Hikmah Tahun Baru Islam: 
      Merancang Hidup Lebih Baik
  
  
      Setiap  memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki 
      semangat baru  untuk merancang dan melaksanakan hidup ini 
      secara  lebih baik. ''Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang 
      kaya  raya.'' Kalimat itu diucapkan seorang sahabat Rasulullah, 
      Sa'ad bin  Rabi, kepada sahabat lainnya, Abdurrahman bin 'Auf. Sa'ad 
      tak  bermaksud pamer dan sombong, tapi hendak meyakinkan Abdurrahman 
      agar mau  menerima tawarannya. 
  
  ''Silakan pilih separuh hartaku dan ambillah,'' tegas Saad. Tidak hanya itu, 
      Saad  menambah penawarannya. ''Aku pun mempunyai dua orang istri,
      coba  perhatikan yang lebih menarik perhatian Anda, akan kuceraikan ia 
      hingga Anda  dapat memperistrinya.'' Abdurrahman menolak halus tawaran 
      tulus nan  menggiurkan itu. Malah ia minta ditunjukkan letak pasar. 
      Ia menolak  ikan, tapi mau kail agar bisa memancing sendiri. 
  
  ''Semoga Allah memberkati Anda, istri, dan harta Anda. Tunjukkanlah 
      letak pasar  agar aku dapat berniaga.'' jawabnya. Rekaman peristiwa dan 
      dialog  antara Sa'ad dan Abdurrahman itu, sebagaimana diriwayatkan 
      Anas bin  Malik, terjadi saat Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum 
      Muhajirin  dan Anshar di Madinah. Saad adalah penduduk Madinah, 
      sedangkan  Abdurrahman termasuk kaum Muhajirin. Saad bukan satu-satunya 
      kaum Anshar  yang menjadi penolong kaum Muhajirin. 
  
  Dengan semangat persaudaraan Islam, saat umat Islam Makkah hijrah 
      ke Madinah  bersama Rasulullah, umat Islam Madinah dengan suka-cita 
      menyambut  kaum pendatang, memberi bantuan, dan bersama-sama 
      membangun  negeri Islam Madinah. Keindahan ukhuwah Islamiyah kaum 
      Muslimin  generasi awal itu, antara Anshar dan Muhajirin, seakan tampak 
      di pelupuk  mata ketika kita memasuki Tahun Baru Islam 1425 Hijriyah, 
      hari  Minggu (22 Februari 2004 M). 
  
  Kita pun seyogianya menggali kembali hikmah  yang terkandung di balik 
      peristiwa  hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah 
ini. 
      Tahun  hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. 
      Sistem  penanggalan Islam itu tidak mengambil nama 'Tahun Muhammad' 
      atau 'Tahun  Umar'. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang 
      atau  penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun 
      Masehi yang  diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah 
(Ibrani). 
  
  Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, 
      yang  mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami 
      (dewa  matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan 
      kaisar  pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno 
      (naik tahta  tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan 
      Tahun  Samura). Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang 
      berasal  dari Raja Aji Saka. 
  
  Menurut dongeng atau mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan 
      dewa yang  datang dari India  untuk menetap di Tanah Jawa. Penetapan 
      nama Tahun  Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan 
      Khalifah  Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya 
      dengan  menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah 
      baginya  melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya 
      atau  membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan 
      Islam itu. 
  
  Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan 
      Islam,  karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai 
historis 
      yang amat  tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, orang 
      yang  berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. 
      Dialah yang  mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai 
      penghitungannya  dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan 
      Makkah  menuju Yatsrib (Madinah). 
  
  Dalam buku Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979), Sidi Gazalba, 
      cendekiawan  Islam asal Malaysia,  menuliskan, ''Dipandang dari ilmu 
strategi, 
      hijrah  merupakan taktik. Strategi yang hendak dicapai adalah 
mengembangkan 
      iman dan  mempertahankan kaum mukminin.'' Hijrah adalah momentum 
      perjalanan  menuju Daulah Islamiyah yang membentuk tatanan masyarakat 
      Islam, yang  diawali dengan eratnya jalinan solidaritas sesama Muslim 
      (ukhuwah  Islamiyah) antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. 
  
  Jalinan ukhuwah yang menciptakan integrasi umat Islam yang sangat kokoh 
      itu telah  membawa Islam mencapai kejayaan dan mengembangkan sayapnya 
      ke berbagai  penjuru bumi. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah 
      Islamiyah  bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Bisa dimengerti, 
jika 
      umat Islam  dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang 
      tertindas,  serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat 
jalinan 
      ukhuwah  Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar. 
  
  Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan 
      diamalkan  oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari 
hingga 
      tahun demi  tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang 
      lebih baik.  Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya 
selalu lebih 
      baik dari  hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut 
untuk 
      menjadi  lebih baik dari hari ke hari. Hadis Rasulullah yang sangat 
populer 
      menyatakan,  ''Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah 
      orang yang  beruntung. 
  
  Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini 
      lebih jelek  dari kemarin, adalah orang celaka.'' Oleh karena itu, sesuai 
      dengan QS  59:18, ''Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan 
      introspeksi)  tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi 
      hari esok  (alam akhirat).'' Pada awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa 
      merancang  hidup agar lebih baik dengan hijrah, yakni mengubah 
      perilaku  buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan 
      menjauhi  larangan-Nya. 
  
  ''Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah,'' 
      sabda  Rasulullah. Kita ubah ketidakpedulian  terhadap kaum lemah 
      menjadi  sangat peduli dengan semangat zakat, infak, dan sedekah. 
      Selain itu  juga mengubah permusuhan dan konflik menjadi persaudaraan 
      dan  kerjasama, mengubah pola hidup malas-malasan menjadi giat bekerja, 
      mengubah  hidup pengangguran dan peminta-minta menjadi pekerja mandiri, 
      dan tidak  bergantung pada belas kasih orang lain. 
  
  Lihat saja teladan Abdurrahman bin Auf dengan semangat wirausahanya.
      Ia memilih  berdagang untuk mencari nafkah hidupnya ketimbang menerima 
      belas  kasihan orang lain. Tidak kalah pentingnya, tahun ini kita harus 
hijrah 
      pilihan  politik, dari parpol dan politisi busuk kepada parpol dan 
politisi harum, 
      dari rezim  korup dan zalim kepada pembentukan pemerintahan Islami yang 
bersih. 
  
  Dengan kekuatan iman dan keeratan ukhuwah Islamiyah seperti kaum 
      Muhajirin  dan Anshar, umat Islam bisa kuat dan bahu-membahu memenangkan 
      partai Allah  (hizbullah) yang menegakkan syiar Islam berasaskan tauhid 
dan 
      ukhuwah,  bukan memenangkan partai setan (hizbusy syaithon) yang 
      mengibarkan  bendera kebatilan. 
       
      Wallahu  a'lam. Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1428 Hijriyah. 
       
      
 
---------------------------------
Food fight? Enjoy some healthy debate
in the Yahoo! Answers Food & Drink Q&A.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke