahan 
Islam.
> 
> Cara agar mampu untuk mencapainya adalah dengan memiliki ilmu 
laduni,
> kasyaf Rabbani serta Faidh Ar-Rahmani. Dalihnya, hadits yang 
diriwayatkan
> imam Bukhari dari Abu Hurairah :
> 
> "Artinya : Aku menghafalkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 
sallam
> dua kantung ilmu. Adapun salah satunya telah aku sebarkan. Sedangkan
> lainnya, bila ku sebarkan akan dipotong tenggorokan ini". [Hadits 
Riwayat
> Bukhari dalam kitab Fitan]
> 
> Padahal ini sebagai isyarat dari beliau rahimahullah tentang akan 
tidak
> adanya kaitan antara ilmu batin dan ilmu zhahir. Kalau tidak 
begitu, pasti
> beliau akan mencantumkannya dalam Al-'Ilm. Sesungguhnya, Al-Hafidz 
Ibnu
> Hajar telah menerangkan masalah tersebut secara rinci dalam 
kitabnya, Fathu
> Al-Bari I/216.
> 
> Oleh karena itu, barangsiapa menyatakan Islam terdiri dari lahir 
dan batin,
> berarti dia telah menyangka Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi 
wa
> sallam menghianati tugas kerasulannya. Tapi, inilah kenyataannya. 
Mereka
> berkeyakinan, Rasulullah hanya menyampaikan yang zhahir saja. 
Sedang, yang
> batin beliau beritahukan kepada orang-orang tertentu.[1]
> 
> Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam 
berlepas
> dari yang mereka kaitkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa 
sallam. Dan
> Allah, malaikat Jibril serta orang-orang shalih dari kalangan yang 
beriman
> menyaksikan yang demikian itu. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
> 
> "Artinya : Pada hari ini Aku sempurnakan untuk mu agamamu, dan Aku
> lengkapkan untukmu semua ni'mat-Ku serta Aku ridhai bagimu Islam 
sebagai
> agama". [Al-Maidah : 3]
> 
> Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah meminta persaksian 
dihadapan
> segenap manusia muslim yang berkumpul di bawah Jabal Ar-Rahmah pada 
hari
> haji akbar. Kata beliau, "Sesungguhnya, kalian akan ditanya tentang 
aku.
> Maka, apakah yang akan kalian katakan ?" Jawab mereka : "Kami 
bersaksi
> bahwa engkau telah menyampaikan risalah Rabb-mu dan telah 
menunaikannya.
> Engkau telah menasehati umatmu dan menunaikan kewajibanmu".
> 
> Lantas beliau bersabda seraya mengacungkan telunjuknya ke arah 
langit dan
> menggerak-gerakkannya kehadapan manusia : "Ya Allah, saksikanlah. 
Ya Allah,
> saksikanlah". [Potongan dari hadits Jabir bin Abdullah tentang 
hajinya
> Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di-tahqiq ulang Syaikh 
Muhammad
> Nashiruddin Al-Albani dalam Hijjah An-Nabi, hal. 37-41].
> 
> Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah menyatakan secara
> terang-terangan, dan hal ini sebagai hujjah nyata guna menampar 
setiap
> pendusta dan yang suka berbuat dosa. Kata beliau :
> 
> "Artinya : Sesungguhnya seorang nabi tidak mengenal main isyarat 
(dengan
> mata)". [Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dari Anas. 
lihat
> Shahih Al-Jami' II/303]
> 
> Maksudnya memberi isyarat dengan isyarat rahasia. Hal ini agar 
tidak ada
> seorangpun yang berburuk sangka yang menyebabkan tumbuhnya 
keyakinan, bahwa
> dalam agama Allah ada rahasia yang tidak banyak diketahui manusia.
> 
> Yang semakna dengan hadits ini adalah sabdanya :
> 
> "Artinya : Sesungguhnya tidak selayaknya bagi seorang nabi 
mempunyai mata
> yang khianat". [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Hakim 
dari
> Sa'id. Lihat Shahih Al-Jami' II/307]
> 
> AL-HULUL WA AL-ITTIHAD
> Sebagaimana kelomppok sufi berkhayal, siapa saja yang menempuh 
jalan ilmu
> batin, pada akhirnya akan mencapai tingkatan melebur bersama dzat 
Allah.
> Ketika itulah ia menempati dzat tersebut, hingga bercampur sifat 
ketuhanan
> dengan tabiat kemanusiaan. Bentuk lahirnya manusia, tetapi hakikat 
batinnya
> adalah sifat ketuhanan.
> 
> Orang-orang yang berpikiran demikian, misalnya Al-Hallaj, ibnu Al-
Faradh,
> Ibnu Sab'in dan lainnya dari kalangan sufi. Berikut ini kami 
paparkan
> sebagian perkataan mereka : Al-Hallaj berkata : [2]
> 
> Maha Suci yang menampakkan sifat kemanusiannya,
> Kami rahasiakan sifat ketuhanannya yang cemerlang,
> Kemudian Ia menampakkan diri pada mahluknya,
> Dalam bentuk orang yang sedang makan dan minum,
> Hingga mahluknya dapat menentukannya, seperti
> jarak antara kedipan mata dengan kedipan yang lain.
> Siapakah dia ? Dialah Rabbu Al-Arbab
> yang tergambar dalam seluruh bentuk pada
> hamban-Nya, Fulan. [3]
> 
> Dan Ibnu Al-Faradh berkata : [4]
> 
> Tidaklah aku shalat kepada selainku,
> dan tidaklah shalatku kepada selainku
> ketika menunaikan dalam setiap raka'atku.
> 
> Dan cukuplah bagi orang-orang sufi merasakan kesedihan tatkala Ibnu
> Al-Faradh berpayah-payah dibalik fatamorgana. Ibnu Taimiyah 
rahimahullah
> berkata, tatkala menceritakan keadaan Ibnu Al-Faradh : "Orang yang
> mengucapkan sya'ir tersebut ketika meninggalnya mengucapkan syair 
sebagai
> berikut :
> 
> Jika kedudukanku dalam cinta disisi-Mu,
> tidak seperti yang pernah aku jumpai,
> maka sesungguhnya aku telah membuang-buang umurku.
> Angan-angan yang menancap dalam diriku beberapa lama,
> dan pada hari ini aku mengiranya sebagai mimpi kosongku belaka.
> 
> At-Tusturi berkata : [5]
> 
> Akulah yang dicintai dan yang mencintai,
> tidak ada selainnya.
> 
> Para syaikh tasawuf tersebut mencari-cari dalih dengan hadits yang
> berbicara masalah wali. Padahal, segala dalih dan alasan itu tak 
mendukung
> mereka. Misalnya sebuah hadits :
> 
> "Artinya : Tidak henti-hentinya seorang hamba mendekatkan diri 
kepadaku
> dengan perbuatan-perbuatan yang disunnahkan hingga Aku 
mencintainya. Maka
> jika Aku mencintainya, Akulah yang menjadi pendengarannya yang dia 
gunakan
> untuk mendengar, dan penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, 
dan
> tangannya yang dia julurkan, dan kakinya yang dia langkahkan. Maka, 
jika ia
> meminta kepada-Ku, sungguh aku akan beri. Dan jika ia minta 
perlindungan
> kepada-Ku, sungguh Aku akan melindunginya". [Hadits Riwayat 
Bukhari, akan
> tetapi kami ringkas sesuai dengan makna pembahasan].
> 
> Hadits ini menunjukan dengan sangat adanya pembedaan dan pemisahan. 
Dalam
> hal ini ada 'Abid (yang beribadah) dan Ma'bud (yang diibadahi). Sa-
il (yang
> meminta) dan Mas-ul (yang diminta), 'A-idz (yang minta 
perlindungan) dan
> Mu'idz (yang melindungi). Sedang, orang-orang sufi tersebut mengaku 
bahwa
> Allah berdiam dalam dzat hambanya. Yaitu, jika Dia menjadi dia dan 
keduanya
> menjadi dua dzat yang menyatu.
> 
> Betapa anehnya ! Bagaimana akal orang-orang sufi tersebut 
menerimanya
> dengan cara membenarkan kebohongan ini ? Dan bagaimana pula hingga 
lisan
> mereka mengulang-ngulangnya ? Sungguh, Kursi-Nya seluas langit dan 
bumi,
> maka bagaimana mungkin jasad manusia dapat menampung-Nya ?.
> 
> Adapun hadits berikut :
> 
> "Artinya : Langit dan bumi-Ku sempit bagi-Ku, akan tapi hati hamba-
Ku yang
> beriman lapang bagi-Ku"
> 
> Maka hadits ini adalah hadits palsu menurut kesepakatan para ulama 
ilmu
> hadits.
> 
> 
> 
> WIHDAH AL-WUJUD
> Pemahaman hulul wa al-ittihad mengantarkan para sufi pada perkataan 
wihdah
> al-wujud. Istilah ini berdasar pola pikir orang-orang sufi 
bermakna, bahwa
> dalam hal ini tidak ada yang wujud kecuali Allah. Maka, tidaklah 
segala
> yang nampak ini kecuali penjelmaan dzat-Nya semata. Yaitu, Allah. 
Maha Suci
> Allah, Rabb kita, Rabb yang Maha Mulia dari apa yang mereka 
sifatkan.
> 
> Ibnu Arabi berkata : "Tidak ada yang tampak ini kecuali Allah, dan 
tidaklah
> Allah mengetahui kecuali Allah".
> 
> Dan termasuk dalam keyakinan ini adalah orang-orang yang mengatakan
> :"Akulah Allah, Maha Suci Aku". Seperti, Abu Yazid Al-Bustahmi.[6]
> 
> Katanya : "Rabb itu haq dan hamba itu haq. Maka, betapa malangku. 
Siapakah
> kalau demikian yang menjadi hamba ? Jika aku katakan hamba, maka 
yang
> demikian itu haq, atau aku katakan Rabb, sesungguhnya aku hamba".
> 
> Dikatakan pula : [7] "Suatu saat hamba menjadi Rabb tanpa 
diragukan, dan
> suatu saat seorang hamba menjadi hamba tanpa kedustaan".
> 
> Keberanian mereka kepada Allah sampai puncaknya ketika tukang sya'ir
> mereka, Muhammad Baha'uddin Al-Baithar mengatakan : [8] "Tidaklah 
anjing
> dan babi itu melainkan sesembahan kita, dan tidaklah Allah itu 
melainkan
> rahib-rahib yang ada dalam gereja-gereja".
> 
> Pensyarah kitab Aqidah At-Thahawiyah, Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi, 
berkata
> :"Perkataan yang demikian itu mengantarkan manusia pada teori hulul 
wa
> al-ittihad. Hal ini lebih keji daripada kafirnya orang-orang 
Nashrani.
> Karena orang-orang Nashrani mengkhususkan menyatunya Alllah hanya 
dengan
> Al-Masih, sedangkan mereka memberlakukan secara umum terhadap 
seluruh
> mahluk. termasuk keyakinan mereka pula, bahwa Fir'aun dan kaumnya 
memiliki
> kesempurnaan iman, sangat mengenal Allah secara hakiki.
> 
> Termasuk dari cabangnya pula, bahwa para penyembah berhala berada 
diatas
> kebenaran, dan mereka sesungguhnya beribadah kepada Allah, tidak 
kepada
> lainnya. Keyakinan lainnya, tida ada perbedaan dalam penghalalan dan
> pengharaman antara ibu, saudara perempuan dan yang bukan mahram. 
Dan tidak
> ada perbedaan antara air dengan khamer, zina dengan nikah. Semuanya 
itu
> berasal dari sumber yang satu. Dan termasuk cabangnya pula, bahwa 
para nabi
> mempersempit manusia. Maha Tinnggi Allah dari apa yang mereka 
katakan". [9]
> 
> Keyakinan semacam ini merupakan puncak tertinggi dari kekafiran, 
yang
> dengannya hancurlah seluruh agama, membatalkan seluruh syari'at, 
dihalalkan
> seluruh perkara yang diharamkan, dan disamakannya orang yang 
beriman dengan
> orang fasik, orang bertaqwa dengan orang binasa, muslim dengan 
mujrim, yang
> hidup dengan yang mati. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
> "Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang-orang muslim seperti
> orang-orang yang suka berbuat dosa, bagaimana kalian dengan apa 
yang kalian
> putuskan. Apakah kalian mempunyai kitab yang dapat dibaca ? [Al-
Qalam :
> 35-37].
> 
> Benar, mereka mempunyai kitab selain Al-Qur'an. yaitu, Al-Fushush 
Al-Hikam
> dan Al-Futuhat Al-Makkiyah. Dan telah berfirman Allah Subhanahu wa 
Ta'ala.
> 
> "Artinya : Apakah Kami hendak menjadikan orang yang beriman dan 
beramal
> shalih seperti orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. 
Ataukah
> Kami hendak menjadikan orang-orang yang bertaqwa seperti orang-orang
> kafir". [Shad : 28].
> 
> Dan apa yang kami paparkan di sini bukanlah hasil istimbath kami 
dan bukan
> pula ijtihad. Akan tetapi, semua itu adalah perkataan mereka yang 
diucapkan
> dengan lisannya. Yang syaikh paling senior diantara mereka selalu 
mengulang
> kekafirannya dan menyatakan kefasikannya.
> 
> Bila pembaca menghendaki hakikat yang kami paparkan dan dalil yang 
kami
> kukuhkan, maka lihatlah kitab Al-Fathu Ar-Rabbani dan Al-Faidh Ar-
Rahmani,
> karangan Abdul Ghani An-Nablisi hal. 84,85,86,87.
> 
> Semoga Allah memaafkan kita.
> 
> [Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, 
cet.II, hal.
> 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, 
dengan
> judul Borok-Borok Sufi]
> ________
> Fote Note
> [1]. Ihya'Ulumuddin, AL-Ghazali, I/19
> [2]. Ath-Thawasin. Al-Hallaj, cet. Masoniyah, hal. 139
> [3]. Tablis Iblis, Ibnul Jauzi, hal.145.
> [4]. Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah, XI/247-248
> [5]. Ma'arij At-Tashawuf Ila Laqaiq At-Tashawuf, Ahmad Bin 'Ajibah,
> hal.139.
> [6]. Al-Futuhat Al-Makiyah, I/354.
> [7]. Fushush Al-Hikam, hal.90
> [8]. Shufiyat, hal.27
> [9]. Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, hal.79
> 
> 
> 
> 
> CAHAYA (NUR) MUHAMMADI
> Termasuk dalam madzhab wihdah al-wujud, ialah adanya keyakinan 
dikalangan
> orang-orang sufi tentang masalah Aqthab, Autad, Abdal, Aghwats, An-
Najba
> (yakni beberapa istilah status, jabatan atau peringkat dikalangan 
sufi),
> bahwa ruh Allah berdiam pada diri mereka sehingga merekalah yang 
mengatur
> apa yang ada.
> 
> Mereka menduduki kedudukan Allah dalam mencipta dan mengatur. Yang
> demikianpun termasuk keyakinan Syi'ah terhadap para imamnya. Seperti
> dikatakan Khumeini dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah hal.52 :
> "Sesungguhnya imam mempunyai kedudukan yang terpuji dan derajat yang
> tinggi, dan kekuasaan untuk mencipta serta tunduk di bawah 
kekuasaannya
> seluruh unsur dari semesta ini. Dan termasuk madzhab kami yang 
sangat
> penting pula, bahwa para imam kita mempunyai kedudukan yang tidak 
dapat
> diraih oleh para malaikat terdekatpun, dan tidak pula oleh nabi yang
> didekatkan. Dan berdasarkan riwayat-riwayat yang ada pada kita, 
dengan
> hadits-haditsnya, bahwa Rasul teragung Shallallahu 'alaihi wa 
sallam dan
> para imam, mereka semua, sebelum adanya alam semesta ini berupa 
cahaya yang
> dijadikan Allah mengelilingi Ars-Nya. [1]
> 
> Sesungguhnya orang-orang sufi, dimana beribu-ribu kaum muslimin 
dari segala
> penjuru dirangkul mereka, lalai ketika mengangkat orang-orang 
tersebut
> (para imamnya) ke derajat ketuhanan atau yang mendekati hal itu. 
Yaitu
> menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkedudukan 
diantara
> mereka dalam mengatur semesta, baik masalah penciptaan dan 
pengaturan,
> mendatangkan manfaat dan memberikan madharat, qadha dan qadar .... 
Maka,
> mulailah mereka mengada-ngadakan perkataan terhadap Rasulullah 
shallallahu
> 'alaihi wa sallam melalui teori Al-Haqiqah Al-Muhammadiyah yang
> mengeluarkan Rasulullah dari alam manusia dan menjadikannya cahaya 
(nur).
> Dari cahaya Muhammad itulah seluruh mahluk diciptakan.
> 
> "Artinya : ... Sungguh besar perkataan yang keluar dari mulut 
mereka.
> Tiadalah yang mereka katakan itu kecuali dusta". [Al-Kahfi : 5]
> 
> Berikut ini sebagian dari perkataan mereka :
> 
> [1]. Muhammad Adalah Asal Semesta.
> "Sesungguhnnya akal yang pertama adalah dinasabkan kepada Muhamad.
> Karenanya Allah menciptakan Jibril di waktu terdahulu. Maka 
Muhammad adalah
> bapak bagi Jibril dan merupakan asal dari seluruh alam semesta".[2]
> 
> [2]. Muhammad Di Atas 'Arsy.
> "Mahluk yang pertama adalah debu, dan mahluk yang pertama yang 
berwujud
> secara hakiki adalah Muhammad yang disifatkan istiwa' di atas 'Arsy
> Ar-Rahmani, yaitu 'Arsy ilahi. [3]
> 
> [3]. Cahaya Muhammad (Nur Muhammadi) Adalah Cahaya Allah.
> 
> [4]. Muhammad Adalah Penjaga Atas Semesta.
> 
> [5]. Semesta Diciptakan Karena Muhammad.
> 
> Ibnu Nabatah Al-Mishri berkata :
> Kalau bukan karenanya,
> tidak adalah bumi dan tidak pula ufuk.
> Tidak pula waktu, tidak pula mahluk,
> tidak pula gunung.
> 
> [6]. Muhammad Mengetahui Yang Ghaib.
> 
> Berikut ini dalil-dalil mereka yang mereka sembunyikan di balik
> punggung-punggunya :
> 
> Hadits pertama.
> "Artinya : Pertama kali yang diciptakan Allah adalah cahaya nabimu, 
wahai
> Jabir" [Hadits Palsu]
> 
> Hadits kedua.
> "Artinya : Aku sudah menjadi nabi sedangkan Adam masih berwujud 
antara air
> dan tanah". [Hadits Palsu. Lihat Syarah Jami'ash-Shagir III/91 dan 
Asna
> Al-Mathalib hal. 195]
> 
> Ini adalah perkataan yang sangat lemah dan matan-nya mungkar. 
Bukankah air
> adalah bagian dari tanah ? Adapun hadits shahih 
berlafadz : "Artinya : Aku
> sudah menjadi Nabi, sedangkan Adam adalah keadaan antara ruh dan 
jasad",
> tetapi ini pada ilmu Allah yang azali.
> 
> Hadits ketiga.
> "Artinya : Kalau tidak karena engkau, maka bintang-bintang itu tidak
> diciptakan". [Shan'ani berkata bahwa hadits ini Palsu dan 
disepakati Imam
> Syaukani dalam kitab Fawaid Al-Majmu'ah hl. 116]
> 
> Padahal sesungguhnya Allah telah menutup berbagai jalan menuju 
perbuatan
> yang melebih-lebihkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 
Allah
> Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
> 
> "Artinya : Katakanlah, sesungguhnya aku ini adalah manusia seperti 
kamu
> semua. Hanyasanya diwahyukan kepadaku (wahyu). Sesungguhnya 
sesembahanmu
> adalah sesembahan yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharapkan 
bertemu
> dengan Rabbnya, hendaklah ia beramal dengan amalan yang shalih dan 
tidak
> menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya". [Al-kahfi : 110]
> 
> Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala.
> 
> "Artinya : Katakanlah, Maha Suci Rabbku. Bukankah aku ini hanya 
seorang
> manusia yang menjadi rasul ?". [Al-Isra : 93]
> 
> Dan berfirman Subhanahu wa Ta'ala.
> 
> "Artinya : Katakanlah, tidaklah aku mengatakan kepada kalian semua 
bahwa
> aku mempunyai perbendahaaran Allah, tidak pula aku mengetahui yang 
ghaib,
> tidak juga aku katakan bahwasanya aku ini malaikat. Tidaklah aku 
mengikuti
> kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, apakah sama orang 
yang
> melihat dengan orang yang buta ? Apakah kalian semua tidak 
berpikir ?".
> [Al-An'am : 50]
> 
> Telah bersabda pula beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
> 
> "Artinya : Janganlah kalian semua melebih-lebihkan aku seperti 
orang-orang
> Nashrani melebih-lebihkan Isa anak Maryam. Sesungguhnya aku adalah 
hamba,
> maka katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya". [Hadits Shahih Riwayat 
Bukhari
> dan Muslim]
> 
> Dan telah bersabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
> 
> "Artinya : Sesungguhnya aku ini adalah manusia yang dapat marah 
pula".
> [Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]
> 
> Dan riwayat lainnya yang sangat banyak. Inilah sifat-sifat 
kemanusiaan yang
> di sandang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sejak lahirnya hingga 
bertemu
> dengan Rabbnya. Beliaulah yang mengajak manusia untuk mencontohnya 
dan
> menempuh jejak-jejaknya.
> 
> Kalau bukan dari alam kita, tidaklah kita diperintahkan untuk 
mengikuti
> beliau dan menjalani sunah-sunahnya. Siapakah yang lebih benar 
perkataannya
> dari Allah, sedangkan Dia telah menyetujui hakikat ini melalui
> lafadz-lafadz Qur'ani yang pasti dan terinci :
> 
> "Artinya : Mereka berkata, kenapa tidak diturunkan kepada kita 
malaikat ?
> kalau diturunkan kepada mereka malaikat, maka pasti telah 
diselesaikan
> perkaranya (dengan dibinasakan mereka semua) kemudian mereka tidak 
diberi
> tangguh. Dan kalau seandainya Kami turunkan malaikat, pasti akan 
Kami
> jadikan dia seorang manusia, Kami-pun akan jadikan mereka tetap ragu
> sebagaimana mereka kini ragu". [Al-An'am : 8-9]
> 
> Dan ketahuilah, semoga Allah menambahkan ilmu kepadamu, semesta ini 
adalah
> mahluk yang diciptakan dengan tujuan tertentu. Yaitu beribadah 
kepada
> Allah. Seperti dinyatakan dalam firman-Nya.
> 
> "Artinya : Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk 
beribadah
> kepada-Ku". [Adz-Dzariyat : 56]
> 
> 
> PENDIDIKAN SUFI
> Supaya ajaran tasawuf mencapai tujuannya, mereka kenakan pada
> tokoh-tokohnya sifat bebas dari dosa ('ishmah). Selain itu, 
menuntut kepada
> muridnya agar bersikap seperti mayit di tangan yang memandikannya. 
Maka
> janganlah engkau melampauinya dengan mengambil ilmu sufi dari guru 
lain,
> karena seorang murid yang menimba ilmu dari dua guru ibarat seorang 
wanita
> di tangan dua lelaki. [4]
> 
> Ibnu Arabi berkata : "Sesungguhnya termasuk syarat imam batin, 
hendaklah ia
> ma'shum (bebas dari dosa)" [5] Katanya lebih lanjut : "Dan engkau, 
wahai
> para murid yang tertipu dan tersesat, bantulah apa yang diinginkan 
terhadap
> engkau. Dan bersangka baiklah, jangan membantah. Bahkan yakinilah. 
Dan
> manusia dalam masalah ini mempunyai perkataan yang banyak. Tapi 
terserah
> dirilah, niscaya engkau akan selamat. Dan Allah lebih mengetahui 
perkataan
> para walinya. [6]
> 
> Kami tidak mengetahui kenapa banyak ulama kaum muslimin berdiam diri
> terhadap kekufuran dan keingkaran yang bersembunyi dalam pakaian 
Islam yang
> bertujuan menipu, menyesatkan serta mengajak kaum muslimin untuk
> meyakininya serta menegakan agama mereka di atas asasnya ? 
Sesungguhnya
> termasuk suatu kebaikan jihad di sisi Allah untuk menghapuskan 
fitnah ini
> dari kalangan muslimin, karena sesungguhnya fitnah lebih kejam dari
> pembunuhan.
> 
> Kenapa kaum muslimin tidak terang-terangan memerangi mereka secara
> keseluruhan demi tumbangnya kepalsuan-kepalsuan yang telah 
memburamkan
> keindahan Islam ?.
> 
> Bahkan kenyataannya banyak kaum muslimin yang tersembelih kesesatan 
dan
> kekufuran ini. Dan tidaklah menyelamatkan mereka dari keadaan yang 
demikian
> ini kecuali usaha para ulama Islam untuk menyingkap kebatilan-
kebatilan
> tadi dengan berbagai bahasa dan dengan berbagai kedudukan. Maka 
wahai
> Rabbku, bangkitkanlah orang-orang yang memperbaharui agama-Mu ini, 
karena
> sesungguhnya kaum sufi telah kembali bangkit dengan wajah baru pula.
> 
> 
> [Disadur dari kitab Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, 
cet.II, hal.
> 81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, 
dengan
> judul Borok-Borok Sufi]
> ________
> Fote Note.
> [1] Al-Hukumat Al-Islamiyah, Khumeini, hal. 52
> [2] Al-Insan Al-Kamil lil Jalil, hal.4
> [3] Futuhat Al-Makkiyah, I/152
> [4] Ihya' Ulumuddin, I/50-51 dan III/75-76
> [5] Futuhat Al-Makkiyah, III/183
> [6] Muqaddimah AL-Futuhat, I/5
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
> Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Yahoo! Groups Links
>







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke