tadi pagi saya lihat berita di RCTI... 8 orang petugas bandara parancis 
diberhentikan tanpa alasan yang jelas.. kemungkinan besar kerena mereka 
muslim...
suatu cobaan iman yang berat bagi mereka, semoga Alloh menguatkan hati 
mereka dan melaknat prancis..

----- Original Message ----- 
From: "Kali Grindulu" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <media-dakwah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, November 07, 2006 10:43 AM
Subject: [media-dakwah] Perancis....


   *Mengapa Prancis Sedemikian Khawatir terhadap Agama?*
*Artikel - Opini & Aspirasi
<http://swaramuslim.net/weblog.php?id=C0_19_1>Oleh :
Redaksi <http://swaramuslim.net/> 06 Nov 2006 - 5:30 pm*

Harun Yahya
[image: image]Prancis dan sejumlah negara lain terseret ke dalam perdebatan
saat dua murid dikeluarkan dari sekolah karena mengenakan jilbab. Prancis
memperluas larangan dan mengusulkan undang-undang yang melarang penggunaan
pakaian dan lambang-lambang yang secara terbuka menampilkan jati diri agama.
Selain jilbab, undang-undang ini juga berlaku bagi Salib agama Kristen dan
topi yarmulke agama Yahudi. Undang-undang ini menyebabkan gelombang kecaman.
Negara-negara muslim, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman mengutuk
undang-undang tersebut dan menekankan bahwa pemberlakuan undang-undang itu
dapat menyebabkan ketegangan dan permusuhan di Prancis. Mereka juga
menegaskan bahwa undang-undang itu bertentangan dengan kebebasan beragama
dan hak asasi manusia. Tapi, sejauh ini, penentangan-penentangan itu tidak
membuat pemerintah Prancis menarik keputusannya.

Kita tidak seharusnya menafsirkan apa yang terjadi di Prancis hanya sebagai
larangan pada lambang-lambang keagamaan; ketakutan pemerintah Prancis
terhadap agama dan ajaran agama berakar sejak dulu kala. Mereka yang sadar
akan perkembangan budaya masyarakat serta hubungan antara gereja dan negara
di Prancis akan paham bahwa langkah-langkah semacam ini dan perdebatan yang
ditimbulkannya sangatlah dikenal dalam masyarakat Prancis. Terlebih lagi,
ketakutan ini tidak hanya sebatas terhadap Islam dan Yahudi; kenangan
tentang pembunuhan penganut Katolik selama Revolusi Prancis belumlah
terhapuskan.

Pola hubungan gereja-negara di Prancis dibentuk melalui pertikaian,
kebencian, kemarahan dan pembantaian. Perselisihan ini berawal di abad ke-8
melawan Gereja Katolik dengan tujuan mengurangi pengaruh Gereja terhadap
masyarakat. Dapat kita katakan bahwa selama masa ini, masyarakat menjadi
terjauhkan dari nilai-nilai ruhani dan agama dan berada di bawah pengaruh
filsafat materialis.

Abad Pencerahan: Bagaimana Masyarakat Eropa Menjauh dari Nilai-Nilai Agama
Masa di mana gagasan-gagasan materialis dan evolusionis mendapatkan
penerimaan secara luas dalam masyarakat Eropa, berpengaruh dalam menjauhkan
masyarakat itu dari agama, dikenal sebagai Pencerahan. Tentu saja,
orang-orang yang memilih kata ini (yaitu mereka yang menganggap perubahan
pola pemikiran ini secara positif sebagai gerakan menuju cahaya) adalah para
pemimpin penyimpangan ini. Mereka menggambarkan masa sebelumnya sebagai
"Abad Kegelapan" dan menyalahkan agama sebagai penyebabnya, serta menegaskan
bahwa Eropa mengalami pencerahan ketika disekulerkan [dibebaskan dari
pengaruh agama] dan menjauhkan diri dari agama. Pandangan yang menyimpang
dan tidak benar ini kini masih merupakan satu dari sarana propaganda mereka
yang menentang agama.

Benar bahwa agama Kristen Abad Pertengahan sebagiannya "gelap" akibat
takhayul dan sikap taklid buta, dan kebanyakan hal-hal ini telah dibersihkan
pasca Abad Pertengahan. Bahkan kenyataannya, gerakan Pencerahan tidak pula
membawa hasil bermanfaat bagi masyarakat Barat. Hasil terpenting Abad
Pencerahan, yang muncul di Prancis, adalah Revolusi Prancis, yang mengubah
negara itu menjadi lautan darah. Bagi sebagian besar cendekiawan Prancis,
Abad Pencerahan berarti membersihkan pemikiran masyarakat dari setiap nilai
agama dan ruhani. Hampir semua pemikir yang hidup di Prancis abad ke-18
sama-sama memiliki pandangan ini. Revolusi Prancis dibangun di atas gagasan
Pencerahan ini yang paling berpengaruh di Prancis; yang merupakan salah satu
revolusi modern paling biadab, kejam, dan mengerikan. Segera setelah
kelompok Jacobin berkuasa pasca Revolusi Prancis, hal pertama yang mereka
lakukan adalah pemberlakuan hukuman mati [penggal kepala] dengan pisau
guillotine; ribuan orang kehilangan kepala mereka hanya karena mereka
dituduh kaya atau taat beragama. Salah seorang pemimpin Revolusi Prancis
bernama Fouché (nama julukannya adalah Penjagal dari Lyon) mengutus panitia
yang dipimpin oleh 3 orang ke Lyon untuk membasmi kalangan bangsawan tuan
tanah dan agamawan di sana. Dalam sebuah surat yang ia kirim kepada
Robespierre, sang pemimpin Senat, Fouché menulis bahwa pisau guillotine
bergerak terlalu lamban dan bahwa ia tidak puas dengan kemajuan revolusi
yang lambat. Ia meminta izin untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Di
hari ia mendapatkan izin tersebut, ribuan orang dengan tangan terikat di
belakang punggung mereka dibantai tanpa belas kasih oleh senapan-senapan
revolusi.

Kini tulisan-tulisan yang terpengaruhi gagasan Pencerahan memuji Revolusi
Prancis; padahal, Revolusi itu sangat merugikan Prancis dan menyebabkan
perseteruan dalam masyarakat yang berlangsung hingga abad ke-21. Pengkajian
tentang Revolusi Prancis dan Abad Pencerahan oleh pemikir terkenal Inggris,
Edmund Burke, sangatlah penting. Dalam bukunya yang terkenal, Reflections on
the Revolution in France [Renungan tentang Revolusi di Prancis], terbit
tahun 1790, ia mengecam gagasan tentang Pencerahan sekaligus hasilnya, yakni
Revolusi Prancis; menurut pendapatnya, gerakan itu menghancurkan nilai-nilai
asasi yang menyatukan masyarakat, seperti agama, akhlak dan tatanan
keluarga, serta membuka jalan bagi merajalelanya ketakutan dan kekacauan.
Akhirnya, ia menganggap Pencerahan, sebagaimana diungkapkan seorang
penafsir, sebagai suatu "gerakan pemikiran manusia yang bersifat merusak." 
*1
*

Pemimpin-pemimpin gerakan merusak ini adalah para Mason [anggota perkumpulan
Freemasonry]. Voltaire, Diderot, Montesquieu, dan para pemikir anti-agama
lainnya yang merekayasa jalan menuju Revolusi, seluruhnya adalah Mason.
Kelompok Mason sangat dekat dengan kelompok Jacobin yang merupakan pemimpin
Revolusi. Hal ini membuat sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa adalah
sulit membedakan antara Jacobinisme dan Masonry di Prancis pada masa itu.

Selama Revolusi Prancis berlangsung, permusuhan besar ditujukan secara
terang-terangan terhadap agama. Banyak pendeta dihukum penggal kepala dengan
pisau guillotine, gereja-gereja dihancurkan, dan terlebih lagi, ada
pihak-pihak yang ingin memberantas habis agama Kristen dan menggantinya
dengan sebuah agama menyimpang, agama penyembah berhala, agama simbol yang
disebut "Agama Akal." Para pemimpin Revolusi juga menjadi korban kegilaan
ini, masing-masing mereka akhirnya kehilangan kepala mereka sendiri oleh
pisau guillotine, yang dengannya mereka sendiri telah menghukum begitu
banyak orang. Bahkan saat ini, banyak orang Prancis yang terus
mempertanyakan benar tidaknya Revolusi tersebut merupakan sesuatu hal yang
baik.

Perasaan anti-agama dari Revolusi Prancis menyebar ke seantero Eropa dan,
hasilnya, abad ke-19 menjadi salah satu babak propaganda anti-agama yang
paling terbuka dan gencar.

Perang Melawan Agama di Prancis
Peran yang dimainkan kelompok Mason dalam Revolusi diakui oleh "agen
provokator" bernama Count Cagliostro. Cagliostro ditangkap oleh Iquisition
[lembaga pengadilan gereja Katolik Roma antara tahun 1232-1820] pada tahun
1789, dan membuat sejumlah pengakuan penting selama dimintai keterangan. Ia
memulai dengan menyatakan bahwa para Mason di seluruh Eropa telah
merencanakan serangkaian revolusi. Ia mengatakan bahwa tujuan utama kelompok
Mason adalah menghancurkan Lembaga Kepausan atau mengambil alihnya.

Makar perkumpulan Masonry di Prancis tidak berhenti dengan Revolusi.
Kekacauan yang muncul akibat Revolusi akhirnya dipadamkan saat Napoleon
menduduki kekuasaan. Tapi, keadaan tenang ini tidak berlangsung lama;
cita-cita Napoleon untuk berkuasa di seluruh Eropa hanya berujung pada akhir
kekuasannya. Setelah itu, pertikaian di Prancis terus berlangsung antara
pihak kerajaan dan pendukung Revolusi. Di tahun 1803, 1848, dan 1871, tiga
revolusi lagi terjadi. Di tahun 1848, "Republik Kedua" didirikan; di tahun
1871, "Republik Ketiga" dibentuk. Di tahun 1881, Katolik tidak lagi menjadi
agama resmi Prancis dan di tahun 1988 pelajaran agama dihilangkan sama
sekali dari sistem pendidikan.

Kelompok Mason sangatlah giat selama masa pergolakan ini. Tujuan utama
mereka adalah memperlemah Gereja dan lembaga-lembaga keagamaannya,
menghancurkan nilai-nilai agama dan pengaruh hukum-hukum agama dalam
masyarakat, dan menghapus pendidikan agama. Kelompok Mason memandang paham
perlawanan terhadap kekuasaan kaum agamawan sebagai pusat gerakan sosial dan
politik mereka.

The Catholic Encyclopedia [Ensiklopedia Katolik] memberikan keterangan
penting tentang gerakan anti-agama dari Grand Orient, julukan bagi Masonry
Prancis:

Dari surat-surat resmi Masonry Prancis yang dimuat terutama dalam "Buletin"
dan "Laporan" resmi Grand Orient, telah dibuktikan bahwa seluruh kebijakan
yang memusuhi kekuasaan kaum agamawan yang dikeluarkan di Parlemen Prancis
telah diputuskan sebelumnya di pusa-pusat pertemuan kelompok Mason dan
dilaksanakan di bawah arahan Grand Orient, yang bertujuan, sebagaimana
dinyatakannya secara jelas, untuk mengendalikan setiap hal dan setiap orang
di Prancis. "Saya telah mengatakan di majelis tahun 1898," kata sang anggota
dewan Massé, juru bicara resmi majelis tahun 1903, "bahwa adalah tugas
terpenting Freemasonry untuk setiap hari terlibat lebih banyak dalam
perjuangan politik dan anti-agama." "Keberhasilan (dalam perang melawan
kekeuasaan kaum pendeta) sebagian besarnya adalah berkat Freemasonry; sebab
jiwanya, rencananya, caranyalah yang telah menang." "Jika Blok ini telah
didirikan, ini berkat Freemasonry dan berkat disiplin yang dipelajari di
pusat-pusat pertemuan [Freemasonry]". "Kita perlu waspada dan yang
terpenting saling percaya, jika kita hendak menuntaskan kerja kita, yang
sejauh ini belum selesai. Kerja ini, Anda tahu.perang melawan kekuasaan kaum
pendeta, sedang berlangsung. Republik ini harus membersihkan diri dari
lembaga-lembaga keagamaan, menyapu bersih mereka dengan satu hantaman keras.
Perencanaan setengah-setengah di mana pun berbahaya; lawan harus dihancurkan
dengan sekali pukul. *2 *

The Catholic Encyclopedia meneruskan paparan tentang peperangan Masonry
Prancis melawan agama:

Sebenarnya seluruh pembaharuan Masonik "anti-kekuasaan kaum agamawan" yang
dijalankan di Prancis sejak 1877, seperti penghapusan pengajaran agama dari
pendidikan, kebijakan menentang sekolah-sekolah dan badan-badan kemanusiaan
Kristen swasta, pelarangan dewan-dewan keagamaan dan penghancuran lembaga
Gereja, diakui berpuncak pada perombakan anti-Kristen dan anti-agama
terhadap masyarakat manusia, tidak hanya di Prancis tapi di seluruh dunia.
Dengan demikian Freemasonry Prancis, sebagai pemimpin seluruh gerakan
Freemasonry, seolah meresmikan masa keemasan republik universal Masonik,
yang meliputi persaudaraan Masonik dari semua manusia dan seluruh bangsa.
"Masa Kejayaan Galilean," kata presiden Grand Orient, Senator Delpech, pada
tanggal 20 September 1902, "telah berlangsung selama 20 abad. Tapi kini
gilirannya dia mati. Gereja Katolik Roma, yang didirikan di atas dongeng
Galilean, mulai mengalami keruntuhan dengan cepat sejak hari didirikannya
Kelompok Masonik. *3 *

"Galilean" yang dimaksud kelompok Mason adalah Yesus, karena menurut Injil,
Yesus lahir di kota Galilee di Palestina. Karena itu, kebencian kelompok
Mason terhadap Gereja adalah sebuah luapan kebencian mereka terhadap Yesus
dan terhadap semua agama yang mengakui adanya satu Tuhan. Dengan budaya
materialis, Darwinis dan humanis yang mereka bangun di abad ke-19, mereka
yakin bahwa mereka telah menghancurkan agama dan menghidupkan kembali Eropa
dalam bentuk paganisme pra-Kristen [yakni agama politeistik atau agama
selain Kristen, Yahudi dan Islam].

Saat kata-kata ini diucapkan di tahun 1902, serangkaian undang-undang di
Prancis memperluas ruang lingkup penentangan terhadap agama. Tiga ribu
sekolah agama ditutup dan memberikan pelajaran agama apa pun di sekolah
dilarang. Banyak pendeta ditangkap, sebagian di antaranya diasingkan dan
orang-orang taat beragama mulai dianggap sebagai warga kelas dua. Karena
alasan ini, di tahun 1904, Vatikan memutuskan seluruh hubungan kenegaraan
dengan Prancis, tapi hal ini tidak mengubah sikap negara tersebut.
Dibutuhkan korban ratusan ribu jiwa orang Prancis yang melawan tentara
Jerman di Perang Dunia I sebelum keangkuhan negeri itu ditundukkan dan
Prancis mengakui kembali pentingnya nilai-nilai agama.

Seperti dinyatakan The Catholic Encyclopedia, perang melawan agama, sejak
Revolusi Prancis hingga abad ke-20, dilancarkan melalui "kebijakan-kebijakan
anti-pendeta yang dikeluarkan Parlemen Prancis" yang "diputuskan sebelumnya
di pusat-pusat pertemuan Masonik dan dilaksanakan di bawah arahan Grand
Orient." *4 *Fakta ini tampak jelas dari tulisan-tulisan Masonik. Misalnya,
sebuah kutipan dari terbitan Turki berjudul "A Speech Made by Brother
Gambetta on July 8 1875 in the Clémente Amitié Lodge" [Sebuah Pidato yang
Disampaikan oleh Saudara Gambetta tanggal 8 Juli 1875, di Pusat Pertemuan
Clémente Amitié] berbunyi:

Sementara bayangan ketakutan akan tindakan balasan mengancam Prancis, dan
doktrin agama serta pemikiran terbelakang melancarkan serangan melawan
prinsip dan hukum sosial modern, di tengah-tengah perkumpulan yang terampil,
berpandangan ke depan seperti Masonry yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip
persaudaraan, kita temukan kekuatan dan dukungan dalam perjuangan melawan
kekuasaan Gereja yang kelewat batas, sikapnya yang dibesar-besarkan dan
konyol serta tindakannya yang selalu berlebihan. kita wajib berjaga-jaga dan
meneruskan perjuangan. Dalam rangka menegakkan gagasan tentang tatanan dan
kemajuan manusia, mari kita bertahan agar perisai kita tidak dapat ditembus.
*5 *

Dapat dicermati bahwa tulisan-tulisan Masonik senantiasa menampilkan
gagasan-gagasan mereka sendiri sebagai "berpandangan jauh ke depan"
sementara menuduh orang taat beragama sebagai "terbelakang". Namun, ini
hanyalah permainan kata-kata. Pendapat mengenai "bayangan ketakutan akan
tindakan balasan", yang disebutkan dalam kutipan di atas, adalah sesuatu
yang juga ditentang oleh orang yang benar-benar taat beragama, tapi
dimanfaatkan kelompok Mason untuk membidik agama yang benar dalam usaha
mereka menjauhkan orang darinya. Selain itu, perlu ditegaskan kembali bahwa
filsafat materialis-humanis yang dianut kalangan Mason sesungguhnya adalah
takhayul, pola pemikiran terbelakang, warisan peradaban penyembah berhala
Mesir Kuno dan Yunani Kuno.

Karenanya, penggunaan istilah seperti "berpandangan jauh ke depan" dan
"terbelakang" oleh kelompok Mason dalam kenyataannya tidak memiliki dasar.
Sungguh, hal tersebut tidak berdasar karena pertikaian antara kelompok Mason
dan orang-orang taat beragama tidaklah lebih dari kelanjutan perseteruan
antara dua pandangan yang telah ada sejak masa paling awal dari sejarah.
Agamalah yang menyatakan yang pertama dari dua pandangan ini: bahwa umat
manusia diciptakan dengan kehendak Tuhan dan bahwa umat manusia wajib
menyembah-Nya. Inilah kebenaran itu. Pandangan yang berlawanan, yakni bahwa
manusia tidak diciptakan, melainkan menjalani kehidupan yang tanpa makna dan
tanpa tujuan, adalah yang dikemukakan oleh mereka yang mengingkari
keberadaan Tuhan. Ketika dipahami secara benar, dapat ketahui bahwa
penggunaan mereka akan istilah "terbelakang" dan "berpandangan jauh ke
depan" tidaklah memiliki dasar.

Dengan memanfaatkan gagasan tentang "kemajuan", kalangan Mason berupaya
menghancurkan agama. "Catholic Encyclopedia" menyatakan:

Hal berikut dianggap sebagai cara-cara utama [gerakan freemasonry]:
(1) Menghancurkan sama sekali seluruh pengaruh Gereja dan agama terhadap
masyarakat, yang secara licik dijuluki "clericalism" ["paham yang mendukung
kekuasaan kaum agamawan"], melalui penekanan terbuka terhadap Gereja atau
melalui sistem munafik dan menipu [yaitu] pemisahan antara Negara dan
Gereja, dan sejauh mungkin, menghancurkan Gereja dan seluruh agama yang
benar, yakni yang [bersumber dari] kekuatan di luar manusia, yang lebih dari
sekedar aliran kebangsaan dan kemanusiaan yang tidak jelas;

(2) Mensekularisasi, melalui sistem "unsectarianism" ["ketidakfanatikan"]
yang juga munafik dan menipu, seluruh kehidupan masyarakat dan pribadi dan,
khususnya, pengajaran dan pendidikan umum. "Unsectarianism"
["ketidakfanatikan"] yang dimaksud oleh pihak Grand Orient adalah
sectarianism [kefanatikan] yang anti-Katolik dan bahkan anti-Kristen,
ateistik, positifistik [aliran filsafat empirisme yang lebih kuat], atau
agnostik berbaju unsectarianism [ketidakfanatikan]. Kebebasan berpikir dan
bernurani anak-anak haruslah dibangun secara tertata dan terencana dalam
diri anak di sekolah dan dilindungi, sejauh mungkin, dari segala pengaruh
yang membahayakan, tidak hanya dari Gereja dan para pendeta, tapi juga dari
orang tua anak-anak itu sendiri, jika perlu, bahkan melalui paksaan
jasmaniyah dan kejiwaan. Kelompok Grand Orient menganggapnya sebagai sebuah
jalan yang mutlak diperlukan dan yang pasti tidak gagal menuju puncak
berdirinya republik sosial universal. *6 *

Dapat dipahami bahwa Masonry telah melaksanakan sebuah rencana, dengan
mengatasnamakan "pembebasan masyarakat", yang tujuannya menghapuskan agama,
sebuah rencana yang masih sedang dijalankan. Ini tidak boleh disalahartikan
dengan sebuah tatanan yang mengupayakan hak bagi setiap warga negara dengan
keyakinan agama apa pun untuk menjalankan agamanya secara bebas. Sebaliknya,
tatanan yang dicita-citakan oleh Masonry adalah sesuatu yang berupa
pencucian otak besar-besaran, yang dirancang untuk menghapus sama sekali
agama dari masyarakat dan dari akal pikiran setiap orang dan, jika perlu,
menindas para penganutnya.

AJARAN AGAMA ADALAH JALAN KELUAR DARI SEGALA KESULITAN

MASALAH UTAMANYA ADALAH KETIADAAN AGAMA
Kebijakan Prancis untuk menghapuskan agama bermula di abad ke-18 dan terus
berlangsung selama tiga abad; hasilnya telah mengubah negeri itu menjadi
sebuah bangsa yang takut terhadap agama, ajaran agama, dan orang-orang taat
beragama. Dalam beberapa tahun belakangan, dan sebagai akibat dari
berjalannya [kebijakan] ini, kalangan Muslim dan berbagai anggota
perkumpulan keagamaan telah diserang. Akan tetapi, ketakutan ini tidaklah
berdasar. Sebenarnya, bukanlah agama, namun ketiadaan agamalah yang
seharusnya ditakuti. Ajaran agama membawa kedamaian, kebahagiaan, keadilan,
dan sikap saling menghargai ke dalam masyarakat. Dalam masyarakat dengan
kesadaran beragama yang kuat, tidak mungkin ada kekerasan, kemaksiatan, atau
ketakutan. Dengan alasan ini, ketakutan Prancis terhadap agama tidak perlu
ada. Dalam masyarakat di mana perang, pertikaian, kekerasan dan
ketidakadilan merajalela, ajaran agama tidaklah ada.

Dalam masyarakat yang jauh dari agama, dapatlah dipastikan bahwa sebagian
besar orang bersifat mementingkan diri sendiri, tidak adil dan kosong dari
kebaikan akhlak. Hanya nilai-nilai agama yang menjamin kesempurnaan akhlak
bagi masyarakat dan pribadi. Mereka yang beriman kepada Tuhan berperilaku
penuh tanggung jawab, karena mereka hanya hidup untuk mendapatkan ridha
Tuhan dan paham bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan
mereka. Karena takut kepada Tuhan, mereka dengan hati-hati menghindari
perbuatan, sikap, perilaku buruk yang tidak disukai Tuhan. Sebuah masyarakat
yang dipenuhi orang-orang semacam ini akan menjadi masyarakat yang tidak
mengalami masalah-masalah sosial.

Sebaliknya, orang tak beriman, yang tidak mengakui bahwa ia pada akhirnya
akan diberi pahala atau dihukum akibat amal perbuatannya, tidak akan memberi
batasan atas perbuatan jahatnya. Walaupun menghindari bentuk perilaku
tertentu yang tidak disukai masyarakat, banyak orang tidak ragu melakukan
kejahatan lainnya saat mereka terdesak, terdorong, atau memiliki kesempatan.


Dalam masyarakat di mana tidak terdapat agama, orang rentan melakukan segala
macam perbuatan tidak terpuji. Misalnya, seseorang yang taat beragama tidak
akan pernah menerima suap, berjudi, merasa dengki, atau berbohong karena ia
tahu bahwa ia harus bertanggung jawab atas semua perbuatan itu di akhirat.
Namun, seseorang tak beragama cenderung mudah melakukan semua itu. Tidaklah
cukup bagi seseorang berkata, "Saya tidaklah taat beragama tapi saya tidak
menerima suap", atau "Saya tidaklah taat beragama tapi saya tidak berjudi",
sebab orang yang tidak takut pada Tuhan dan tidak percaya bahwa ia akan
memberikan pertanggungjawaban atas dirinya sendiri di akhirat mungkin akan
melakukan salah satu perbuatan itu ketika kesempatan atau keadaannya
berbeda. Seseorang yang berkata, "Saya tidak taat beragama tapi saya tidak
berzina" mungkin saja melakukannya di suatu tempat di mana perzinahan
dianggap wajar. Atau seseorang yang berkata bahwa ia tidak menerima suap
mungkin berkata, "Anak saya sakit dan hampir meninggal, karena itu saya
harus menerima suap", jika ia tidak takut pada Tuhan.

Sebaliknya, orang taat beragama tidak melakukan kenistaan serupa itu, karena
ia takut pada Tuhan dan ia tidak lalai bahwa Tuhan mengetahui niatnya dan
juga pikirannya.

Seseorang yang jauh dari agama mungkin berkata, "Saya tidak taat beragama
tapi saya pemaaf. Saya tidak merasa dendam atau benci," tapi suatu hari
peristiwa tak diinginkan mungkin saja menyebabkannya kehilangan kendali-diri
dan melakukan tindakan yang paling tidak diharapkan. Ia mungkin saja
berupaya membunuh atau melukai seseorang, karena acuan perilaku yang ia
pegang dapat berubah menurut lingkungan dan keadaan tempat di mana ia
tinggal.

Akan tetapi, seseorang yang beriman kepada Tuhan dan Hari Akhir tidak pernah
menyimpang dari akhlak baiknya, apa pun keadaan atau lingkungannya.
Akhlaknya tidaklah "berubah-ubah" namun tegar. Allah merujuk tentang akhlak
mulia orang-orang taat beragama dalam ayat-ayat-Nya:

*(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar
perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah
agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab
yang buruk. Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya,
melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan
kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan
dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) *.
(QS. Ar Ra'd, 13:20-22)

Dalam lingkungan tanpa agama, gagasan pertama yang akan terhapuskan adalah
keluarga. Nilai-nilai seperti kesetiaan, ketaatan, kepatuhan, cinta, dan
penghargaan, yang menopang keluarga, benar-benar ditinggalkan. Harus diingat
bahwa keluarga adalah pondasi masyarakat dan jika keluarga runtuh, runtuh
pulalah masyarakat. Bahkan negara tidak memiliki alasan untuk tetap ada,
karena seluruh nilai moral yang menopang negara telah lenyap.

Lagipula, dalam masyarakat tak beragama, tidak ada lagi alasan bagi
seseorang untuk memiliki rasa hormat, cinta atau kasih sayang terhadap orang
lain. Hal ini mengarah pada kekacauan hubungan antar-manusia. Si kaya
membenci si miskin, si miskin dengki terhadap si kaya. Kemarahan muncul
terhadap mereka yang cacat atau miskin. Atau serangan terhadap bangsa-bangsa
lain meningkat. Karyawan berselisih dengan majikan mereka dan majikan
bersengketa dengan para karyawannya, ayah memusuhi anak dan anak memusuhi
ayah.

Penyebab pertumpahan darah yang terus-menerus dan "*berita halaman tiga*" di
koran-koran adalah ketiadaan agama. Di halaman-halaman itu, setiap hari,
kita melihat liputan berita tentang orang-orang yang tanpa pikir panjang
saling membunuh karena alasan sangat sepele.

Sebaliknya, orang yang paham bahwa ia akan dihisab di akhirat tidak akan
menodongkan senjata ke kepala orang lain dan menembaknya. Ia tahu bahwa
Tuhan melarang manusia melakukan kejahatan, dan rasa takutnya pada Tuhan
memastikan bahwa ia akan menghindarkan diri dari azab ilahi. Dalam Alquran,
Allah memerintahkan manusia menghindar dari berbuat kerusakan.

*Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan
baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya
rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan* . (QS. Al
A'raaf, 7:56)

Keberadaan nilai-nilai agama memunculkan perasaan cinta karena Tuhan. Rasa
cinta ini memiliki pengaruh yang luar biasa baik dan bermanfaat bagi semua
orang. Untuk mendapatkan ridha Tuhan, orang beriman menghibur diri mereka
sendiri dengan cara yang paling mulia, dan saling mencintai dan menghormati.
Secara umum, belas kasih, sikap menghargai dan rasa kasih sayang meliputi
masyarakat.

Dilingkupi rasa takut pada Tuhan, orang sama sekali menghindar dari
menjerumuskan diri dalam perbuatan bejat atau jahat. Dengan cara ini, setiap
jenis kejahatan yang sebelumnya tidak mampu dicegah berhenti seketika. Jiwa
dan semangat agama melingkupi sekeliling.

Dalam masyarakat di mana agama tidak merasuk, sudah menjadi fakta yang
diakui bahwa orang menjadi bersifat berontak dan membangkang serta mengambil
sikap memusuhi negara mereka. Sebaliknya, bagi seseorang yang hidup
mengikuti ajaran agama, perintah negara sangatlah penting. Jika diperlukan,
seseorang akan mengorbankan hidupnya demi nilai-nilai ini. Bagi orang
seperti itu, kepentingan negerinya selalu berada di atas kepentingan
pribadinya. Mereka mempertahankan nilai-nilai agama dan melakukan yang
terbaik untuk membelanya.

Dalam keadaan yang sedemikian mendukung, memerintah negara menjadi sangat
mudah. Negara menjadi tempat yang aman dan makmur. Para penyelenggara negara
memperlakukan warga negaranya dengan adil dan lembut sehingga perlakuan
tidak adil pun berhenti. Sebagai imbalannya, mereka dihormati oleh warga
negara itu. Negara-negara seperti itu sudah pasti meletakkan dasar mereka di
atas pondasi yang tak tergoyahkan.

Dengan ketiadaan akhlak Islami, ayah menjadi musuh anaknya, dan sebaliknya,
sesama saudara berselisih, majikan menindas karyawan. Pabrik dan perusahaan
berhenti menjalankan usaha akibat kekacauan dan si kaya memeras keringat si
miskin. Di dunia dagang, orang mencoba saling berbuat curang. Kekacauan,
pertikaian dan kekerasan menjadi jalan hidup bagi anggota masyarakat. Alasan
semua ini adalah karena orang tidak memiliki rasa takut pada Tuhan. Orang
yang tidak takut pada Tuhan merasa bebas bertindak tidak adil, dan tidak
ragu mengambil jalan paling keras dan kejam-bahkan membunuh. Terlebih lagi,
tanpa merasa bersalah, mereka berani secara terbuka mengungkapkan ketiadaan
penyesalan mereka. Sebaliknya, seseorang yang yakin bahwa ia akan menghadapi
siksa abadi di neraka tidak akan pernah melakukan tindakan seperti itu.
Ajaran Alquran menihilkan semua perbuatan tidak baik semacam itu. Semuanya
diselesaikan secara sederhana, tenang dan dengan cara terbaik. Kesalahan
putusan hukum tidak terjadi dan, sementara itu, kantor polisi dan pengadilan
sulit menemukan kasus yang harus ditangani.

Pikiran damai dan tenang orang-orang di seluruh segi kehidupan membawa
kemakmuran kepada seluruh masyarakat. Penelitian ilmiah berkembang, tak satu
pun hari berganti tanpa adanya penemuan baru atau terobosan teknologi dan
hasilnya dimanfaatkan untuk kebaikan bersama. Kebudayaan berkembang dan para
pemimpin bekerja untuk kesejahteraan rakyat. Kemakmuran ini ada berkat
pikiran manusia yang terbebaskan dari tekanan. Ketika pikiran tenang,
seseorang dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih baik dan keadaan
ini memperbesar ruang lingkup berpikir. Hasilnya adalah pemanfaatan
kemampuan berpikir yang jernih dan tidak terbelenggu. Hidup dengan pijakan
akhlak yang baik membawa kemakmuran bagi masyarakat; mereka berhasil dalam
kegiatan bisnis dan dagang mereka. Pertanian dan industri berkembang. Di
seluruh bidang usaha, terdapat kemajuan yang nyata.

Jalan keluarnya sudah jelas: kembali kepada Tuhan, Pencipta segala sesuatu,
dan mencapai kebahagiaan dan kedamaian hakiki dengan berpegang pada agama
yang Tuhan ridhai untuk kita. Tuhan telah memberitahu kita bahwa keselamatan
di dunia ini adalah dengan kembali kepada agama dan telah memberi kabar
gembira bahwa hamba-hamba-Nya yang ikhlas tidak akan merasa takut, selama
mereka patuh pada-Nya.

*Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan
yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang
telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah
berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku
dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa
(tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik
*. (QS. An Nuur, 24:55)

Karena itu, dengan semua alasan yang sudah kami paparkan di atas, masyarakat
Prancis harus mencari jalan keluar bukan dengan ketiadaan agama tapi dengan
penerapan ajaran agama.Jalan keluar dari persengketaan yang berkembang,
kekerasan yang meningkat dan ketimpangan ekonomi tidaklah terletak pada
pembuangan agama; bahkan sebaliknya: harus dicari dengan upaya
menyebarluaskan ajaran agama. Ketika suatu bangsa takut pada Tuhan,
bertindak mengikuti hati nuraninya dan memperlihatkan rasa sayang, belas
kasih dan sikap menghargai, tidak ada keraguan bahwa hal itu akan dengan
mudah memberantas kekejaman dan kebobrokan dalam masyarakatnya.


[Non-text portions of this message have been removed]




Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links











Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke