Kedudukan Akal Dalam Islam (1/3) 
        
        
       

   

        Ditulis Oleh: Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah    
       
        Tuesday, 14 March 2006 
       
        (red. vbaitullah.or.id): Akal adalah kelebihan yang diberikan Allah 
kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, 
manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. 
Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan 
sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati. Lalu bagaimana kedudukan 
akal di dalam Islam? 

        Pengkultusan kepada akal adalah sumber semua kerusakan di alam semesta, 
akal dijadikan hakim bagi semua perkara, jika datang syari'at yang tidak 
dipahami oleh akal, maka syari'at itu akan ditolak. 

        Dengan pengkultusan pada akal inilah, maka manusia menolak seruan para 
rasul, karena para rasul mengajak manusia untuk mendahulukan wahyu diatas semua 
akal dan pemikiran, maka terjadilah pertarungan diantara para pengikut rasul 
dan para penentangnya. 

        Para pengikut rasul mendahulukan wahyu diatas semua akal dan pemikiran, 
adapun para pengikut iblis maka mereka mendahulukan akal diatas semua wahyu! 

        Karena inilah kita melihat begitu banyak orang-orang awam yang pendek 
akalnya, sedikit ilmunya, dan lemah pandangannya terkena virus pengkultusan 
akal ini. 

        Begitu sering kita mendengar seorang yang jahil memprotes Sunnah Nabi! 

        Begitu sering kita mendengar seorang yang dungu menentang nash syar'i 
yang mutawatir! 

        begitu sering kita mendengar seorang yang baru belajar agama dengan 
lantang menolak aqidah-aqidah yang baku! 

        Dalam keadaan mereka ini semua menganggap diri-diri mereka pakar-pakar 
agama yang jempolan!! 

        Bahkan mereka kini dielu-elukan oleh manusia dengan sebutan-sebutan 
yang mentereng; Ustadz...Pemikir...Mujaddid...Filosof...Cendekiawan...dan 
sebutan-sebutan lain yang kosong dari hakekatnya. 

        Melihat ini semua, kami memohon taufiq kepada Allah untuk menjelaskan 
kedudukan akal secara syar'i sekaligus membantah dan mematahkan syubhat-syubhat 
para pendewa akal ini. 

         

        1 Definisi Akal 
        Akal secara bahasa dari mashdar Ya'qilu, 'Aqala, 'Aqlaa, jika dia 
menahan dan memegang erat apa yang dia ketahui.1 

        Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, 

        'Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan 
dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak 
pada jisim yang nampak untuk jisim yang nampak, dan terdapat pada hati untuk 
ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan 
untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal 
dengan ilmu.2 

         

        Syaikh Al Albani berkata, 

        ``Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang 
mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin 
bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia 
mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.''3 

         

        Al Imam Abul Qosim Al Ashbahany berkata, 

        ''akal ada dua macam yaitu : thabi'i dan diusahakan. Yang thabi'i 
adalah yang datang bersamaan dengan yang kelahiran, seperti kemampuan untuk 
menyusu, makan, tertawa bila senang, dan menangis bila tidak senang. 

        Kemudian seorang anak akan mendapat tambahan akal di fase kehidupannya 
hingga usia 40 tahun. Saat itulah sempurna akalnya, kemudian sesudah itu 
berkurang akalnya sampai ada yang menjadi pikun. Tambahan ini adalah akal yang 
diusahakan. 

        Adapun ilmu maka setiap hari juga bertambah, batas akhir menuntut ilmu 
adalah batas akhir umur manusia, maka seorang manusia akan selalu butuh kepada 
tambahan ilmu selama masih bernyawa, dan kadang dia tidak butuh tambahan akal 
jika sudah sampai puncaknya. 

        Hal ini menunjukan bahwa akal lebih lemah dibanding ilmu, dan 
bahwasanya agama tidak bisa dijangkau dengan akal, tetapi agama dijangkau 
dengan ilmu.4 

        2 Pemuliaan Islam Terhadap Akal 
        Islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, diantara hal yang 
menunjukan perhatian dan penghormatan islam kepada akal adalah : 

          1.. Islam memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam rangka 
mendapatkan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupannya. 
        Islam mengarahkan kekuatan akal kepada tafakkur (memikirkan) dan 
merenungi (tadabbur) ciptaan-ciptaan Allah dan syari'at-syari'atnya sebagaimana 
dalam firmanNya, 

        Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadiaan) diri mereka? 
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya 
melainkan dengan (tujuan) benar dan waktu yang telah ditentukan, Dan 
sesungguhnya kebanyakan diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan 
dengan Tuhannya. (QS. Ar-Rum : 8), 

        `` Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai 
orang-orang yang berakal'', (Al Baqarah : 184), 

        ``Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat 
pada hari Jum'at, maak bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan 
tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu 
mengetahui. (QS. Jumu'ah : 9). 

          1.. Islam melarang manusia untuk taklid buta kepada adat istiadat dan 
pemikiran-pemikiran yang bathil sebagaimana dalam firman Allah, 
        Dan apabila dikatakan kepada mereka, ''Ikutilah apa yang telah 
diturunkan Allah,'' mereka menjawab, ``(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa 
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami'', (Apakah mereka 
akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui sesuatu 
apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS. Al Baqarah : 170). 

          1.. Islam memerintahkan manusia agar belajar dan menuntut ilmu 
sebagaimana dalam firman Allah, 
        ''Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa 
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.'' (QS. At Taubah : 
122). 

          1.. Islam memerintahkan manusia agar memuliakan dan menjaga akalnya, 
dan melarang dari segala hal yang dapat merusak akal seperti khomr, Allah 
berfirman, 
        ``Hai, orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, 
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk 
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan 
itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Al Maidah, 90). 

        3 Ruang Lingkup Akal Dalam Islam 
        Meskipun islam sangat memperhatikan dan memuliakan akal, tetapi tidak 
menyerahkan segala sesuatu kepada akal, bahkan islam membatasi ruang lingkup 
akal sesuai dengan kemampuannya, karena akal terbatas jangkauannya, tidak akan 
mungkin bisa menggapai hakekat segala sesuatu. 

        Maka Islam memerintahkan akal agar tunduk dan melaksanakan perintah 
syar'i walaupun belum sampai kepada hikmah dan sebab dari perintah itu. 

        Kemaksiatan yang pertama kali dilakukan oleh makhluk adalah ketika 
Iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam karena lebih mengutamakan 
akalnya yang belum bisa menjangkau hikmah perintah Allah tersebut dengan 
membandingkan penciptaannya dengan penciptaan Adam, 

        Iblis berkata: ''Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku 
dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah..'' (QS.Shaad ; 76). 

        Karena inilah islam melarang akal menggeluti bidang-bidang yang diluar 
jangkauannya seperti pembicaraan tentang Dzat Allah, hakekat ruh, dan yang 
semacamnya, Rasulullah bersabda, 

        ''Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, janganlah memikirkan tentang Dzat 
Allah.5 

        Allah berfirman, 

        Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah,''Roh itu termasuk 
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.'' (QS. 
Al Isra' : 85). 

         
       

   
  4 Kelompok Rasionalis (Pendewa Akal) 
  Rasionalisme atau 'Aqlaaniyyah adalah madzhab filsafat yang memandang segala 
sesuatu yang tunduk kepada kaidah-kaidah akal, bahkan makna-makna agama jika 
tidak sesuai dengan kaidah-kaidah akal harus ditolak!!6 

  Maka hakekat rasionalisme adalah membuang nash syar'i yang tidak sesuai 
dengan pandangan akal atau hawa nafsu.7 

  Bapak rasionalisme yang pertama kali adalah Iblis, dia mengandalkan akalnya 
yang memandang bahwa api lebih mulia dari tanah sehingga menolak perintah 
syar'i dari Allah untuk sujud kepada Adam. 

  Pemikiran Iblis ini kemudian diteruskan oleh para penerusnya seperti : 

  4.1 Kelompok Mu'tazillah 
  Kelompok ini adalah pioner semua kelompok rasionalis dalam Islam, mereka 
menjadikan akal sebagai hakim secara mutlak, mereka promosikan akal 
setinggi-tingginya, mereka mengatakan, 

  ``Akal diciptakan dengan tujuan untuk mengetahui segala sesuatu, dia mampu 
mengetahui segala sesuatu yang terlihat dan yang tidak terlihat (?!)'' 

  Mereka jadikan akal sebagai penentu kayakinan mereka di semua segi keyakinan 
mereka. 

  Karena itu mereka berbondong-bondong mempelajari filsafat Yunani, sekaligus 
mengikuti para filosof Yunani. Mereka jadikan dalil-dalil akal diatas 
dalil-dalil syar'i. Mereka dustakan hadits-hadits yang tidak sesuai dengan 
akal, walaupun hadits-hadits itu shahih! Mereka takwil ayat-ayat yang tidak 
mencocoki dengan pemikiran mereka, meskipun ayat-ayat itu sangat jelas!, bahkan 
mereka berusaha menyeret ibarat-ibarat dan tafsir-tafsir Al Qur'an kepada 
pemikiran mereka.8 

  Inilah beberapa perkataan gembong-gembong mereka : 

  Al Qodhi Abdul Jabbar menyebutkan urutan dalil-dalil syar'i menurutnya, 

  ''Yang pertama adalah akal, karena dengannya bisa dibedakan baik dan buruk, 
dan dengan akallah bahwa kitab adalah hujjah, demikian juga Sunnah dan 
Ijma'(!!)9 

  Amr bin Ubaid menyebut hadits Shadiqul Mashduq dan berkomentar, 

  ''Seandainya aku mendengar hadits ini langsung dari A'masy, pasti aku akan 
dustakan, seandainya aku mendengar dari Rasulullah mengatakannya pasti akan aku 
tolak! dan seandainya aku mendengar Allah mengatakannya maka akan aku 
katakan,'Bukan atas ini Engkau mengambil mitsaq (perjanjian) dari kami''!!! 

  Kami (penulis artikel ini -red. vbaitullah) katakan,'' Sesungguhnya ini 
kesesatan dan kekufuran yang nyata...'' 

  Az Zamakhsyari berkata, 

  ''Berjalanlah dalam agamamu dibawah panji akal, jangan engkau cukup dengan 
riwayat dari fulan dan fulan!``10 

  4.2 Kelompok Asy'ariyyah 
  Kelompok ini tidak berbeda dengan kelompok Mu'tazilah, hanya saja ibarat 
mereka lebih samar, mereka ini disebut oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah 
sebagai Makhanits Mu'tazilah ``bancinya kelompok mu'tazilah.11 

  Inilah beberapa perkataan dari gembong-gembong mereka : 

    1.. Fakhrur Razy berkata, 
  ''Akal adalah landasan naql (dalil syar'i), maka mencela akal untuk 
membenarkan naql akan membawa pencelaan kepada akal dan naql sekaligus dan ini 
adalah bathil!''12 

    1.. Adhudhin Al Lijy berkata, 
  ''Mendahulukan naql diatas akal adalah bathil...''13 

  Demikianlah ibarat-ibarat mereka menunjukan bahwa sumber pengambilan ilmu 
menurut kelompok Asy'ariyyah adalah akal.14 

  4.3 Kelompok Rasionalis Gaya Baru (Pengekor Mu'tazilah) 
  Mereka adalah gabungan dari aneka ragam pemikiran-pemikiran, diantara mer eka 
ada yang disebut pemikir muslim(!), ada yang disebut cendekiawan muslim(!), dan 
ada yang sekadar tukang tulis dan tukang omong dimedia massa!! 

  Inilah ibarat-ibarat mereka : 

    1.. Muhammad Abduh berkata, 
  ''Telah sepakat kelompok-kelompoak islam kecuali sedikit dari orang-orang 
yang tidak dianggap perkataannya bahwa jika terjadi pertentangan antara akal 
dan naql maka apa yang diambil apa yang ditunjukkan oleh akal''!!!15 

    1.. Seorang wartawan yang menganggap dirinya cendekiawan muslim bernama 
Fahmi Huwaidi menulis sebuah ulasan yang berjudul para penyembah berhala adalah 
para penyembah nash-nash syar'i, dia katakan bahwa usaha pembekuan akal di 
depan nash menurut ungkapannya adalah 
  ``Paganisme (penyembahan kepada berhala) gaya baru, karena paganisme tidak 
hanya menyembah kepada berhala saja, karena ini bentuk paganisme gaya lampau, 
tetapi paganisme gaya sekarang adalah penyembahan kepada nash-nash syar'i!''16 

    1.. Muhammad al Ghazaly berkata, 
  ''Hendaknya kita mengetahui bahwa apa saja yang dihukumi bathil oleh akal 
mustahil kalau dia itu adalah agama... Agama yang benar adalah kemanusiaan yang 
benar, sedangkan kemanusiaan yang benar adalah akal yang menentukan suatu 
hakekat... tidak henti-hentinya kita tegaskan bahwa setiap hukum yang ditolak 
oleh akal... mustahil kalau dia itu adalah agama``(!!)17 

  Karena inilah kita melihat Muhammad Al Ghazaly begitu berani menolak banyak 
sekali hadits hadits yang shahih karena tidak mencocoki akalnya, seperti hadits 
Musa yang menempeleng malaikat maut, hadits sholatnya wanita dimasjid, hadits 
mayit diadzab karena tangis keluarganya, dan masih banyak lagi yang lainnya. 
Untuk melihat bantahan kepada Al ghazaly dalam masalah ini bisa dilihat kitab 
Syaikhuna Al Allamah Rabi' bin Hadi Al Madkhaly yang berjudul Kasyfu Mauqif Al 
Ghazaly minass Sunnati wa Ahliha. 

    1.. Hasan At Turaby As Sudany berkata, 
  ''Adapun rujukan yang wajib bagi kita anggap sebagai rujukan pokok maka 
adalah akal....''18 

  Dengan bimbingan akalnya maka dia berkata, 

  ''Boleh bagi seorang muslim sebagaimana seorang masehi untuk mengganti 
agamanya''19 

  Dengan akalnya pula ia ingkari hukum rajam kepada pezina dan hukum dera 
kepada peminum khamr.20 

    1.. Yusuf Qardhawy tidak berbeda jauh dengan Muhammad Al Ghazaly, dia 
merasa heran kepada orang-orang yang selalu menyebutkan kepada khalayak ramai 
hadits lalat (yang shahih) atau hadits (shahih) tentang Musa yang menempeleng 
malaikat maut...21 
  Di lain waktu dengan lantang dia berkata, 

  ''Kami tidak memerangi orang-orang Yahudi dengan landasan aqidah tetapi 
karena masalah tanah, kami tidak memerangi mereka karena kekafiran mereka, 
tetapi kami memerangi mereka karena mereka merampas tanah-tanah kami...''22 

   

   

  5 Mengikis Habis Modal Utama Kaum Rasionalis 
  Demikianlah kaum rasionalis, mereka jadikan akal semata sebagai sumber ilmu 
mereka, mereka agungkan akal, dan mereka jadikan iman dan Al Qur'an tunduk 
dibawah akal23 

  Maka modal utama mereka adalah kaidah umum yang mereka dengung-dengungkan 
yaitu bahwa akal adalah landasan naql Dalil syar'i, maka mencela akal untuk 
membenarkan naql akan membawa pencelaan kepada akal dan naql sekaligus, dan ini 
adalah bathil! 

  Syubhat mereka ini telah dikikis habis dan dihancurkan oleh Syaikhul Islam 
Ibnu Taimiyah dalam kitabnya yang agung yang berjudul Dar'u Ta'arudh Aql wa 
Naql yang tersusun dalam 10 jilid, kemudian diringkas oleh muridnya Al Allamah 
Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Shawa'iq Mursalah yang tersusun dalam dua jilid. 

  Ibnul Qoyyim menyebut dalam kitabnya tersebut 54 argumen dalam membantah 
syubhat mereka ini, diantaranya : 

    1.. Perkataan mereka bahwa akal adalah landasan naql adalah bathil karena 
apa yang dikhabarkan oleh Allah dan Rasulnya adalah shahih dari dirinya, entah 
kita ketahui dengan akal kita atau tidak kita ketahui, entah dibenarkan oleh 
manusia atau didustakan oleh mereka, sebagaimana Rasulullah adalah haq, 
meskipun didustakan oleh manusia, dan sebagaimana wujud Allah dan keberadaan 
nama-nama dan sifat-sifatnya adalah haq, entah akal kita mengetahui atau tidak. 
    2.. Mendahulukan akal atas naql adalah cela pada akal dan naql sekaligus, 
karena akal telah bersaksi bahwa wahyu lebih tahu daripada akal. Jika hukum 
akal didahulukan atas wahyu maka itu adalah cela pada persaksian akal, jika 
persaksiannya batal maka tidak boleh diterima ucapannya, maka mendahulukan akal 
atas wahyu adalah cela pada akal dan wahyu sekaligus. 
    3.. Syari'at diambil dari Allah dengan perantaraan malaikat dan Rasul-Nya, 
dengan membawa ayat-ayat, mukjizat mukjizat, dan bukti-bukti atas kebenarannya, 
hal ini diakui oleh akal. lalu bagaimana perkataan Allah pencipta semesta alam 
ditentang oleh pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles, Ibnu Sina dan 
pengikut-pengikut mereka? 
  Bagaimana perkataan seorang Rasul ditentang oleh perkataan seorang filosof, 
padahal filosof wajib mengikuti Rasul, bukan Rasul yang mengikuti filosof, 
karena Rasul diutus oleh Allah dan filosof adalah Umatnya. 

  Syaikh Ali bin hasan Al Halaby berkata, 

  ''Jika seorang rasionalis dan pendewa akal tertimpa penyakit, maka segera dia 
pergi ke seorang dokter yang terpercaya, kemudian dia mengadukan kepada dokter 
itu keluhan dan penyakitnya, dan dia serahkan dirinya kepada dokter itu untuk 
ditangani dengan kepasrahan yang sempurna, walaupun dokter itu membedah 
tubuhnya!! 

  Jika dokter itu kedudukannya diruang periksa dan dia sebutkan hasil diagnosa 
dan resep obatnya, maka dia ambil langsung tanpa menanyakan susunan obat dan 
susunan kimianya!! 

  Jika dia disuruh dokter untuk minum obat sehari tiga kali... maka dia lakukan 
tanpa membantah!! 

  ... Subhanallah!! hukum-hukum dokter yang dia adalah manusia biasa bisa benar 
dan bisa salah dia terima tanpa perdebatan, bahkan tanpa akal!! 

  Sedangkan hukum-hukum Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya maka dia 
membantahnya, membahasnya, mengeceknya, bahkan membantah dan menolaknya!! 
Manakah dua hukum diatas yang lebih wajib diterima secara akal!!24 

  6 Sikap Salaf Terhadap Akal dan Naql 
  Salafush shalih memahami dangan yakin bahwasanya 

  ``Agama adalah ketundukan dan kepasrahan, tanpa membantahnya dengan akal, 
karena akal yang sebenarnya adalah yang membawa pemiliknya untuk menerima 
sunnah, adapun yang membawa pemiliknya membatalkan sunnah maka dia adalah 
kejahilan, dan bukanlah akal.''25 

  Ketika Abdullah bin Mughaffal menyampaikan hadits tentang larangan Rasulullah 
dari melontar bintang dengan pelanting, ada seorang laki-laki berkata 
kepadanya,''Apa masalahnya dengan pelanting ini? ``, maka Abdullah bin 
Mughaffal berkata, 

  ''Aku sampaikan hadits Rasulullah kemudian kau katakan ini! Demi Allah aku 
tidak akan berbicara denganmu selama lamanya!''26 

  Lihatlah bagaimana orang ini memprotes hadits dengan akalnya! Bagaimana 
Abdullah bin Mughaffal menyikapinya?! 

  Padahal orang ini memprotes hadits dengan kata-kata yang sopan, tidak 
sebagaimana kelancangan kaum rasionalis abad ini yang dengan kasarnya menolak 
setiap hadits yang tidak masuk akalnya!! 

  Kita katakan kepada seluruh kaum rasionalis pendewa akal selama mereka masih 
mengaku muslim : 

  Apa logikanya sholat maghrib tiga raka'at, sedangkan sholat isya' empat 
raka'at, padahal keduanya sama-sama dilaksanakan pada malam hari?! Apa 
logikanya perpindahan qiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram?! Kenapa 
Thawaf harus ke Ka'bah?! Kenapa Thawaf harus tujuh putaran?! 

  Kami katakan tidak ada jalan bagi akal dalam hal-hal seperti ini kecuali 
mengimani dan melaksanakannya dengan keimanan yang sempurna, dan kepasrahan 
yang mutlak sebagaimana dalam firman Allah, 

  ''Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi 
perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu 
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan 
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-nya maka sungguhlah dia telah sesat, 
sesat yang nyata.'' (QS. Al Ahzab : 36). 

  Maka para sahabat tidak pernah sekalipun mempermasalahkan nash-nash dengan 
akalnya padahal mereka manusia-manusia terbaik umat ini yang paling sempurna 
akalnya. 

  Para sahabat begitu sangat kepasrahannya kepada Sunnah, walaupun akal mereka 
belum bisa menerima, bahkan mereka begitu keras pengingkarannya kepada siapa 
saja yang menolak Sunnah. 

  Nash-nash yang datang dari Rasulullah lebih agung di hati-hati mereka dari 
membantahnya dengan sebab perkataan siapapun dari manusia.27 

  Pembahasan ini disarikan dari kitab Al Aqlaniyyun Afrakhu Mu'tazilah Al 
Ashriyyu, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby. Al Atsary). 

  7 Penutup 
  Pemisah antara Ahli Sunnah dan Ahlil Bid'ah adalah dalam masalah akal: Ahlil 
Bid'ah menjadikan landasan agamanya adalah akal dan mereka jadikan Ittiba' 
(mengikuti contoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam -red. vbaitullah) 
dan atsar sebagai pengikut akal. 

  Adapun Ahli Sunnah mengatakan bahwa landasan agama adalah Ittiba' sedangkan 
akal sebagai pengikutnya. Seandainya agama didasarkan pada akal, maka sungguh 
para makhluk tidak butuh kepada wahyu, tidak butuh kepada para nabi, hilanglah 
makna perintah dan larangan, dan setiap orang akan mengatakan apa yang dia mau. 

  Jika kita mendengar sesuatu dari perkara-perkara agama, kemudian kita bisa 
memahaminya dengan akal kita, maka kita bersyukur kepada Allah atas Taufiq-Nya. 
Jika akal kita belum sampai kepadanya, maka kita beriman dan membenarkannya. 

  Maka kita memohon taufiq dan keteguhan kepada Allah, semoga Allah mewafatkan 
kita diatas agama Rasulullah dengan anugerah dan kemurahan-Nya28 

   

   

   

   



[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke