Dimensi Ajaran Islam

Pendahuluan
Islam sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai 
keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Apa yang diyakini oleh 
seorang muslim, boleh jadi sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, 
boleh jadi tidak, karena proses seseorang mencapai suatu keyakinan 
berbeda-beda, dan kemampuannya untuk mengakses sumber ajaran juga 
berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa terjadi pertentangan 
hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan. Sebagai 
ajaran, agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang 
datang dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada 
dasarnya tidak sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang 
sempurna secara sempurna. Kebenaran bisa didekati dengan akal (masuk 
akal), bisa juga dengan perasaan (rasa kebenaran). Kerinduan manusia 
terhadap kebenaran ilahiyah bagaikan api yang selalu menuju keatas. 
Seberapa tinggi api menggapai ketingian dan seberapa lama api itu 
bertahan menyala bergantung pada bahan bakar yang tersedia pada 
setiap orang. Ada orang yang tak pernah berhenti mencari kebenaran, 
ada juga yang tak tahan lama, ada orang yang kemampuannya menggapai 
kebenaran sangat dalam (atau tinggi), tetapi ada yang hanya bisa 
mencapai permukaan saja. 

Agama Islam sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk 
mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi berisi 
perintah dan larangan, ada perintah keras (wajib) dan larangan keras 
(haram) , ada juga perintah anjuran (sunnat) dan larangan anjuran 
(makruh). Sumber hukum dalam Islam adalah al Qur'an, tetapi al 
Qur'an hanya mengatur secara umum, karena al Qur'an diperuntukkan 
bagi semua manusia sepanjang zaman dan dis eluruh pelosok dunia. 
Detail hukum kemudian dirumuskan dengan ijtihad. Karena sifatnya 
yang regional dan "menzaman" maka fatwa hukum bisa bisa berbeda-
beda , ada yang menganggap bahwa hasil ijtihadnya itu sebagai hukum 
Tuhan, dan ada yang menganggap bahwa dalam hal detail tidak ada 
hukum Tuhan.

Memahami Ajaran Islam Dengan Pembidangan
Pembidangan yang sangat populer dari ajaran Islam adalah Aqidah, 
Syari`ah dan Akhlak, masing-masing sebagai subsistem dari sistem 
ajaran Islam. Artinya aqidah tanpa syari'ah dan akhlak adalah omong 
kosong, demikian juga syari`ah harus berdiri diatas pondasi aqidah, 
dan keduanya haruslah dijalin dengan akhlak. Syari'ah tanpa akhlak 
adalah kemunafikan, akidah tanpa akhlak adalah kesesatan.

Aqidah
Secara harfiah, `aqidah artinya adalah sesuatu yang mengikat, atau 
terikat, tersimpul (bandingkan istilah `aqad nikah). Sedangkan 
sebagai istilah, `aqidah Islam adalah sistem kepercayaan dalam 
Islam. Mengapa disebut `aqidah, karena kepercayaan itu mengikat 
penganutnya dalam bersikap dan bertingkah laku. Orang yang kuat 
akidahnya (keyakinannya) terhadap keadilan Tuhan, maka keyakinan itu 
mengikatnya dalam bersikap terhadap suatu nilai (misalnya berkorban 
dalam perjuangan) dan selanjutnya mengikat perilakunya (misalnya 
tidak mau kompromi terhadap kezaliman). Sebaliknya orang yang tidak 
kuat keyakinannya kepada keadilan Tuhan (ikatannya longgar) ia mudah 
menyerah dalam berjuang dan bisa dinegosiasi untuk toleran terhadap 
penyimpangan, mudah terpancing untuk membalas dendam dengan cara 
yang menyimpang dari aturan..

Sistem kepercayaan ini akhirnya berkembang menjadi ilmu, disebut 
ilmu Tauhid atau ilmu ushuluddin. Ilmu Tauhid berbicara tentang 
Rukun Iman yang enam (iman kepada Tuhan, malaikat, Rasul, Kitab 
Suci, Hari akhir dan takdir). Kajian filosofis dari ilmu Tauhid 
disebut Ilmu Kalam, disebut juga Theologi (ilmu yang berbicara 
tentang ketuhanan). 

Secara garis besar, theologi Islam dapat dibagi menjadi dua type, 
yaitu Jabbariah dan Qadariah. Jabbariah lebih menekankan pada 
kekuasaan Tuhan Yang Maha Mutlak sehingga menempatkan manusia pada 
posisi seperti wayang yang segalanya tergantung kepada dalang. 
Manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan perbuatannya, 
oleh karena itu seseorang masuk sorga atau neraka itu bukan karena 
prestasinya, tetapi sepenuhnya kehendak Tuhan. Faham Qadariyah lebih 
menekankan sifat keadilan Tuhan , oleh karena itu manusia 
ditempatkan dalam posisi yang memiliki kekuasaan untuk menentukan 
perbuatannya, dan dengan keadilan Nya, Tuhan akan memberi pahala 
kepada yang berbuat baik dan menghukum yang berdosa.

Secara sosial, penganut theologi Islam dapat dibagi menjadi dua, 
yaitu Sunny dan Syi`ah. Golongan Sunny memandang semua manusia sama 
di depan Tuhan, yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada Nya, 
oleh karena itu setiap muslim dari manapun memiliki hak yang sama 
untuk menjadi pemimpin sepanjang memenuhi syarat. Golongan Sunnyi 
memandang empat sahabat besar (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) dalam 
posisi yang setara dan sah kekhalifahannya. 

Sedangkan golongan Sunny mengklaim adanya hak-hak istimewa keturunan 
Nabi-dalam hal ini anak-anak Ali bin Abi Thalib melalui ibu Fatimah 
(puteri Nabi) sebagai pewaris syah kepemimpinan ummat Islam. Abu 
Bakar, Umar dan Usman dinilai merampas hak-hak politik Ali bin Abi 
Thalib. Anak cucu Ali bin Abu Thalib kemudian disebut sebagai 
golongan Alawiyyin atau secara sosiologis di Indonesia disebut 
habaib. Syi`ah itu sendiri artinya golongan, dan sepanjang sejarah 
Islam, kelompok ini selalu menjadi korban politik karena mereka 
sangat potensil mengobarkan semangat oposisi terhadap penguasa 
Sunny. Baru di Iran theologi Syi`ah mewujud dalam bentuk 
Pemerintahan Republik Islam Iran, yang dibangun dengan konsep 
wilayat al faqih (otoritas ulama) dimana para mullah (kelompok 
Alawiyyin yang terdidik) memiliki hak-hak istimewa politik (disebut 
imamat) dengan puncaknya Ayatullah al `Uzma (pertama Imam Khumaini 
kemudian digantikan Khameini). 

Syari`ah
Secara harfiah, syari`ah artinya jalan, sedangkan sebagai istilah 
keislaman, syari`ah adalah dimensi hukum atau peraturan dari ajaran 
Islam. Mengapa disebut syari`ah adalah karena aturan itu dimaksud 
memberikan jalan atau mengatur lalu lintas perjalanan hidup manusia. 
Lalu lintas perjalanan hidup manusia itu ada yang bersifat vertikal 
dan ada yang bersifat horizontal, maka syari'ah juga mengatur 
hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan menusia dengan sesama 
manusia. Aturan hubungan manusia dengan Tuhan berujud kewajiban 
manusia menjalankan ritual ibadah (Rukun Islam yang lima). Aturan 
dalam ritual ibadah berisi ketentuan tentang syarat, rukun, sah, 
batal, sunnat (dalam haji ada wajib), makruh. Prinsip ibadah itu 
tunduk merendah kepada Tuhan, tidak banyak mempertanyakan kenapa 
begini dan begitu, pokoknya siap mengerjakan perintah dan tidak 
berani melanggar sedikitpun.

Sedangkan lalu lintas pergaulan manusia secara horizontal disebut 
mu`amalah. Prinsip bermu`amalah adalah saling memberi manfaat, 
mengajak kepada kebaikan universal (alkhair) , memperhatikan norma-
norma kepatutan (al ma`ruf) dan mencegah kejahatan tersembunyi (al 
munkar). Karena manusia sangat heterogin, maka aturan bermu`amalah 
sifatnya dinamis, dan merespond perubahan, dengan prinsip-prinsip 
(1) pada dasarnya agama itu tidak picik, mudah dan tidak mempersulit 
(`adam al haraj). (2) memperkecil beban, tidak untuk memberatkan (at 
taqlil fi at taklif), dan (3) pengetrapan aturan hukum secara 
bertahap (at tadrij fi at tasyri`). Karena adanya prinsip-prinsip 
inilah maka peranan manusia –dalam hal ini ulama- dalam merumuskan 
aturan-aturan syari`at sangat besar dalam bentuk ijtihad, yakni 
dengan akal dan hatinya merumuskan ketentuan-ketentuan hukum 
berdasarkan al Qur'an dan hadis . Al Qur'an menjelaskan sangat 
detail tentang waris, tetapi selebihnya hanya dasar-dasarnya saja 
yang disebut. Tentang politik misalnya, al Qur'an tidak menentukan 
bentuk negara, apakah republik atau kerajaan. Contoh pemerintahan 
Nabi dan khulafa Rasyidin juga sangat terbuka untuk disebut kerajaan 
atau republik.

Dari sudut keilmuan, syari`ah kemudian melahirkan ilmu yang disebut 
fiqh, ahlinya disebut faqih-fuqaha. Karena fiqh itu produk ijtihad 
maka tidak bisa dihindar adanya perbedaan pendapat, maka lahirnya 
pemikian mazhab; yang terkenal Syafi`i, Maliki, Hanafi dan Hambali. 
Ulama yang tinggal di kota metropolitan pada umumnya memiliki 
pandangan yang dinamis dan rationil, sedangkan ulama yang tinggal di 
kota agraris (Madinah misalnya) pada umumnya puritan dan 
tradisional. Kajian fiqh berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, 
maka disamping ada fiqh ibadah, fiqh munakahat, fiqh al mawarits 
juga ada fiqh politik (fiqh as siyasah), sekarang sedang 
dikembangkan fiqh sosial, fiqh jender, fiqh Indonesia, fiqh gaul dan 
sebagainya.

Akhlak
Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat Islam. Kualitas 
keberagamaan justeru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat 
berbicara tentang syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak 
menekankan pada kualitas dari perbuatan, misalnya beramal dilihat 
dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusyu`annya, berjuang 
dilihat dari kesabaran nya, haji dari kemabrurannya, ilmu dilihat 
dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek dari 
mana dan untuk apa, jabatan, dilihat dari ukuran apa yang telah 
diberikan bukan apa yang diterima.

Karena akhlak juga merupakan subsistem dari sistem ajaran Islam, 
maka pembidangan akhlak juga vertikal dan horizontal. Ada akhlak 
manusia kepada Tuhan, kepada sesama manusia, kepada diri sendiri dan 
kepada alam hewan dan tumbuhan. Definisi akhlak adalah ; keadaan 
batin yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu 
lahir secara spontan tanpa berfikir untung rugi. Kajian mendalam 
tentang akhlak dilakukan oleh ilmu yang disebut ilmu tasauf. 


Memahami Ajaran Islam Dalam Struktur ISLAM-IMAN-IHSAN
Dalam hadis yang terkenal dikisahkan adanya dialog malaikat Jibril 
(yang menyamar menjadi tamu) dengan Nabi Muhammad tentang Islam, 
Iman dan Ihsan. Nabi menerangkan bahwa Islam adalah syahadat , salat 
dst (rukun Islam), Iman adalah percaya kepada Allah, malaikat dst 
(rukun iman) sedangkan ihsan adalah kualitas hubungan manusia dengan 
Tuhan (merasa melihat atau sekurang-kurangnya merasa dilihat oleh 
Tuhan ketika sedang beribadah, an ta`budallaha ka annaka tarahu wa 
in lam takun tarahu fa innahu yaraka). Konsep ihsanlah nanti yang 
menjadi pijakan ilmu tasauf, yaitu rasa dekat dan komunikatip dengan 
Tuhan.

Sebagai sistem, teori struktur Islam-Iman –Ihsan dapat dimisalkan 
sebagai buah kelapa dimana Islam adalah kulit, Iman adalah daging 
kelapa, sedangkan ihsan adalah minyaknya, ketiganya saling 
berhubungan. Kulit kelapa yang besar biasanya dagingnya besar dan 
minyaknya banyak. Daging kelapa bertahan lama jika ia tetap 
terbungkus kulitnya, jika dipisahkan maka ia cepat membusuk. Iman 
akan mudah luntur jika tidak dilindungi oleh amaliah ibadah. Tetapi 
ada juga kelapa yang kulitnya besar ternyata tidak ada dagingnya, 
dan apalagi minyaknya (gabug). Demikian juga ada orang yang 
demontrasi Islamnya sangat menonjol, tetapi kualitas imannya lemah, 
apalagi moralitasnya. Wallohu a`lamu bissawab.

Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com








Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke