Apakah Pak Ibrahim Isa telah diangkat menjadi attache penerangan KBRI di Den 
Haag? Hebat juga.


  ----- Original Message ----- 
  From: IBRAHIM ISA 
  To: mediacare@yahoogroups.com 
  Sent: Friday, December 01, 2006 9:07 PM
  Subject: [mediacare] Kolom IBRAHIM ISA -- SILATURAKHMI DI KBRI - DEN HAAG


  Kolom IBRAHIM ISA
  Jum'at, 01 Desember 2006
  ------------------------
  SILATURAKHMI DI KBRI-DEN HAAG
  <Menyambut Dubes Baru RI Utk Belanda Junus Habibie>

  Rabu malam, tanggal 29 November y.l, KBRI-Den Haag ramai
  dikunjungi sebagian masyarakat Indonesia di Belanda. Aku taksir
  paling tidak ada dua-ratusan. Mereka datang menyambut dan
  bersilaturakhmi dengan Dubes Baru, Junus Effendi Habibie. Betul,
  bukan saja namanya yang sama dengan mantan Presiden Habibie. Beliau
  itu adalah adik kandung mantan Presiden Habibie.Ini dinyatakannya
  sendiri malam itu. Melihat penuh sesaknya KBRI, Dubes Fanny Habibie
  tampak gembira dan bangga, mendapat sambutan demikian hangatnya. Semua
  datang atas undangan KBRI untuk acara BERSILATURAKHMI dengan Dubes RI
  yang baru, Junus Fanny Habibie.

  * * *

  Kami bertiga, putri kami Pratiwi dan 'vriend'-nya, serta istriku
  Murti, hadir di situ. Habibie mengucapkan sambutannya dalam tiga
  bahasa silih berganti, Indonesia - Belanda dan Inggris, agar hadirin
  yang datang bisa mengerti. Maklum yang datang ada yang hanya mengerti
  bahasa Indonesia, ada yang hanya mengerti bahasa Belanda dan ada yang
  mengerti baik bahasa Belanda maupun bahasa Inggris.

  Tak lama setelah menikmati santapan hidangan KBRI, yang kwantitasnya
  jauh di bawah jumlah hadirin itu, kami siap-siap pulang.Tidak sampai
  mengikuti acara ramah tamah. Setelah kesibukan acara makan akan
  diteruskan dengan acara gembira ria dengan musik hidup yang sudah siap.

  Bersama-sama istri, aku menghampiri Dubes Habibie ketika beliau
  kebetulan belum mulai makan siap-sia hendak makan. Untuk Dubes, Bu
  Duta dan sejumlah tertentu hadirin disiapkan tersendiri di salah satu
  sisi ruangan yang diberi semacam sekat. Aku perlukan bersalaman
  memperkenalkan diri dengan beliau dan Bu Duta. Ketika kami berdjabat
  tangan, aku bilang: Saya Ibrahim Isa, datang kesini atas undangan
  KBRI. Terima kasih atas undangan; kapan-kapan saya ingin bertemu
  sendiri dengan Pak Dubes. Dalam pidatonya, Dubes ada mengatakan dalam
  bahasa Inggris, "Do not hasitate to contact me!', 'Jangan ragu-ragu
  menghubungi saya'. Aku ingat ucapan beliau itu. Mendengar bahwa saya
  bermaksud berbincang-bincang dengannya, beliau senyum saja. Barangkali
  beliau tidak menduga akan ada tanggapan kontan atas tawarannya 'Do
  not hasitate to contact me'. 

  Aku rasa berhubungan dengan Pak Dubes perlu dan penting, betapapun
  beliau mewakili sebuah pemerintah pasca-Suharto yang, seperti
  dinyatakan, punya program Reformasi, Demokratisasi. HAM dan
  pemberantasan korupsi. Sesudah Suharto jatuh, aku menjalin hubungan
  dengan KBRI, khususnya dengan Dubes Abdul Irsan dan sempat berkenalan
  baik dengannya. Pada periode rezim Orba aku tak pernah ke KBRI. Tak
  bisa lain! Karena rezim Orba sesungguhnya tidak mewakili kepentingan
  bangsa dan negara Republik Indonesia. Tegaknya Orba adalah atas dasar
  kekerasan militer, penggulingan Presiden Sukarno dan rekayasa di
  bidang hukum dan undang-undang. Bagiku rezim Orba samasekali tak
  punya legitimitas dan keabsahan. Dalam perkembangan selanjutnya 
  rezim otoriter dan korup Jendral Suharto telah digulung oleh arus dan
  gelombang besar gerakan Reformasi dan Demokratisasi, pada bulan Mei 1998.

  DUBES MOH. JUSUF YANG DIGANTIKAN FANNY HABIBIE.
  Dutabesar yang digantikan oleh Junus Fanny Habibie, adalah Mohamad
  Jusuf. Aku kenal baik dengan. Sering berktukar fikiran dengan Dubes
  Moh. Jusuf. Orangnya ramah, terbuka, menyenangkan. 

  Namun, bagiku, yang terpenting ialah: --- Beliau menunjukkan
  kepedulian sungguh-sungguh terhadap keadaan orang-orang Indonesia yang
  paspornya dicabut sewenang-wenang oleh rezim Orba. Beliau ada
  perhatian terhadap orang-orang yang HAM-nya dilanggar oleh Orba.

  Pada masa akhir tugas Dubes Moh. Jusuf di Belanda, menjelang
  keberangkatan beliau kembali ke Indonesia, atas undangan beliau,
  'kami' sempat berdialog dalam suatu pertemuan bersama di Wisma
  Nusantara, Wassenaar. Yang aku maksudkan 'kami', ialah 'kami-kami',
  'orang-orang yang terhalang pulang'. 'Terhalang pulang' disebabkan
  oleh pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim Orba, yang dengan
  sewenang-wenang telah mencabut parpor orang-orang Indonesia yang
  ketika itu sedang berada di luarnegeri. Mengapa mereka dicabut
  paspornya? Macam-macam penyebabnya. 

  Tetapi penyebab utama dan hakiki, ialah karena 'kami-kami' ini tetap
  setia pada Presiden Republik Indonesia Ir Sukarno; dengan tegas
  menolak mengutuk Presiden Sukarno, yang ketika itu dituduh kaum
  militer yang sudah berkuasa di Jakarta dibawah Jendral Suharto, -- 
  terlibat dengan peristiwa G30S, bahkan difitnah sebagai 'dalang G30S',
  dsb. 

  Dubes Moh. Jusuf, yang menyelenggarakan 'acara perpisahan' pagi itu,
  minta kepada 'kami-kami' ini, untuk tanpa sungkan-sungkan menyampaikan
  isi hati kami, terhadap masalah yang bersangkutan dengan pencabutan
  paspor tsb. Pada penutupan pertemuan itu beliau berjanji akan
  menyampaikan dan melakukan apa yang dapat beliau lakukan, demi solusi
  terhadap 'masalah kami' itu. Ya, menurut istilah ORBA, 'kami-kami
  ini' adalah 'orang-orang yang bermasalah' . Padahal 'kami-kami ini'
  adalah sebagian kecil saja dari warganegara Republik Indonesia, yang
  berjumlah kurang lebih 20 juta orang korban Peristiwa Pelanggaran HAM
  terbesar 1965. 'Kami-kami' ini adalah warganegara yang tak bersalah
  dan cinta tanah air, serta setia kepada Republik Indonesia. Sudah
  puluhan tahun lamnya hak-hak sipil dan hak-hak politiknya dicabut,
  didiskriminasi, distigmatisasi dan dimarginalisasi oleh rezim Orba.

  * * *

  Yang juga amat berkesan padaku mengenai Dubes Mohamad Jusuf, ialah
  ini: Menjelang usai tugas beliau sebagai Dubes RI di Belanda, Moh
  Jusuf telah memberikan persetujuannya kepada Wertheim Foundation, yang
  mengajukan permohonan kepada Dubes agar penyampaian 'Wertheim Award'
  kepada pejuang kemerdekaan pers dan demokrasi Indonesia, yaitu
  Goenawan Muhammad dan Jusuf Isak, diadakankan di wilayah Republik
  Indonesia, yaitu di Wisma Nusantara, KBRI Den Haag, Tobias Asserlaan
  No 8. 

  * * *

  DUBES ABDUL IRSAN
  Dubes Mohamad Jusuf mengggantikan Dubes Abdul Irsan. Dengan beliaulah
  aku pertama kali berhubungan lagi dengan Dubes RI di luarnegeri.
  Pertama kali kukatakan, karena selama lima tahun bertugas di Cairo,
  Mesir, mewakili Indonesia dalam Sekretariat Tetap AAPSO -
  Asian-African People's Solidarity Organization <suatu organisasi NGO
  AA yang urusannya adalah memberikan sokongan dan dukungan terhadap
  perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika>, aku bekerjasama
  dan berkordinasi erat dengan Kedubesan INDONESIA di pelbagai negeri
  Asia-Afrika.

  Dubes Abdul Irsan memang istimewa. Karena, beliau khusus mendatangi
  'kami-kami' ini. Beliau mengambil inisiatif lebih dahulu. Tidak
  menunggu-nunggu. Mungkin ini pengaruh politik Reformasi dan
  Demokratisasi yang bergelora di tanah air. Ada dampaknya juga ke
  KBRI-KBRI.
  Aku ingat ketika aku pertama kali datang ke KBRI Den Haag, para
  diplomat yang bertugas ketika itu, dengan ramah mengatakan kepadaku:
  'Pak Isa, anggaplah KBRI ini rumah sendiri'. Wah, aku tak bisa
  menyembunyikan rasa terharuku. Bayangkan, puluhan tahun lamanya
  'label' yang ditimpakan padaku adalah 'pengkhianat bangsa', 'agen
  G30S/PKI di luarengeri'. Ketika itu kami membicarakan masalah rencana
  kedatangan Mengteri Menkumdang Yusril Ihza Mahendra yang membawa
  Instruksi Presiden (Wahid) No. 1, Tahun 2000. Suatu intruksi untuk
  'mengurus' 'kami-kami' ini, yang dikatakan 'orang-orang yang
  terhalang pulang'.Ternyata Menteri Yusril hanya memberikan janji-janji
  saja, tanpa tindakan kongkrit. Itu enam tahun yang lalu. 

  Kalau kali ini kedatangan Menteri Menkum HAM Hamid Awaluddin ke Den
  Haag, tidak bertolak dari pemahaman bahwa sumber masalah adalahya
  pelanggaran HAM Orba dengan pencabutan paspor secara sewenang-wenang
  terhadap warganegara yang tidak melakukan kesalahan apapun; tidak
  memahmi bahwa perlakuan Orba ketika itu, adalah suatu pelanggaran HAM
  yang harus diakuinya terus terang, minta maaf, dan melakukan langkah
  pengkoreksian, maka masalah 'kami-kami' ini akan tetap menggantung.
  Memang bagi pemerintah SBY yang sekarang ini tidak gampang mau
  mengurus masalah ini. Karena masalah ini adalah bagian dari sejarah
  kita, bagian saja dari pelanggaran HAM terbesar Orba pada tahun-tahun
  1965-1966 dst.

  * * *

  Sehubungan dengan kesanku mengenai Dubes Abdul Irsan ialah sikap
  beliau terhadap Bung Karno, Bapak Nasion Indonesia dan Proklamator
  Kemerdekaan Republik Indonesia. Yang bagiku tidak terlupakan, ialah
  kerjasama masyarakat Indonesia dan Belanda dengan KBRI di bawah Dubes
  Abdul Irsan dalam tiga hal. 

  Pertama, sekitar peluncuran buku Prof. Dr. Bob Hering, berjudul
  'SOEKARNO FOUNDING FATHER OF INDONESIA 1901-1945'. Memang istimewa.
  Itu terjadi dalam situasi ketika nama baik, hak-hak politik dan sipil
  mantan Presiden Sukarno samasekali belum direhabilitasi secara formal
  oleh pemerintah pasca Orba, berarti formalnya Bung Karno masih
  'tahanan rumah'. Dalam situasi seperti itulah, KBRI Den Haag menjadi
  tempat dari peluncuran buku klasik, historis, terpenting dan terjujur
  mengenai Bung Karno yang ditulis oleh seorang sarjana Belanda. Dan itu
  terjadi tepat pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, 2002. Memang itu
  permintaan Bob Hering sendiri, agar peluncuran bukunya itu dilakukan
  pada Hari Sumpah Pemuda, dan di wilayah RI, yaitu di KBRI. Bagusnya
  hal inipun disepakati dengan tulus oleh KITLV, penerbit buku Bob
  Hering tsb.

  Itu, fikirku, berkat kebijaksanaan Dubes Abdul Irsan. Sampai dimana
  itu dibenarkan oleh Menlu ketika itu, aku tak tahu. Andikata Menlu
  ketika itu tak setuju, belum tentu berani menyatakannya, sebab ketika
  itu Arus Reformasi dan Demokratisasi masih merupakan angin segar, yang
  tak berani orang melawannnya secara terus-terang.

  Kedua, ialah dukungan dan keterlibatan Dubes Abdul Irsan dan KBRI
  dengan persiapan dan penyelenggaraan peringatan SEABAD BUNG KARNO,
  yang inisiatifnya diambil oleh kalangan masyarakat Indonesia di
  Belanda. Dubes Irsan juga memberikan pidato sambutannya atas
  peringatan Seabad Bung Karno. Itu terjadi tahun 2001 di Belanda. Arti
  penting dari peringatan Seabad Bung Karno, ialah, mengigatkan kembali
  kepada masyarakat kepada seluruh bangsa, terutama generasi muda,
  betapa penting belajar dari keteladanan Bung Karno sebagai Bapak
  Bangsa, Penggali Pancasila, falsafah dasar negara Republik Indonesia 
  Dalam peringatan itu ditekankan betapa pentingnya untuk dengan
  sungguh-sungguh mempelajari ajaran Bung Karno dan mentrapkannya dalam
  situasi konfkrit sekarang ini, demi persatuan dan kesatuan Indonesia,
  demi membina haridepan Indonesia yang adil dan makmur.

  Dewasa ini kembali kita mendengar penilaiaan positif tentang Bung
  Karno, peranan beliau sebagai bapak bangsa , sebagai negarawan ulung,
  seperti yang dikemukakan oleh Presiden SBY dan Ketua Muhammadiah, Din
  Syamsudin. Syukur Alhamdulilah. Ada kesadaran seperti itu yang
  disosialisasikan.

  * * *
  Yang ketiga, yang selalu akan terkenang sehubungan dengan beleid
  Dubes Irsan, ialah ketika beliau mengajukan kepada 'kami-kami' ini,
  agar bersedia memberikan semacam kuliah pada sebuah Lyceum (SMA)
  Belanda, mengenai masalah SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN
  INDONESIA. 

  Bagiku permintaan Dubes Abdul Irsan itu, memang tak terduga
  samasekali. Beliau begitu yakin pada kami, sehingga minta kami untuk
  memberikan kuliah/penjelasan kepada murid-murid Belanda mengenai
  perjuangan nasional kita. Berarti beliau sedikitpun tidak meragukan
  patriotisme kami dan kepedulian kami atas nasib bangsa dan tanah air.
  Sungguh tidak ada kesan yang lebih mendalam selain sikap Dubes Irsan
  yang begitu percaya pada kami-kami ini sehubungan dengan kepedulian
  dan kejujuran kami berkenaan dengan masalah sejarah perjuangan
  nasional kita. 

  Aku fikir, kalau dengan semangat ini KBRI bekerjasama dengan
  masyarakat Indonesia, khususnya dengan 'kami-kami' ini, maka akan
  cerahlah suasana di Belanda ini, sehubungan dengan usaha dan kegiatan
  masing-masing dalam kepedulian dan pengabdian terhadap bangsa dan
  anah air

  * * *
  KUASA USAHA DJAUHARI ORATMANGUN 
  Dalam pidato sambutannya, Dubes Baru Fanny Habibie, memuji kegiatan
  KBRI selama ini yang dipimpin oleh Kuasa Usaha Djauhari Oratmangun.
  Aku kira pada temopatnya pujian tsb.

  KBRI di bawah pimpinan Kuasa Usaha Djauhari Oratmangun ketika itu,
  bekerjasama erat sekali dengan masyarakat Indonesia dalam
  mensukseskan penyerahan Wertheim Award 2005 kepada Goenawan Mohaamd
  dan Jusuf Isak. Ini adalah kerjasama pertama yang berhasil antara KBRI dan
  Wertheim Foundation.

  KBRI di bawah Kuasa Usaha Jauhari Oratmangun, juga telah dengan baik
  menerima seorang sarjana Belanda, purnawiran Brigjen Artileri Tentara
  Kerajaan Belanda, Dr. Ben Bouman, yang hendak berkunjung ke KBRI untuk
  menyerahkan bukunya berjudul 'De Logistiek Achter de Indonesische
  Revolutie, 1945-1950'. Dr Bouman sahabat baikku. Aku usahakan betul
  ketika itu, agar kunjungan Dr Bouman ke KBRI itu bisa berlangsung
  dengan lancar. Dalam hal ini Kuasa Usaha Djauhari mengambil kebijakan
  yang memungkinkan kelancaran kunjungan. Seperti diketahui buku Dr
  Bouman akan diluncurkan di Jakarta pada bulan ini. Para mantan perwira
  TNI peduli sejarah, telah memanfaatkan kesempatan ini untuk
  melangsungkan bedah buku Dr Bouman, yang akan bertempat di Gedung
  Erasmun, Jakarta. 

  * * *

  Demikianlah adanya. Pada saat kedatangan Dubes RI yang baru untuk
  Belanda, Junus Effendi Habibie, kita menoleh sedikit ke belakang,
  mengenai pengalaman kita dengan para Dubes sebelumnya. Harapan terbaik
  kita tentunya, di bawah Dubes RI yang baru, kerjasama dan saling
  pengertian antara masyarakat Indonesia dengan KBRI, akan berlangsung
  lancar dan semakin baik adanya.

  Nah, selamat datang dan bekerja Dubes RI yang baru untuk Kerajaan
  Belanda. Semoga sumbangan KBRI Den Haag atas usaha mendorong maju
  saling pengertian dan kerjasama Indonesia-Belanda, akan mencapai
  hasil-hasil baru.

  * * * * *



   


------------------------------------------------------------------------------


  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition.
  Version: 7.1.409 / Virus Database: 268.15.3/562 - Release Date: 12/1/2006

Kirim email ke