APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ? 

Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Pertama dari Empat Tulisan [1/4]






Pendahuluan editor
Bismillahi- rahmaani-rahiim
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya, memohon 
pertolongan, petunjuk dan ampunan serta bertaubat kepada-Nya. Kita memohon 
perlindungan dari kejahatan diri dan amalan kita kepada-Nya. Sesungguhnya 
barang siapa yang telah Allah berikan petunjuk, niscaya tidak akan ada yang 
mampu menyesatkannya, dan barang siapa yang telah Allah sesatkan, niscaya tidak 
akan ada yang mampu memberikannya petunjuk.

Saya bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, dan 
tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan 
utusannya.

Amma ba'du:
Sungguh menuntut ilmu syariat dan berdakwah kepadanya serta mengajarkannya 
kepada orang yang tidak mengetahuinya, memberikan peringatan kepada kaum 
muslimin dari perbuatan yang diharamkan dan kemungkaran, dan menjauhkan mereka 
dari perbuatan bid'ah adalah termasuk dari amar-ma'ruf dan nahi-mungkar. Yang 
mana Allah telah menjadikan kebaikan bagi ummat ini apabila mereka mau 
menegakkannya, sebagai mana firman Allah :

Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang 
ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. [Al Imron 110]

Dan dikarenakan isi buku ini membahas satu aspek penting untuk meluruskan 
gambaran agama Islam dari upacara-upacara yang dinisbahkan kepadanya, yang 
mendatangkan gambaran buruk akan agama Islam. Sebab setiap orang yang 
menyaksikan ahli bid'ah dari kalangan sufi sedang melaksanakan acara bid'ah 
mereka maulid dengan gerak-gerik dan tata cara mereka, niscaya ia akan meyakini 
bahwa dasar acara ini adalah khurofat dan cerita-cerita palsu.

Tidak diragukan lagi bahwa setiap orang yang menyaksikan mereka sedang 
melaksanakan acara ini niscaya akan menjauh dari Islam, dan berburuk sangka 
dengan pemeluknya, terlebih-lebih pada zaman sekarang yang perayaan maulid 
disiarkan langsung melalui parabola, sebab ia tidak menyaksikan adanya sebuah 
agama yang hakiki, yang akan mendatangkan kepercayaan pada jiwa, dan 
membangkitkan semangat beramal dan membantu orang lain.

Dan karena diantara kesempurnaan iman adalah rasa cinta seseorang kepada 
saudaranya, akan apa yang dicintai untuk ia dapatkan, yaitu dengan cara 
menjelaskan kebenaran bagi orang yang terperdaya dengan kebatilan dari pemeluk 
agama ini, dan ini termasuk jihad yang Allah wajibkan kepada pemeluk agama yang 
Allah jadikan sebagai penutup dari semua agama. Sebab hal ini salah satu 
kewajiban yang paling wajib, sebagaimana memerangi musuh dengan berperang, maka 
usaha membersihkan ummat ini dari penyebab kelemahan dan amalan-amalan yang 
hina merupakan kewajiban yang paling wajib.

Sebab ummat ini tidak akan mampu memerangi musuhnya dengan pedang sehinggga 
membentengi dirinya dengan benteng yang kokoh dari dalam tubuhnya sendiri, 
yaitu dengan cara menyebarkan agama Islam yang benar. Dikarenakan membersihkan 
barisan merupakan salah satu penyebab datangnya kemenangan.

Betapa banyak kita menyaksikan dalam sejarah kelompok ini (kaum sufi) yang 
dianggap bagian dari Islam padahal bukan, telah mendatangkan bencana dan 
peperangan dalam tubuh negara Islam sebelum mereka diserang oleh musuh mereka 
yang sebenarnya. Bahkan sepanjang masa, merekalah yang membukakan jalan bagi 
musuh untuk masuk kedalam negri kaum muslimin pada berbagai daerah. 

Hal ini disebabkan karena agama yang mereka pegangi bertopang dengan kuat pada 
menuruti syahwat pribadi yang diharamkan dalam Islam, baik itu yang berhubungan 
dengan makanan, pakaian, wanita atau yang lainnya, dan mereka benar-benar sadar 
bahwa agama Islam yang sebenarnya sangatlah bertentangan dengan hal ini, 
kecuali dalam batas yang dihalalkan dalam syariat.

Dan mungkin sekarang ini saya -dan juga yang lainnya- telah melihat bahwa 
dibawah debu telah terdapat percikan api, hal ini dikarenakan banyaknya 
perayaan acara bid'ah ini, dan usaha-usaha untuk menghidupkan tempat-tempat 
jahiliyah pada zaman ini.

Nah karya ini merupakan andil saya dalam menyebar luaskan jawaban bagi 
pertanyaan yang sering terlintas dalam benak kebanyakan pemeluk agama Islam, 
terlebih-lebih pada zaman ini, zaman yang banyak sekali perbuatan bid'ah dan 
telah menyebar dengan cepat sebagaimana menyebarnya api dalam rumput kering. 
Itu semua disebabkan kebodohan dan kurangnya kesadaran dan rasa cinta untuk 
tersohor, walau berakibat buruk terhadap agama ini.

Sungguh tersebarnya buku seperti ini telah menjadi ganjalan dalam tenggorokan 
setiap ahli bid'ah dan orang sufi. Sebuah karya yang dituliskan oleh seorang 
alim besar, hidup antara abad kedua dan ketiga belas di negri Yaman. Negri yang 
didoakan oleh Nabi e untuk mendapatkan berkah, dan beliau termasuk salah 
seorang mujtahid dan termasuk salah seorang ulama' ummat ini, yang selalu 
berpegangan dengan dalil.

Kebanyakan kaum muslimin beranggapan bahwa menghukumi perayaan maulid sebagai 
sebuah kebid'ahan adalah suatu ungkapan yang tidak pernah diucapkan oleh ulama' 
terdahulu, akan tetapi hanya sekedar perkataan ulama-ulama zaman sekarang. Dan 
juga berprasangka bahwa permasalan ini tidak pernah ada pada pembahasan dan 
tulisan-tulisan mereka, juga tidak pernah ada pendiskusian argumentasi orang 
yang membolehkan perayaan ini, dan bantahan terhadap syubhat-syubhat mereka, 
terlebih-lebih dari ulama' seperti As Syaukani rohimahullah, dimana beliau 
tersohor sebagai seorang yang selalu berpegang teguh dengan dalil, dan 
berkata-kata penuh dengan kebijaksanaan, dan selalu berlepas diri dari setiap 
perbuatan bid'ah.

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan bukti kuat bahwa As Syaukani 
rahimahullah dan ulama' lainnya mencintai kebaikan bagi orang lain, dan 
membenci sikap ketidak jelasan dalam beramal tanpa adanya dalil. 

Sebagaimana yang keadaan kebanyakan orang awam dari kaum muslimin, dan 
kebanyakan orang yang dianggap berilmu pada kebanyakan negara Islam. Dimana 
mereka sama sekali tidak memiliki perhatian dengan urusan agama mereka, 
sehingga mereka terus menerus berada dalam gelapnya kebodohan dan kesesatan. 
Dan hanya berusaha memuaskan syahawat perut dan birahi, atau hal-hal yang 
mengarah kepada kedua syahwat ini, dari berbagai macam bentuk nyanyian, 
musik-musik, dan pergaulan dengan orang yang tidak halal untuk mereka pergauli.

Atau sikap tidak mau tahu dan mengamalkan setiap yang sesuai dengan hawa nafsu 
mereka, tanpa memperdulikan tingkat kecocokan amalan tersebut dengan syariat, 
sebagaimana hal ini terjadi pada saat perayaan acara-acara bid'ah seperti acara 
maulid dan yang serupa dengannya, sehingga mereka beramal tidak dengan ilmu, 
dan berkata atas Nama Allah dengan tanpa ilmu.

Oleh karena itu saya sajikan buku ini wahai pembaca yang budiman, dengan penuh 
harap dari Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mampu, agar dijadikan sebagai 
penyebab yang penuh dengan barokah bagi saya dan ummat Islam dalam meluruskan 
pemahaman kebanyakan kaum muslimin terhadap acara bid'ah ini. Acara yang 
hampir-hampir saja menyelimuti seluruh permukaan bumi.

Dan semoga Allah menjadikannya bagian dari timbangan amal baik bagi saya, 
pengarang, penulis, pembaca, penerbit dan semua orang yang ikut andil dalam 
penyebarannya. Semoga Allah menjadikan amalan ini benar-benar ikhlas hanya 
karena-Nya, dan menjadikannya sebagai hal yang akan mendekatkan diri dari 
kebahagiaan di sisi-Nya di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Semoga 
Allah meluruskan niat saya dan anak keturunan saya, dan mengaruniai kita ilmu 
yang bermanfaat, amalan yang sholih yang diterima, dan mengampuni kekhilafan 
kita, serta merahmati orang-orang yang telah meninggal dari kita, dan 
mengampuni kedua orang tua saya dan orang tua seluruh kaum muslimin.

Semoga sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad 
Shallallahu 'alaihi was allam, keluarga, dan sahabatnya.

Dituliskan oleh:
Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al Musyaiqih
Al Qoshim-Buraidah [Semoga Allah melindunginya dari segala kejelekan]


[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam 
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al 
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri Lc, 
dan M. Nur Ihsan Lc.]



Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Kedua dari Empat Tulisan [2/4]





Pembahasan Buku
Buku ini walaupun ringkas akan tetapi sangat besar sekali manfaatnya, 
dikarenakan penulisan buku ini pada awalnya tidak dimaksudkan untuk dijadikan 
sebuah buku, akan tetapi ia merupakan jawaban dari sebuah pertanyaan yang 
datang kepada Al Imam As Sayukany, maka beliau menuliskan jawabannya ini, dan 
beliau menguatkan jawabannya dengan berkata:

[1]. Saya tidak mendapatkan sebuah dalilpun akan disyariatkannya perayaan ini, 
baik dalam Al Qur'an atau As Sunnah atau qiyas atau yang dalil lainnya.

[2]. Beliau menukilkan ijma' kaum muslimin bahwa perayaan ini tidak pernah 
dilaksanakan pada generasi yang paling mulia, generasi sahabat, tabiin, tabiit 
tabiin, dan juga tidak pada generasi setelahnya. 

[3]. Tidak ada seorang ulama-pun yang menukilkan dari ulama sebelumnya bahwa 
acara ini bukanlah acara bid'ah, bersamaam dengan itu mereka sepakat bahwa 
setiap perbuatan bid'ah merupakan kesesatan. 

[4]. Beliau membantah pendapat orang yang membagi bid'ah menjadi lima hukum, 
bahwa pembagian ini tidak ada dalilnya dan juga sama sekali tidak beralasan. 

[5]. Pengaruh kekuatan para pemimpin dan raja serta kesholihan mereka dalam 
mengarahkan rakyat menuju kepada jalan selamat dan untuk tidak mengambil 
pendapat siapapun yang tidak berdasarkan pada dalil. 

[6]. Begitu cepatnya amalan bid'ah menyebar pada masyarakat apabila para ulama 
tidak berjuang menjelaskan akan buruknya amalan bidah, dan menerangkan akan 
kejahatan para ulama jahat, atau yang kurang ilmunya, dan kejahatan orang yang 
berusaha mendapatkan kedudukan dunia dalam rangka mengumpulkan harta dengan 
cara memberikan contoh buruk. 

[7]. Perjuangan ahli bid'ah untuk menyebarluaskan kehinaan dan simbol-simbol 
yang berbau khurofat di tengah-tengah masyarakat, serta mereka akan marah 
apabila masyarakat enggan untuk menerimanya, sebagaimana diungkapkan oleh 
pengarang: "Masyarakat tidak menyadari bahwa hal-hal tersebut dijadikan 
perantara untuk dilakukannya segala bentuk kemungkaran, dan sebagai penghalang 
bagi setiap orang yang akan mengingkarinya, dan mereka akan melakukan dalam 
perayaan maulid mereka -yang tidaklah dihadiri kecuali oleh orang-orang 
rendahan- segala kemungkaran, dengan beralasan : Telah hadir dalam perayan 
maulid si fulan dan si fulan" dan seterusnya. 

[8]. Perayaan maulid seperti ini pasti disertai dengan berbagai bentuk 
kemungkaran dan hal-hal ang diharamkan dalam agama. 

[9]. Usaha untuk menutup semua celah yang akan menghantarkan kepada hal-hal 
yang diharamkan, dan ini merupakan salah satu dari tujuan syariat ini. 

[10]. Semua orang yang mengarang buku tentang maulid Nabi tidak mampu 
mendatangkan satu alasanpun yang berdasarkan kepada dalil yang syar'i dan kuat, 
bersamaan dengan itu mereka semua mengakui bahwa perayaan maulid adalah sebuah 
bid'ah, sehingga mereka membikin syarat-syarat yang sangat sulit dalam 
perayaannya. 

Keterangan Para Ulama Tentang Bid'ahnya Perayaan Maulid

Para ulama-baik yang membolehkan perayaan maulid atau tidak- telah sepakat 
bahwa perayan maulid tidak pernah dilaksanakan oleh salafus sholeh (ulama' 
terdahulu), dan diantara pernyataan mereka :

[1]. Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya "Iqtidlous Sirotul Mustaqim 
Mukholafata Ashabil Jahim" Hal: 295 tentang Maulid Nabawy: "Tidak pernah 
dilakukan oleh as salafus sholeh padahal dorongan untuk diadakannya perayaan 
ini sudah ada, dan tidak ada penghalangnya, sehingga seandainya perayaan ini 
sebuah kebaikan yang murni atau lebih besar, niscaya as salaf (ulama' 
terdahulu) -semoga Allah meridloi mereka- akan lebih giat dalam melaksanakannya 
daripada kita, sebab mereka lebih dari kita dalam mencintai Rosulullah e dan 
mengagungkannya, dan mereka lebih bersemangat dalam mendapatkan kebaikan. Dan 
sesungguhnya kesempurnaan rasa cinta dan pengagungan kepada beliau terletak 
pada sikap mengikuti dan mentaati perintahnya, dan menghidupkan 
sunnah-sunnahnya, baik yang lahir ataupun batin, serta menyebarkan ajarannya, 
dan berjuang dalam merealisasikan hal itu dengan hati, tangan dan lisan. 
Sungguh inilah jalannya para ulama' terdahulu dari kalangan kaum muhajirin dan 
anshor yang selalu mengikuti mereka dalam kebaikan". Dan silahkan baca 
pernyataan beliau dalam kitab "Al Fatawa Al Misriyah" 1/312. 

[2]. Pernyataan Al- Allamah Al- Imam As Syeikh Tajuddin Umar bin Ali Al Lakhmy 
Al Iskandary, yang lebih dikenal dengan Al Fakihaany dalam kitabnya "Al Maurid 
Fi Al Kalaam Ala Amali Al Maulid" 

[3]. Beberapa ulama' berpegangan dengan pernyataan Al fakihany dalam bukunya 
ini, diantaranya : 

[a]. Al Maliky dalam hasiyahnya terhadap kitab "Mukhtashor As Syikh Kholil Al- 
Maliky" 7/168, dalam pembahasan Al Washiyah, beliau menyatakan: "Adapun 
berwasiat untuk perayaan al maulid as syariif, maka Al fakihany telah 
menyebutkan bahwa perayaan maulid adalah makruh hukumnya". 

[b]. Dan diantara mereka Abu Abdillah Muhammad Ulaisy dalam kitabnya "Fathu Al 
Aly Al Malik Fi Al Fatawa Ala Mazhab Al Imam Malik" 1/171 ketika ditanya 
tentang seorang lelaki yang memiliki seekor sapi yang sedang sakit, padahal dia 
sedang hamil, lalu orang itu berkata " Kalau Allah menyembuhkan sapiku, maka 
wajib atasku untuk menyembelih anak yang di dalam perutnya ketika acara maulid 
Rosulillah e , dan kemudian Allah menyembuhkan sapinya dan melahirkan anak 
betina, kemudian dia menunda penyembelihan sampai anak sapi tersebut besar dan 
hamil, apakah wajib atasnya untuk menyembelih sapi tersebut atau boleh 
menyembelih penggantinya atau dia tidak berkewajiban apa-apa ? Maka beliau 
menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan : "Alhamdulillah, dan sholawat dan 
salam semoga terlimpahkan kepada sayidina Muhammad Rosulillah, dia tidak 
berkewajiban apa-apa, karena perayaan maulid Rosulillah e tidaklah 
disunnahkan". 

[4]. Ungkapkan pengarang kitab "Al Mi'yar Al Maqhrib" dalam nukilannya terhadap 
jawaban salah seorang ulama Maqhrib "Ustaz abu 'abdillah al hiar" terhadap 
sebuah pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang seseorang yang mewakafkan 
sebatang pohon untuk malam maulid, kemudian orang tersebut meninggal, lalu 
anaknya ingin mengambil pohon tersebut?, berdasarkan apa yang telah 
ditetapkannya bahwa melakukan maulid pada malam tersebut adalah Bid'ah, 
mewakafkanan pohon tersebut adalah satu sebab masih berlangsungnya perbuatan 
tersebut, yang tidak ada anjuran dalam agama untuk melakukannya, sedangkan 
menghapus dan mencegahnya adalah di tuntut dalam agama, kemudian ia menambahkan 
lagi, bahwa malam maulid di zamannya dilakukan dengan tatacara kaum fakir(), 
sebagai mana dalam ungkapan beliau: "cara-cara mereka pada saat ini telah 
mencemari agama, karena kebiasaan mereka dalam perkumpulan tersebut hanya 
menyanyi dan bersorak-sorai, mereka telah mempengaruhi orang-oramg awam kaum 
muslimin bahwa hal yang demikian adalah ibadah yang sangat agung untuk 
dilakukan pada waktu tersebut, dan merupakan jalan para wali Allah, sedangkan 
kenyataan mereka adalah kaum yang bodoh, yang mana diantara mereka banyak yang 
tidak mengetahui hukum-hukum yang diwajibkan kepadanya dalam sehari-hari, 
sebenarnya mereka adalah para pesuruh setan untuk menyesatkan orang awam kaum 
muslimin, dengan menghiasi kebatilan kepada mereka, mereka telah memasukan 
kedalam agama Allah sesuatu yang tidak termasuk kedalamnya, karena bernyanyi 
dan bersorak-sorai adalah termasuk dalam senda-gurau dan main-main, mereka 
menganggap hal yang demikian adalah perbuatan para wali Allah, ini adalah suatu 
kebohongan dibuat di atas nama mereka, sebagai salah satu jalan bagi mereka 
untuk memakan harta manusia dengan cara haram, karena itu kebiasaan mereka 
adalah menyendiri supaya mereka bebas melakukan hal-hal yang dilarang, maka apa 
yang diwakafkan untuk hal tersebut hukumnya batil karena tidak menurut cara 
yang benar (disyari'atkan oleh agama), maka dianjurkan bagi orang yang berwakaf 
tadi untuk mengalihkan wakafnya kepada hal lain yang dianjurkan dalam syari'at, 
kalau seandainya ia tidak mampu maka hendaklah ia ambil untuk dirinya sendiri, 
semoga Allah menuntun kita selalu untuk mengikut sunnah nabiNya Muhammad 
Shallallahu 'alaihi wa sallam , dan mengikuti para salaf sholih karena 
keselamatan terdapat dalam langkah mereka". 

[5]. Ungkapan Syehk Abdul Latif bin Abdur Rahman bin Hasan cucu dari Syaikh 
Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam keterangannya tentang apa yang dilakukan 
oleh Syehk Muhammad bin Abdul Wahab dalam berda'wah kepada kebenaran, inilah 
ungkapan beliau tersebut: "sang imam Muhammad bin Abdul Wahab melarang 
kebiasaan orang-orang di negri tersebut dan daerah lainnya dari membesarkan 
hari maulid dan hari-hari besar jahiliyah lainnya, yang tidak ada dalil yang 
memerintahkan untuk membesarkannya, dan tidak pula keterangan dan hujah 
syar'iyah, karena hal yang demikian adalah menyerupai umat nasroni (kristen) 
yang sesat dalam hari besar mereka baik secara waktu maupun tempat, ini adalah 
kebatilan yang ditolak dalam syari'at penghulu segala rasul (agama Islam), di 
kutib dari "kumpulan risalah dan masalah para ulama nejed" hal: (4 / 440).

[6]. Jawaban Syehk Abdur Rahman bin Hasan terhadap sebuah pertanyaan yang 
dikemukakan kepada beliau tentang mengkhususkan hari maulid dengan berkorban, 
yang mereka sebut "nafilah", dan apa yang dilakuakn pada tanggal 27 rajab 
mengkhususkannya dengan berpuasa dan berkoban pada hari tersebut, kemudian 
amalan malam nisfu sya'ban seperti itu juga, apakah hal tersebut haram 
dilakukan atau makruh atau mubah (boleh)?, apakah wajib bagi pemerintah dan 
ulama untuk mencegahnya?, apakah mereka berdosa bila diam terhadap hal 
tersebut?, beliau menjawab: "semua hal tersebut adalah Bid'ah, sebagaimana yang 
terdapat dalam sabda Nabie , bahwa beliau berkata: 
"Barang siapa yang menambah-nambah dalam urusan kami ini (agama ini), sesuatu 
yang tidak termasuk kedalamnya, maka hal tersebut adalah ditolak". 
Dan dalam sabda beliau yang lain disebutkan: 
"Hati-hatilah kalian terhadap sesuatu hal yang baru dalam agama ini, 
sesungguhnya segala hal yang baru dalam agama adalah Bid'ah, dan setiap Bid'ah 
itu adalah sesat". 

Dan segala ibadah harus berdasarkan pada perintah atau larangan serta mengikuti 
sunnah, sedangkan perkara yang di singgung di atas (pelaksanaan maulid), tidak 
pernah disuruh oleh rasulullah saw, dan tidak pernah dilakukan oleh khalifah 
ar-rosyidin, sahabat dan para tabi'in, telah disebutkan dalam hadist yang 
shohih: 

"Barang siapa yang melakukan suatu amalan (ibadah) yang tidak ada contoh dari 
kami maka amalan tersebut ditolak". 

Sedangkan segala macam bentuk ibadah yang disinggung diatas tidak ada contoh 
dari rasulullah saw, makanya ditolak dan wajib diingkari, karena ia termasuk 
dalam hal yang dilarang Allah dan rasulNya.

Sebagaiman firman Allah Subahanhu wa Ta'ala:

"apakah mereka itu memiliki tandingan-tandingan yang membuat syari'at agama 
bagi mereka yang tidak pernah diizinkan Allah" [Asy syuura: 12]. Sedangkan 
segala macam ibadah yang disebut di atas adalah bikinan orang-orang bodoh tampa 
petunjuk dari Allah, hanya Allah swt yang lebih mengetahui". (Dinukil dari 
kumpulan risalah dan masalah para ulama nejed bagian II. Hal: [ 4 / 357-358].

[7]. Jawaban Syaikh Muhammad bin Abdul Latif ketika beliau di tanya tentang 
hukum mengeluarkan harta untuk acara maulid nabi. Beliau menjawab "perbuatan 
maulid adalah perbuatan bid'ah, mungkar dan jelek, mengeluarkan harta untuk 
perbuatan tersebut adalah bid'ah yang diharamkan, dan orang yang melakukannya 
adalah berdosa, maka wajib dicegah orang yang melakukannya. (dinukil dari 
"ad-durar as-sunniyah" Hal: ( 7 / 285 ). 

[8]. Jawaban Imam Asy Syatiby ketika ditanya tentang hal ini. Beliau menjawab 
"adapun yang pertama yaitu mewasiatkan sepertiga harta untuk pelaksanaan maulid 
sebagaimana yang banyak dilakukan manusia ini adalah bid'ah yang diada-adakan, 
setiap bid'ah itu adalah sesat, bersepakat untuk melakukan bid'ah tidak boleh, 
dan wasiatnya tidak dilakukan, bahkan diwajibkan kepada qodhi untuk 
membatalkannya dan mengembalikan sepertiga harta tersebut kepada ahli waris 
supaya mereka bagi sesama mereka, semoga Allah menjauhkan para kaum fakir dari 
menuntut supaya dilaksanakannya wasiat seperti ini. (dikutib dari fatwa Asy 
syatiby, no: ( 203, 204 ). 

[9]. Ungkapkan Syaikh Muhammad Abdussalam khadhar al qusyairy dalam kitabnya 
"as sunan wal mubtadi'aat al muta'alliqah bil azkar wash sholawaat" Hal: 
138-139. Dalam fasal: membicarakan bulan Robi'ul awal dan bid'ah melakukan 
maulid pada waktu itu. "tidak boleh mengkhususkan bulan ini (Rabi'ul awal) 
dengan berbagai macam ibadah seperti sholat, zikir, sedekah, dll. Karena musim 
ini tidak termasuk hari besar Islam seperti hari jum'at dan hari lebaran yang 
telah ditetapkan oleh Rasulullah saw, bulan ini memang bulan kelahiran Nabi 
Muhammad saw, tapi juga merupakan bulan wafatnya nabi Muhammad saw, kenapa 
mereka berbahagia atas kelahirannya tapi tidak bersedih atas kematiannya?, 
menjadikan hari kelahirannya sebagai perayaan maulid adalah bid'ah yang mungkar 
dan sesat, tidak diterima oleh syara' dan akal, kalau sekiranya ada kebaikan 
dalam melakukannya tentu tidak akan lalai dari melakukannya Abu bakar, Umar, 
Ustman dan Ali serta para sahabat yang lainnya, dan para tabi'iin serata para 
ulama yang hidup setelah mereka, maka tidak ragu lagi yang pertama melakukannya 
adalah kelompok sufisme yang tidak punya kesibukan yang senang melakukan bid'ah 
kemudian diikuti oleh manusia-manusia lainnya, kecuali orang yang diselamatkan 
Allah serta di beri taufiq untuk memahami haqiqat agama Islam. 

[10]. Perkataan Ibnul Hajj dalam kitab "Al Madkhal" Hal: ( 2 / 11, 12 ) setelah 
ia menyinggung kebiasaan-kebiasaan jelek yang dilakukan oleh orang-orang 
dizamanya dalam melaksanakan maulid, dan berbagai kebinasaan yang ditimbulkan 
akibat pelaksanaan tersebut, "sekalipun tidak terdapat dalam pelaksanaan maulid 
tersebut nyanyi-nyanyian, cukup sekedar acara makan bersama saja dengan maksud 
melaksanaka maulid, bersamaan dengan itu mengajak teman-teman, maka hal 
tersebut tetap merupakan bid'ah walaupun hanya sebatas niat saja, karena hal 
tersebut adalah menambah-nambah dalam urusan agama yang tidak pernah dilakukan 
oleh para ulama salaf yang silam, mengikuti salaf adalah lebih utama dan wajib 
dari pada menambah niat yang melanggar terhadap apa yang mereka lakukan, mereka 
adalah manusia yang sangat bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Rasulullah 
saw, dan lebih cinta kepadanya dan kepada sunnahnya, kalau hal tersebut benar 
tentulah mereka orang yang pertama sekali melakukannya, tetapi tidak seorang 
pun dari mereka yang melakukannya, kita hanya mengikuti mereka, kita telah 
mengetahui bahwa mengikut mereka dalam segala sumber dan keputusan. 
Sebagaiman yang diungkapkan oleh Abu Tholib Al Makky dalam sebuah karangannya 
"sungguh telah disebutkan dalam hadist:

"tidak akan terjadi hari qiamat sampai yang ma'ruf di anggap mungkar dan yang 
mungkar dianggap ma'ruf". 

Telah terjadi apa yang diberitakan oleh Rasulullah saw sebagaimana yang telah 
kita sebutkan di muka, dan yang akan kita bicarakan pada berikut ini: mereka 
berkeyakinan apa yang mereka lakukan tersebut adalah ketaatan, barang siapa 
yang tidak melakukan apa yang mereka lakukan berarti telah lalai dari ketaatan 
dan kikir, sungguh ini musibah yang telah menimpa." 

Ibnul Hajj menambahkan lagi "sebagian penyair telah menceritakan keadaan zaman 
kita ini dalam syair mereka:

Telah pergi orang-orang yang dicontoh perbuatan mereka,
Orang-orang yang mencegah bagi segala perbuatan yang mungkar,
Tinggal aku bersama orang-orang yang dibelakangan 
Yang saling memuji sesama mereka, agar tertutup kejelekan masing-masing,
Anak ku sebagian orang telah menyerupai binatang,
Sekalipun kau lihat ia berpostur manusia mendengar dan melihat,
Sangat hati-hati terhadap segala yang akan menimpa hartanya,
Tapi bila agamanya yang dapat musibah, ia tidak merasa,
Belajarlah kepada orang alim semoga engkau seperti dia,
Orang yang luas keilmuan dan pandangannya.

Bahkan Ibnul Hajj menyebutkan dalam bukunya tersebut, Hal: 25. berbagai macam 
ketimpangan yang terdapat dalam maulid tersebut, sehingga sebagian mereka 
meninggalkan maulid karena melihat berbagai macam pelanggaran yang terdapat di 
dalamnya, dan melaksanakan maulid dengan membaca shohih buhkary sebagai ganti 
darinya, tidak diingkari bahwa membaca hadist merupakan ibadah dan memiliki 
keberkatan, tetapi harus dilakukan dalam bentuk yang digambarkan syara' 
(agama)".

[11]. Perkataan Ibnul Qoyyim dalam kitabnya "I'lamu Al Muwaaqi'in" Hal: ( 2 / 
390-391 ). "jika ada yang bertanya, dari mana kalian mengetahui bahwa 
Rasulullah tidak melakukannya, tidak ditemukannya dalil tidak mesti perbuatan 
tersebut tidak ada". 

Pertanyaan seperti ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mengetahui 
petunjuk dan sunnah Rasulullah saw serta apa yang beliau sampaikan, kalau 
pertanyaan ini benar dan dapat diterima, tentu akan ada yang berpendapat 
dianjurkannya azan untuk sholat tarawih, dengan alasan yang sama, dan datang 
lagi yang lain menganjurkan mandi setiap sholat, dengan alasan yang sama juga, 
dan seterusnya ..maka terbuka lebarlah pintu bid'ah, setiap orang yang 
melakukan bid'ah akan berkata: dimana anda mengetahui bahwa hal ini tidak 
dilakukan Rasulullah.".

[12]. Jawaban Al Hafizh Abu Zur'ah Al 'Iroqy ketika ditanya tentang orang yang 
melakukan maulit apakah dianjurkan atau makruh?, apakah ada dalil yang 
memerintahkannya?, atau pernahkah dilakukan oleh orang yang dicontoh 
perbuatannya?. Ia menjawab: "memberi makan orang yang lapar dianjurkan dalam 
setiap waktu, apa lagi bergembira atas munculnya cahaya kenabian pada bulan 
yang mulia ini, tapi tidak kita temukan seorang pun dari generasi salaf (para 
ulama yang terdahulu) yang melakukan hal demikian, sekali pun sekedar memberi 
makan orang yang kelaparan". Lihat "tasyniiful Azan" hal: 136. 

[13]. Fatwa Abu Fahdal Ibnu Hajar Al 'Asqolany tentang hukum maulid yang 
dinukil oleh As suyuthy dalam kitabnya "Husnul maqsad fi 'amalil maulid" di 
situ Ia katakan: "asal perbuatan maulid adalah bid'ah tidak seorang pun dari 
generasi salafus sholeh yang melakukannya dalam tiga abad pertama". Lihat "Al 
hawy lil fatawa" hal: (1 / 196).

[14]. Fatwa Syaikh Zhohiruddin Ja'far Al Tizmanty tentang hukum maulid: 
"melakukan maulid tidak pernah dilakukan oleh generasi Islam pertama dari 
salafus sholih, sedangkan mereka adalah orang yang jauh lebih menghormati dan 
mencintai nabi saw, yang mana kecintaan dan penghormatan salah seorang diantara 
mereka terhadap nabi saw, tidak terjangkau oleh kita sekarang ini, walau hanya 
secuil". Ungkapan ini dinukilkan dari Ibnu At Thobaahk dan Al Tizmanty oleh 
pengarang kitab "Subulul huda war rosyad Fi sirah khairil 'ibad" hal: (1 / 
441-442). 

[15]. Di antara dalil bahwa salafus sholeh tidak pernah merayakan hari maulid 
nabi saw. Yaitu perbedaan pendapat yang timbul dikalangan mereka dalam 
menentukan hari lahirnya nabi saw. Sebagaimana telah disinggung oleh Abu 
abdillah al hifaar dalam pembicaraannya, yang dinukil oleh pengarang kitab "Al 
Mi'yaar" hal: (7 / 100). Yang berbunyi "Dalil yang menunjukkan bahwa 
orang-orang salaf (generasi Islam yang pertama ) tidak pernah membedakan antara 
malam maulid dengan malam-malam yang lainnya yaitu perbedaan mereka dalam 
menentukan malam tersebut, sebagian berpendapat pada bulan Ramadhan dan 
sebagian yang lain berpendapat pada bulan Rabi'ul awal, kemudian mereka berbeda 
pendapat lagi tentang tanggalnya dalam empat pendapat, kalau seandainya mereka 
melakukan ibadah tertentu pada hari lahirnya nabi Muhammad saw, tentu hari 
tersebut diketahui secara masyhur dan tidak akan terjadi perbedaan pendapat 
tentang hari tersebut". 

[16]. Ditambah lagi di balik itu semua bahwa hari kelahiran nabi Muhammad saw 
adalah bertepatan dengan hari kematiaanya, tidak lah bergembira lebih utama 
dari bersedih pada hari itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebahagian ulama 
diantara mereka Ibnul Hajj dan Al Fakihaany. 
Telah disebutkan oleh Ibnul Hajj dalam kitab "Al Madkhal" hal: (2/ 15,16) 
ketika ia berbicara tentang maulid: "yang sangat mengherankan kenapa mereka 
bergembiraria untuk kelahiran nabi saw! sedangkan kematiannya bertepatan pada 
hari itu juga, dimana umat mendapat musibah yang amat besar, yang tidak bisa 
dibandingkan dengan musibah yang lainnya, yang layak hanya menangis, bersedih 
dan setiap orang menyendiri dengan dirinya, karena Rasulullah saw bersabda: 
"hendaklah kaum muslimn itu teguh dalam segala musibah mereka, musibah yang 
sebenarnya adalah kematian ku".
Ketika Rasulullah menyebutkan bahwa musibah yang sebenarnya adalah kematian 
beliau, menjadi hilang segala musibah yang menimpa seseorang dalam kondisi apa 
pun, tampa meninggalkan kesedihan.

Sangat indah kata-kata sajak yang dituturkan oleh Hassaan dalam kematian 
Rasulullah: "Hitam kelam pandangan ku
Hitam atas kepergian mu
Ku relakan kematian selain mu
Kecemasanku hanya atas kepergian mu".

Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada bulan 
tersebut (Rab'iul awal) jusru mereka bergebira-ria dan berjoget-joget, bukanya 
menangis dan bersedih kalau ini yang mereka lakukan akan lebih tepat dengan 
suasananya, supaya terhapus dosa-dosa mereka, karena bersedih dan menangis atas 
kepergian nabi Muhammad saw, akan menghilangkan dosa-dosa dan menghapus 
bekas-bekasnya. Sedangkan kalau seandainya mereka lakukan ini secara rutinitas 
juga merupakan bid'ah, sekalipun bersedih atas kepergian nabi saw wajib bagi 
setiap muslim, tetapi bukanlah dengan cara berkumpul untuk melakukan hal yang 
demikian, sekalipun meneteskan air mata itu lebih baik, tapi kalau tidak 
mungkin cukup dengan bersedih hati saja, yang melatar belakangi pendapat ini 
adalah karena mereka melakukan kegembiraan yang membuat jiwa mereka terlena 
dengan bersenda-gurau, jogetan, gendrang dan seruling, berbeda dengan menangis 
dan bersedih yang bisa membuat jiwa mereka tersendu dan menahan diri dari 
berbagai macam syahawat dan kesenangannya.

Jika ada yang berpendapat : Saya melakukan malid karena merasa bahagia dan 
gembira atas kelahiran nabi Muhammmad saw, kemudian pada hari yang lain saya 
khususkan untuk upacara kesedihan atas kematiannya.

Jawabannya adalah: telah kita sebutkan di atas seseorang yang mengadakan jamuan 
makan saja dengan niat maulid dan mengajak teman-temannya, maka hal ini 
dianggap bid'ah, yaitu suatu pebuatan yang secara lahirnya kebaikan dan 
ketakwaan, maka bagaimana lagi dengan orang yang mengumpulkan berbagai macam 
bid'ah dalam sekaligus, terlebih lagi yang melakukannya dua kali, sekali untuk 
bergembira dan kali yang lain untuk bersedih?. Maka semakin bertambah dengannya 
bid'ah, dan semakin banyak ia mendapat celaan dalam agama. Wallahu a'lam".

Berkata Al Faakihaany dalam kitabnya "Al Maurid fi 'Amalil Maulid" : 
"Sesungguhnya bulan kelahiran nabi Muhammad saw, bertepatan dengan bulan 
kematiannya, maka tidak lah bergembira lebih utama dari pada bersedih pada 
bulan tersebut".

Dengan kutipan ini menjadi jelas bagi kita bahwa salafus sholeh tidak pernah 
melakuakan maulid nabi, tetapi mereka meninggalkannya, tidak mungkin mereka 
meninggalkannya kecuali karena hal tersebut tidak ada nilai kebaikan di 
dalamnya.

Karena itu dinilai suatu perbuatan terpuji yang dimiliki oleh para raja dan 
penguasa yang telah berusaha melarang bid'ah tersebut, dan memberikan hukuman 
bagi orang yang melakukannya. Sebagaimana dalam kitab "tarikh Al Islam", hal: 
(4 / 181). "Al Afdhal -semoga Allah merahmatinya- memiliki berbagai amal 
kebaikan dalam memperbaiki keadaan kaum muslimin diantaranya ia telah menghapus 
upacara maulid nabi saw, upacara maulid fathimah, upacara maulud Ali, dan 
upacara maulid khalifah Al qoim biamrillah".
Sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang -asy syaukany- dalam kitab ini hal: 
(50). Ketika ia memuji khalifah Al mahdy lidinillah bin 'Abbas Al Mashur, dan 
menganjurkan khalifah sesudahnya supaya melarang pelaksanaan upacara maulid.

Barang siapa yang dijadikan Allah sebagai pemimpin terhadap suatu negri, hendak 
jangan sampai melaksanakan bid'ah yang telah dihapus Allah, terutama di jazirah 
arab, yang telah bangkit para penegak kebenaran -yang diberi taufik oleh Allah 
swt- untuk memberantas berbagai bentuk kesyirikan dan bid'ah yang tersebar di 
sana yang telah berlangsung lebih dari dua abat setengah. 

Bilamana pemberantasan bid'ah dinilai sebagai kebaikan yang dimiliki oleh para 
raja, sebaliknya membiarkan bid'ah tersebar dan diam terhadap orang yang 
melakukannya dinilai sebagai kejelekkan yang dimiliki penguasa.
Semoga Alla memberi taufik dan kebaikan kepada kita semua terhadap segala hal 
yang Ia cintai dan diredhaiNya, salam sejahtera buat nabi kita Muhammad 
Shallallahu 'alaihi wa sallam.


[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam 
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al 
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri Lc, 
dan M. Nur Ihsan Lc. ]

Oleh 
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]





KITAB "APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ? "
Pertanyaan yang dilontarkan kepada Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy 
Syaukani ( 1173 - 1250 H )

Biografi Pengarang:
Namanya: Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Muhammad bin 
Sholah bin Ibrahim bin Muhammad Al'afif bin Muhammad bin Rizq.

Gelarnya: Asy Syaukani. Dan dia kenal dengan gelar ini. 

Tempat dan tanggal lahir: Beliau lahir di daerah Syaukan pada tahun 1173 H.

Guru-guru beliau yang masyhur: 

[1].Gurunya yang paling pertama adalah orang tuanya, beliau membaca kepadanya 
kitab "syarh Al azhar" dan yang lain-lain.
[2] Imam Abdurrahman bin Qosim Al Madani. 
[3] Imam Ahmad bin 'Aamir Al Hidai. 
Dan yang lain-lain.

Tugas/ kerja beliau:

Beliau menjabat sebagai Qhodi di Shan'aa, sementara umurnya diantara tiga atau 
empat puluh tahun.

Karangan-karangannya:

[1] "As Sailul Al Jarrar 'Ala Hada'iq Al Azhar" 
[2] 'Fathu Al Qodir ' tentang tafsir Al Qur'an. 
[3] Irsyadul Fuhul ila tahqiq Al Haq min 'ilmi al Ushul'. 
[4] 'Nailul Autar syarh Muntaqa Al Akhbar' 
[5] Risalah fi Hukmil Maulid". 
[6] Ad Durar Al Bahiyyah" dan syarahnya ' Ad Darari Al Mudhiyyah'. Dan yang 
lain-lain berupa kitab-kitab yang bermanfaat. 

Wafatnya:

Beliau meninggal pada bulan Jumadil akhir pada tahun 1250 H, dan dikebumikan di 
" Al Huzaimah".

Bukti Kebenaran Kitab Ini Milik Pengarang:
Pertama: Beliau menisbatkan kitab ini kapada dirinya didalam kitab "Al-Badru 
Ath-Thooli'"(2/221) takkala berbicara tentang karya-karya beliau, sambil 
berkata: dan "risalah tentang hukum maulid". 

Kedua: Didapatkan pada lembaran pertama dari manuskrif ini, kumpulan dengan 
nomor: (7800) yang mencakup 23 manuskrif, semuanya milik pengarang yang 
terdapat di Universitas Malik Su'ud di Riyahd.

Ketiga: pengarang menutup manuskrif ini dengan perkataannya: "Ditulis oleh yang 
menjawab Muhammad bin Ali Asy syaukani".

Keempat: pengarang memuji dan mencela dua orang yang hidup semasa dengan belia, 
yaitu :Al Imam Al Mahdi Lidinillah Al 'abbas bin Al Manshur,(yang dipuji) dan 
anaknya : Al Imam Al Manshur Billah (yang dicela). Lihat biografi mereka berdua 
halaman (50 dan 51).

Kelima: Risalah ini bersamaan dengan risalah yang lain yang milik beliau juga 
dengan judul: "Ithla' Arbabi Al Kamal Ala Risalti Al Jalal Fi Al Hilal Fi 
Ikhtilal". Dan risalah ini ada namanya di "Al Badru Ath-Tholi'" (2/220).

Sifat Dari Manuskrif Ini: 

Manuskrif ini terdapat dalam kumpulan yang mencakup 23 risalah, seluruhnya 
milik As Syaukani, pada setiap halaman jumlah barisnya sampai 33 baris, dan 
jumlah kalimatnya 14 kalimat, tulisannya naskh bagus dan jelas, dan tidak ada 
yang terhapus keculai tiga kalimat disebabkan oleh kelembaban dan lain-lain. 
Dan manuskrif ini diawalnya terdapat Risalah yang lain dan diakhirnya risalah 
yang ketiga dengan judul: "Ithla' Arbabi Al Kamal Ala Risalti Al Jalal Fi Al 
Hilal Fi Ikhtilal".

Kerja Saya (Pentahqiq) Dalam Risalah ini: 

[1] Menulisnya, memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki dan memberi tanda 
baca. 
[2] Mengomentari sebagian permasalahan. 
[3] Menulis biografi nama-nama yang terdapat dalam risalah ini. 

Judul Risalah:
Saya pilih judul risalah ini sesuai dengan yang ditulis oleh pengarang didalam 
kitab" Al Badru Ath Tholi' " (2/221) yaitu " Risalah Tentang Hukum Maulid". Dan 
apa yang didapatkan pada lembaran pertama tentang judul-judul 
manuskrif-maniskrif yang ada bersama kumpulan ini kemungkinan ijtihad para 
penulis. Dan semoga Allah memberikan taufiqNya.


[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam 
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al 
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri Lc, 
dan M. Nur Ihsan Lc.]

Oleh
Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 - 1250 H )
Bagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4]




Kandungan buku

"RISALAH TENTANG HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI -shallallahu 'alaihi wa sallam- 
"

Beliau-rahimahullah- telah ditanya tentang hukum maulid:

Maka dia menjawab: Saya tidak mendapatkan sampai sekarang dalil (argumentasi) 
didalam Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas dan Istidlal yang menjelaskan landasan 
amalan maulid, bahkan kaum muslimin telah sepakat, bahwa perayaan maulid nabi 
tidak ada pada masa qurun yang terbaik (para shahabat, pent), juga orang yang 
datang sesudah mereka (para tabi'in) dan yang datang sesudah mereka (tabi' 
tabi'in). Dan mereka juga sepakat bahwa yang pertama sekali melakukan maulid 
ini adalah Sulthan Al Muzhaffar abu Sa'id Kukburi, anak Zainuddin Ali bin 
Baktakin, pemilik kota Irbil dan yang membangun mesjid Al Muzhaffari di Safah 
Qaasiyyun, pada tahun tujuh ratusan, dan tidak seorangpun dari kaum muslimin 
yang tidak mengatakan bahwa maulid tersebut bukan bid'ah.

Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para 
pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia 
mengakuinya sebagai bid'ah dan setiap yang bid'ah itu adalah sesat, berdasarkan 
perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah dia (yang 
membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan syari'at 
yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya taqlid kepada 
orang yang membagi bid'ah tersebut kepada beberapa macam, yang sama sekali 
tidak berlandasakan kepada ilmu. 

Dan kesimpulannya kita tidak bisa menerima dari seseorang yang mengatakan 
bolehnya suatu amalan kecuali setelah dia sebutkan argumentasi yang 
mengkhususkan bid'ah yang dilakukannya tersebut keluar dari keumuman (hadits 
yang mengatakan: setiap yang baru itu adalah bid'ah dan setiap yang bid'ah 
adalah sesat, pent) yang tidak dia ingkari, adapun semata-mata ungkapan yang 
mengatakan "kata sipulan atau pendapat sipulan" ini sama sekali tidak 
bermanfaat, sebab kebenaran itu lebih besar (agung) dari setiap orang, dan 
jikalau seandainya kita percaya (berpegang) kepada perkatan manusia dan kembali 
berpegang kepada omongan belaka, tiada lain orang yang membolehkan bid'ah 
tersebut keculai orang yang menyimpang dari jalan kaum muslimin.

Adapun al 'atirah (para keluarga rasulullah) dan para pengikutnya tidak kita 
temukan satu perkataan pun dari mereka yang membolehkan maulid tersebut, bahkan 
perkataan mereka seakan sepakat mengatakan: bid'ah ini muncul jauh dibelakangan 
hari, dan ia merupakan sarana yang paling jelek untuk timbulnya kerusakan 
(kemungkaran), oleh karena itu kamu melihat negeri ini (Yaman) bersih dari 
segala tipu daya orang-orang sufi, dan mulid nabi ini merupakan salah satu dari 
tipu daya mereka -Alhamdulillah-, dan khalifah yang terakhir yang membela 
(memperjuangkan) yang demikian itu adalah al Mahdi Lidinillah Al 'Abbas bin Al 
Manshur, sesungguhnya dia telah melarang perayaan mulid dan memerintahkan untuk 
penghancuran sebagian kuburan yang diyakini oleh orang-orang awan, semoga Allah 
ta'ala memberikan ilham (taufig) kepada khalifah kita sekarang Al Manshur 
Billah -semogah Allah memeliharanya- untuk mengikuti as salafus sholeh (para 
shahabat, tabi'in, tabi' tabi'in dan yang mengikuti jejak mereka, pent). Karena 
permasalahannya sebagaimana yang ungkapkan dalam gubahan berikut ini:

Saya melihat kilatan bara api dicela-cela abu
Hampir saja bara tersebut akan menyala.

Bertebarnya bid'ah itu lebih cepat dari menyebarnya api, betapa lagi bid'ah 
maulid, karena diri orang yang awam sangat menyukainya (merindukanya), ditambah 
lagi jikalau yang hadir bersama mereka orang-orang yang berilmu, terhormat dan 
yang berpangkat, sesudah itu mereka (orang yang awam) akan memahami bahwasanya 
" perbuatan ini (maulid) merupakan tujuan dan bukanlah suatu bid'ah", 
sebagaimana yang diungkapkan dalam gubahan ini:
Orang yang berilmu yang tidak peduli dengan kesalahannya adalah kerusakan yang 
besar 

Dan lebih rusak lagi orang yang bodoh yang banyak beribadah
Keduanya merupakan fitnah yang besar bagi alam ini
Bagi orang yang menjadikan mereka panutan didalam agamanya

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya masyarakat awam merupakan orang yang paling 
cepat menerima segala bentuk sarana yang membawa kepada kerusakan, yang bisa 
mereka dengan sarana tersebut melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti maulid 
dan semisalnya, apalagi jika ditambah dengan kehadiran orang yang yang dikenal 
keilmuan, kehormatan dan kedudukannya, mereka melakukan yang terlarang dengan 
bentuk ketaatan, tenggelam dalam jurang kebodohan dan kesesatan, sehingga 
mereka (orang awam) akan berlepas diri dari pelarangan sambil berkata: "Telah 
hadir bersama kami sayyid (tuan) si pulan, sipulan dan sipulan".

Jangankan orang yang awam, sebagian orang yang menuntut ilmupun juga telah 
duduk didepan saya untuk membaca (mempelajari) sebagian dari ilmu-ilmu ijtihad, 
lalu dia memberitahukan kepada saya: "bahwa dia telah hadir pada malan perayaan 
maulid tersebut, pada bulan ini (Rabiul awwal, pent)" maka saya ingkari 
perbuatannya, lantas dia berkata: " telah hadir bersama kami tuan sipulan, 
sipulan dan sipulan", lalu saya bertanya: " bagaimana bentuk pelaksanaannya 
didepan mereka para tuan itu", maka dia menjawab: 'yang membaca maulid tersebut 
seorang laki-laki yang bodoh, sementara para tuan-tuan tersebut memukul gendang 
sambil menyanyi dan mendengarkannya, sampai dia berdiri seolah-olah lepas dari 
ikatan sambil mengucapkan: " Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat 
datang" dan berdiri pula bersamanya seluruh yang hadir termasuk para tuan 
tersebut dan yang lainnya, lalu dia bersuara sambil berdiri, begitu juga mereka 
yang hadir, tatkala capek sebagian yang hadir lalu dia duduk, lalu sebagian 
para tuan tersebut melarangnya sambil berkata yang dimukanya terlihat 
kemarahan-: "berdiri wahai sibodoh", (dengan lafazd seperti ini), dan mereka 
tidak ragu lagi bahwasanya Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam telah sampai 
kepada mereka pada waktu itu, kemudian mereka saling bersalaman dan sebagian 
orang yang awam dengan segera memberikan bermacam-macam wangian ketangan 
mereka, seolah-olah mereka sedang mempergunakan kesempatan bertemu Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallm, innalillahi wainnailaihi raji'un !! lalu mana 
kehormatan (kemuliaan) agama ini ?, jikalau sudah hilang, mana rasa malu dan 
akal yang sehat ? .

Seandainya tidak ada terjadi dihadapan mereka para tuan tersebut satupun dari 
bentuk kemungkaran, -sabagaimana persangkaan baik kita terhadap mereka,- tapi 
apakah mereka tidak tahu bahwa orang awam menjadikan yang demikian itu sebagai 
sarana untuk kemungkaran, menutupi dengan kehadiran mereka segala bentuk 
kemungkaran, melakukan pada perayaan maulid mereka- yang tidak dihadirinya- 
setiap kemungkaran, sambil berkata: telah hadir dalam perayaan maulid sipulan, 
sipulan dan sipulan, mereka berpegang dengan nama maulid.

Maka disini jelaslah bagimu rusaknya I'tidzar (dalil) sebagian orang yang 
membolehkannya dengan alasan " apabilah tidak terjadi dalam perayaan tersebut 
kecuali berkumpul untuk makan dan dzikir, maka tidak apa-apa, dan ini tidak 
mengharuskan haramnya hal-hal yang terlarang yang menyertai maulid tersebut".

Karena kita katakan: Perayaan maulid dalam posisinya sebagai bid'ah -sesuai 
dengan pengakuanmu- biasanya disertai dengan banyak bentuk kemungkaran dan 
sudah menjadi sarana untuk melakukan kemaksiatan yang banyak. Dan adanya 
perayaan maulid seperti ini yang tidak mencakup selain makanan dan dzikir labih 
baik dari kibriit (permata) yang merah.

Dan telah tetap bahwa "saddudz dzarai' (menutupi jalan-jalan)) dan melarang 
seluruh sarana yang menjurus kepada sesuatu yang terlarang" merupakan Qaedah 
Syariat yang amat penting, yang dianggap wajib oleh para jumhur (ulama). Dan 
jikalau seandainya masih ada dalam dirimu rasa inshof janganlah kamu ingkari 
permasalahan ini. 

Dan jika telah jelas bagi anda bahwa tiada seorangpun dari ahli bait dan para 
pengikut mereka yang membolehkan perayaan Maulid, dan anda ingin juga 
mengetahui pendapat ulama selain ahli bait, maka keterangannya sebagai berikut :

Kami telah jelaskan pada anda bahwa semua kaum muslimin telah bersepakat 
bahwasanya ia adalah bid'ah, hanya saja para penguasa berpengaruh besar dalam 
menghidupkan bid'ah atau menghancurkannya. Maka tatkala sang pencetus perbuatan 
bid'ah ini adalah seorang raja yaitu saaidah bin dihyah(), dimana beliau 
menyusun sebuah karangan dalam masalah itu yang dinamakannya : 

"Penjelasan Gamlang Tentang Maulid Sang Pemberi Kabar Gembira Dan Penakut", 
meskipun beliau ahli dalam masalah ilmu hadits, tetapi kitab tersebut kosong 
dari dalil-dalil yang kuat, tidak dapat diingkari, ia membolehkan nya dengan 
imbalan seribu dinar -sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Khallakaan - dan 
cinta dunia, bisa berbuat lebih dari ini.

Kemudian setelah terjadi perayaan maulid ini, tegaklah perselisihan yang besar, 
dan bermunculanlah karangan-karangan tentang masalah ini, antara yang melarang 
dan yang membolehkan, diantara pengarang-pengarang tersebut ialah Alfakihany 
Almaliky menulis sebuah kitab yang berjudul : "Pendapat Yang Mendasar Dalam 
Pelaksanaan Maulid" di dalamnya beliau mencela dan mencaci, dan diantara 
gubahan dalam kitab itu yang ditujukan kepada gurunya Al-Qusyairy : 

Kemunkaran telah dianggap baik.
Dan kebaikan menjadi munkar di zaman yang pelik.
Para ulama tak bernilai lagi.
Sedangkan orang-orang bodoh mendapat kedudukan tinggi
Mereka menyeleweng dari kebenaran.
Dulunya pemimpin-pemimpin mereka tak diperhatikan
Maka kukatakan kepada orang-orang baik lagi bertaqwa
Dan beragama, tatkala memuncaknya kesedihan
Janganlah kalian menyesali keadaan, telah tiba 
Giliran mu pada masa yang asing.

Kemudian juga Al-Imam Abdillah bin Al-Haaj dengan nama kitabnya : "Pintu Masuk 
Dalam Mengamalkan Maulid", dan Imam Ahli Qiro-at Al-Jazary dengan nama 
kitabnya: "Pengenalan Terhadap Maulid Yang Mulia", dan juga Imam Al-Hafidz Ibnu 
Naashir() dengan kitabnya: "Sumber Utama Dalam Pelaksanaan Maulid Sang Pembawa 
Petunjuk", dan Imam Suyuthi dengan kitabnya : "Tujuan Yang Baik Dalam 
Melaksanakan Maulid" di antara mereka ada yang benar-benar tidak membolehkan, 
dan ada juga yang membolehkan dengan bersyarat kalau tidak dicampuri oleh 
hal-hal yang munkar, meskipun mereka mengakui bahwasanya itu merupakan 
perbuatan bid'ah, namun mereka tidak mampu untuk memberikan argumentasi yang 
kuat, adapun dalil mereka dengan hadits bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam dikala sampai di Madinah beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa 
pada hari asyura, lalu beliau menanyakan sebabnya, hari tersebut adalah hari 
dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan membinasakan Fir'aun, lalu kami 
berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah ta'ala sebagaimana yang 
dilakukan Ibnu Hajar(), atau dengan hadits bahwasanya Rasulullah e 
mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah kenabian(), sebagaimana yang dilakukan 
suyuthi, ini merupakan suatu yang sangat aneh dimana itu terjadi karena 
keinginan untuk menegakkan bid'ah.

Walhasil bahwa sesungguhnya orang-orang yang membolehkan - yang mereka itu 
segelintir kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mengharamkan - mereka 
sepakat bahwasanya tidak boleh kecuali dengan syarat hanya untuk makan-makan 
dan berdzikir. Telah kita jelaskan bahwasanya ia sudah menjadi wacana untuk 
hal-hal yang munkar. Hal ini tidak satu pun yang bisa mengingkarinya. Dan 
adapun peringatan maulid seperti ini yang terjadi sekarang semuanya bersepakat 
bahwa ia tidak boleh. Rasanya semua ini sudah cukup bagi kita, meskipun 
semestinya membutuhkan penjelasan yang panjang lebar, membeberkan 
pendapat-pendapat orang yang membolehkan kemudian dibantah, hal yang demikian 
tentu akan menghasilkan beberapa buah buku. Dan Allah tentu akan mengilhamkan 
kepada salah seorang petinggi negara untuk mencegah perbuatan ini, maka ia akan 
mudah dikikis habis, yaitu dengan mencegah generasi yang akan diajak untuk 
melakukan perayaan maulid serta mengecamnya. Cara seperti ini bisa dilakukan 
oleh setiap orang.

Adapun pertanyaan anda tentang kejadian besar yang terjadi di Qotor Tuhamy, di 
mana mereka menghiasi batu-batu, lalu mereka tawaf di sekelilingnya, sebagai 
mana tawaf di sekeliling Ka'bah, telah sampai kepada orang yang mencintai anda 
- yaitu pengarang (pent)- pertanyaan sebagian pemuka penduduk Tuhamah, yang 
ditulis oleh Sayyid Muhammad Ahmad An-Nu'amy, pertanyaan itu telah saya jawab 
dengan panjang lebar, maka bacalah ia kalau memungkinkan, dan pertanyaan itu 
memuat keyakinan mereka terhadap orang-orang yang telah mati, dan batu-batu 
itu, bahwasanya dia dapat memberikan mudharat dan manfaat, hal ini adalah 
perbuatan kufur() yang tidak diragukan lagi, bahkan ia lebih dari kekufuran 
penyembah-penyembah berhala dulu, karena orang-orang itu berkata: kami 
mengibadati berhala-berhala itu agar mereka mendekatkan kami kepada Allah 
sedekat-dekatnya. Sedangkan mereka ini berkata: kami ibadati mereka supaya 
dapat memberikan mudharat dan manfaat, maka musibah mana yang lebih keji dari 
pada kekufuran, dan kemungkaran mana yang lebih dahsyat dari nya ?! dan 
bagaimana bisa orang yang sanggup untuk melaksanakan perintah-perintah 
beranggapan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang beriman, sedangkan 
saudara-saudara sesama muslim telah terjerumus kedalam kekufuran yang nyata ? 
Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun, dan semoga Allah merahmati Al-Mahdy 
lidinillah Al-Abbas bin Mansur Beliau telah berusaha menghancurkan kemungkaran 
di setiap tempat, dan semoga Allah mengilhami pemimpin zaman sekarang untuk 
melakukan kewajiban yang sangat penting ini.

Sebagai kesimpulan, tidak ada seorangpun yang membutuhkan dalil tentang 
jeleknya amalan ini, tiada seorang muslimpun yang ragu akan kufurnya perbuatan 
ini, dan tiada seorangpun yang menyelisihi tentang buruknya kekufuran, 
Al-Qur'an dan sunnah penuh oleh dalil-dalil yang menetapkan jeleknya kekufuran, 
yang membeberkan kepada orang kafir apa-apa yang mereka yakini. Siapa yang 
membaca satu lembar saja dari Al-Quran niscaya ia akan menemukan dalil-dalil 
tentang tauhid, dan tentang jeleknya syirik dan kufur, apa yang membuatnya puas 
dan merasa cukup, maka tidak akan ada faedahnya kalau kita berpanjang lebar, 
jikalau ada orang yang ingin menyebutkan secara detil dalil-dalil tentang itu 
baik naql ataupun akal, pasti akan mengeluarkan kitab yang berjilid-jilid.

Ya Allah sesungguh Engkau mengetahui bahwa kemampuan kami terbatas untuk 
melawan kerusakan-kerusakan ini dan menghancurkan kemungkaran-kemungkaran ini, 
tidaklah ada yang bisa kami lakukan kecuali hanya memberi peringatan dan 
menyampaikan, dan itu telah kami lakukan. Ya Allah turunkan murka Mu karena 
agama Mu, dan sucikanlah ia dari noda-noda para syetan yaitu mereka-mereka yang 
menyembah kubur, dan selamatkanlah kami dari kotoran-kotoran yang mengeruhkan 
kesucian agama yang kokoh ini.
Ditulis oleh penjawab Muhammad bin Ali As-Syaukany pada subuh hari kamis Bulan 
Rabiul awwal 1306 H. 

Tamat

[Disalin dari buku "Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby", ditulis oleh Imam 
Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al 
Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri Lc, 
dan M. Nur Ihsan Lc. ]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=345&bagian=0






[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke