http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=202536&kat_id=16


Exxon dan Harga Diri Bangsa

Sabtu, 25 Juni 2005

Oleh : Ami Taher

Anggota Komisi VII DPR RI dari FPKS

Setiap tanggal 20 Mei kita peringati hari kebangkitan nasional. Ada pesan
yang sangat berarti untuk pewaris negeri yang tak boleh henti, yaitu
pentingnya sebuah harga diri. Bagi sebuah negeri harga diri adalah harga
mati. Tak ada eksistesi tanpa harga diri. Saat ini, semangat kebangkitan
bangsa kita kembali diuji. Salah satu ujiannya adalah tentang perpanjangan
kontrak pengelolaan minyak antara pemerintah kita dengan perusahaan Exxon
Mobil milik Amerika Serikat, di Blok Cepu, Jawa Timur, dengan kandungan
yang
cukup menggiurkan, diperkirakan memiliki potensi cadangan 2.600 juta barel.
(Produksi minyak nasional per tahun sekitar 400 juta barel/tahun).

Negara mana yang tak iri dan ingin memiliki kekayaan alam negeri jamrud
khatulistiwa ini, upaya apapun akan mereka tempuh untuk dapat menambang
kekayaan dari negeri ini? Untuk itulah seharusnya pemerintah dalam
kebijakannya selalu berpegang kepada pasal 33 ayat 3 UUD 1945, berbunyi
''bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.''

Untuk kasus Exxon terlihat amat aneh. Penulis melihat adanya kejanggalan
dalam negosiasi perpanjangan kontrak di Blok Cepu. Hal ini berkaitan dengan
isyarat pemerintah dalam memberikan angin kepada pihak Exxon untuk
memperpanjang kontrak, karena jika dilihat dari sisi bisnis jelas-jelas
membiarkan asing masuk Blok Cepu merupakan kerugian besar bagi negara.
Sebagai wakil rakyat, penulis dengan tegas telah mengingatkan dalam dalam
rapat dengar pendapat dengan menteri ESDM, kepala BP Migas, dan dirut
Pertamina pada 16 Mei 2005, bahwa pemerintah tidak perlu memperpanjang
kontrak pengelolaan Blok Cepu, cukup sudah serahkan saja pada Pertamina,
secara legal tidak ada aturan yang dilanggar. Hal senada juga diungkapkan
oleh Kurtubi, seorang ahli perminyakan, di Republika, pada 23 Mei 2005.

Kronologi Pada 1980, Pertamina bekerja sama dengan PT Humpuss Patragas
(HPG)
dalam bentuk Technical Assistance Contract (TAC) untuk daerah Blok Cepu
dengan masa kontrak 30 tahun, sehingga akan berakhir 2010. Tahun 1994,
Ampolex Ltd dari Australia resmi membeli 49 persen saham HPG. Tidak berapa
lama Ampolex Ltd diakuisisi oleh Mobil Energy dan Proteleum Australia
(MEPA)
dan menunjuk Mobil oil Indonesia (MOI) sebagai representatif segala hak dan
kewajiban menyangkut 49 persen saham di HPG. Hal ini melanggar ketentuan
TAC. Guna melegalkan pemboran disusun dokumen perjanjian baru yang disebut
''TAC Plus''. Kurun waktu 1998-2000 adalah masa perundingan dalam rangka
akuisisi 100 persen saham HPG oleh MOI bersamaan dengan Mobil Internasional
sebagai iInduk MOI diakuisisi oleh Exxon di AS. Bergantilah nama MOI
menjadi
Exxon Mobil Indonesia (EMI)

Menurut Profesor Koesoemadinata, guru besar geologi ITB, mantan penasihat
teknis geologi HPG, tahun 1998 ditemukan cadangan minyak yang spektakuler
di
Cepu oleh HPG yang waktu itu masih memilki 51 persen sahamnya. Namun
tiba-tiba pihak Mobil Oil menghentikan proses eksplorasi, dengan alasan ada
gas beracun H2S. Dalam harian Republika, pada 20 Mei 2005, sumber mereka
yang juga terlibat dalam eksplorasi menyatakan pihak Mobil Oil telah
sengaja
menyembunyikan fakta tentang hasil penemuan cadangan itu, bahkan dari
informasi yang penulis terima pihak Mobil Oil menggantung rig (alat
pengeboran) selama dua tahun tidak diaktifkan.

Apakah Mobil Oil tidak memiliki teknologi yang canggih sehingga harus
menunggu begitu lama dan menghabiskan biaya 100 juta dolar AS, dan nantinya
akan ditagih kepada negara dalam bentuk cost recovery? Jangan-jangan ini
sekedar akal-akalan pihak Exxon untuk bisa menguasai Blok Cepu dan punya
alasan untuk memperpanjang kontrak dengan kita. Tahun 2005, EMI berusaha
mendapat perpanjangan hak pengelolaan Blok Cepu dengan pemerintah Indonesia
(Pertamina-BP Migas-Departemen ESDM).

Adakah lagi harga diri bangsa?
Harusnya tim negosisiasi pemerintah harus banyak belajar tentang arti
sebuah
kebangkitan bangsa. Harapan 220 juta rakyat Indonesia jangan dihanguskan
oleh sebuah kontrak yang bernama Production Sharing Contract (PSC) yang
diajukan oleh Exxon. Jika PSC benar-benar terjadi maka ini jelas-jelas
merugikan Indonesia.

Apa yang memberatkan bagi pemerintah untuk tidak memperpanjang kontraknya
dengan Exxon Mobil di Blok Cepu? Bukankah kita tidak menyalahi prosedur?
Tidak ada kewajiban bagi Pertamina untuk memperpanjang kontrak Technical
Assistance Contract (TAC) yang berakhir pada 2010 itu. Dalam PP 35/2004
tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, pada pasal 104 huruf (g) jelas-jelas
dinyatakan bahwa setelah TAC berakhir, wilayah bekas kontrak tersebut tetap
merupakan wilayah kerja Pertamina (Persero). Kalau kita melihat kronologis
kontrak TAC ini, merupakan pembaharuan perjanjian TAC yang dilakukan pada
1997 kepada PT HPG pada dasarnya adalah usaha melegalkan (pemutihan) atas
''pelanggaran'' yang telah terjadi sebelumnya dengan adanya unsur asing
dalam kepemilikan saham pengelola TAC di Blok Cepu tersebut atas perjanjian
TAC awal (1980) sesuai UU No 8 th 1971.

Potensi cadangan migas di Blok Cepu sangatlah besar, kandungan minyak
mencapai 2,6 miliar barel, kandungan gas sekitar 11 triliun kaki kubik.
Sebuah cadangan spektakuler bagi bangsa ini. Dan yang lebih menarik lagi
adalah lokasi minyak di Blok Cepu ada di daratan sehingga tidak di perlukan
teknologi yang sangat canggih untuk mengeksplorasi. Kedalaman prospek
3000-4000 meter bukan hal yang baru bagi anak-anak bangsa untuk
mengeksplorasinya. Jadi, apakah masih diperlukan kontraktor asing di sana?

Salah satu yang memberatkan pemerintah untuk membagi minyak kita kepada
mereka adalah Exxon mengaku menemukan cadangan di Blok Cepu tersebut, tapi
benarkah pernyataan Exxon tersebut? Hal ini saya mengutip pernyataan
Profesor Koesoemadinata, yang terlibat langsung dalam eksplorasi Blok Cepu.
''Faktanya, semua pengeboran sepenuhnya oleh Humpuss Patragas (HPG)
penentuan titik lokasi pengeboran, yang akhirnya menemukan cadangan yang
nyata, juga oleh ahli-ahli HPG, bukan pihak asing manapun, Exxon hanya
melakukan areal magnetic survey yang tidak berpengaruh,'' kata
Koesoemadinata.

Jadi, jelas-jelas penemuan cadangan minyak dengan kapasitas produksi 300
ribu barel/hari tersebut semata mata hasil kerja orang-orang Indonesia
sendiri. Bahkan pada 1998, Profesor Koesoemadinata yang memegang sendiri
ketika rembesan minyak mulai muncul. Seharusnya tak ada alasan lagi
Pertamina untuk melanjutkan kontraknya sehingga 100 persen keuntungan untuk
negara/pemerintah tidak perlu sharing dengan Exxon.

Dalam kasus Exxon ini, penulis sangat mendukung sikap Kwik Kian Gie, dalam
tulisannya di Bisnis Indonesia, pada 23 Mei 2005. Kepada executive vice
president Exxon Mobil ketika mencoba meyakinkan tentang negosiasi kontrak,
Kwik berani menyatakan, ''Saya bukan inlander.''

Cadangan yang spektakuler itu adalah harapan baru bangsa Indonesia.
Tentunya
sangat bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan warga Jawa
Timur pada khususnya, tempat Blok Cepu berada, apabila kekayaan alam itu
dikelola anak bangsa. Mari kita kembalikan legenda Cepu sebagai kota
penghasil minyak, menuju Indonesia yang jaya.

http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=202536&kat_id=16






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke