EDITORIAL             Selasa, 23 Mei 2006                         Skandal Kepegawaian Negara                                                                http://www.mediaindo.co.id/
  SANGAT  mengejutkan ketika terungkap bahwa telah terjadi skandal kepegawaian  yang merugikan negara setidaknya Rp227 miliar setiap bulan. Skandal  itu, seperti diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq  Effendi, adalah pembayaran gaji kepada 341 ribu pegawai negeri sipil  yang berstatus tidak jelas. Dalam jumlah itu terdapat 66 ribu PNS yang  bergaji ganda.
    Skandal terwujud dalam rupa-rupa manipulasi. Ada pegawai negeri yang  sudah meninggal, tetapi nomor induk pegawainya tidak dihapus sehingga  negara tetap membayar gajinya. Demikian pula dengan yang pensiun. Ada  lagi pegawai negeri yang memiliki beberapa NIP dengan menggunakan  identitas ganda. Ia tercatat sebagai pegawai negeri di departemen yang  satu dengan nama A, tetapi juga terdaftar sebagai PNS di departemen  lain lagi dengan nama B.
    Juga ada pegawai negeri sipil yang gajinya tetap dibayar, tetapi tidak  pernah masuk kantor. Rimba masalah itu sebagian terbesar terkonsentrasi  di dua departemen: Departemen Pendidikan dan Departemen Agama. Artinya  sebagian besar menyangkut kesemrawutan administrasi guru.
    Tidak bisa dibayangkan skandal administrasi telah mengeruk uang negara  selama bertahun-tahun. Bila satu bulan pemerintah membayar gaji fiktif  sebanyak Rp227 miliar, berarti dalam setahun negara kehilangan Rp2.724  triliun. Bila skandal itu berlangsung lebih dari 10 tahun, misalnya,  bisa dibayangkan betapa negara dirongrong korupsi sistemik seperti ini.
    Penjarahan uang negara ternyata berlangsung marak di berbagai sektor.  Tinggal bagaimana kejelian untuk menemukannya. Kita tidak mengerti  mengapa BPK yang mengaudit keuangan negara setiap tahun tidak menemukan  skandal yang amat memalukan itu.
    Terbongkarnya skandal kepegawaian negara itu semakin menguatkan desakan  betapa pentingnya reformasi birokrasi. Reformasi itu tidak hanya  menyangkut sistem administrasi kepegawaian, tetapi juga mentalitas.  Mengapa? Karena sebagai alat negara yang bekerja 24 jam, birokrasi  tidak bisa dijiwai semangat korupsi. Salah satu kekalahan Indonesia  dari negara-negara lain adalah tidak berfungsinya birokrasi sebagai  penggerak mesin pemerintahan.
    Departemen Pendidikan dan Departemen Agama, dua institusi yang sangat  vital, ternyata menjadi ladang skandal kepegawaian itu. Alangkah  sedihnya.
    Perang terhadap korupsi tidak hanya terwujud dalam penangkapan dan  pemenjaraan. Korupsi tidak bisa hanya diperangi dengan paradigma  yudisial semata. Salah satu yang sangat diabaikan setiap rezim di  negara ini adalah reformasi birokrasi berupa tertib administrasi.
    Di negara kita hampir setiap dokumen bisa dipalsukan, dari KTP hingga  salinan putusan pengadilan. Dari surat nikah sampai paspor. Dari IMB  sampai sertifikat tanah. Inilah negeri tempat semua dokumen bisa asli,  tetapi pada saat bersamaan semua dokumen bisa palsu alias aspal.
    Tidak mengherankan jika di negara dengan sistem administrasi yang  amburadul terjadi keamburadulan di setiap sektor kehidupan. Salah satu  basis peradaban modern terletak pada administrasi yang tertib. Tertib  administrasi bahkan sangat ampuh dijadikan sebagai pintu masuk ke  perang melawan korupsi.
   
           
---------------------------------
Yahoo! Messenger with Voice. Make PC-to-Phone Calls to the US (and 30+ countries) for 2ยข/min or less.

[Non-text portions of this message have been removed]



Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Rek Beyond belief Islam online
Nation of islam Media


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke