JATAM- Love Monday Discussión
Jakarta, 8 Januari 2007
PERUBAHAN IJIN PERTAMBANGAN DI RUU MINERBA, BERMANFAAT UNTUK SIAPA?
Pembahasan RUU Mineral dan Batubara telah memasuki babak-babak terakhir.
Panitia kerja RUU Minerba DPR RI mentargetkan pembahasan RUU Minerba yang
akan menggantikan UU Pertambangan Umum No. 11/1967 ini akan selesai dan
disahkan bulan Maret 2006. Pemerintah dan DPR RI menyatakan bahwa peyusunan
RUU ini dilakukan untuk menyesuaikan tuntutan berlakunya otonomi daerah dan
mendorong peningkatan investasi pertambangan.
UU Pertambangan Umum No. 11/1967 disahkan beberapa bulan setelah Kontrak
Karya (KK) PT Freeport ditandatangani pada tahun 1967. Tak heran jika KK
PT Freeport memandu arah industri pertambangan Indonesia, sampai empat
dekade terakhir. Mulai menumpukan industri pertambangan kepada investasi
asing skala besar ijin diberikan untuk luasan yang masiv, kawasan
perijinannya tumpang tindih dengan peruntukan lainnya, termasuk wilayah
kelola rakyat dan kawasan lindung, penggunaan teknologi pengolahan limbah
yang primitif dan murah, bagi hasil yang merugikan negara hingga warisan
kerusakan paska penutupan tambang.
Memandang bahan tambang dan batubara sekedar sebagai Komoditas dagang
adalah kesalahan terbesar paradigma pengelolaan sector pertambangan di
Indonesia. Itulah sebabnya keberhasilan industri tambang hanya dihitung
berdasar seberapa banyak investasi yang masuk atau perijinan yang
dikeluarkan oleh Departemen ESDM serta berapa peningkatan bahan mineral dan
batubara yang digali dan diekspor. Itulah sebabnya pemerintah selalu
memperkarakan isu yang sama selama berpuluh tahun. Mulai keluhan-keluhan
bahwa industri pertambangan stagnan karena tidak ada peijinan baru,
terhambatnya ekspansi industri pertambangan karena tak boleh menambang
dengan biaya lebih murah di kawasan lindung, PETI yang merugikan
pertambangan skala besar, hingga paranoid berkepanjangan terhadap tuntutan
arbitrase internasional yang dilontarkan pelaku pertambangan.
Itu pula sebabnya isu penting dan mendasar pengelolaan sector pertambangan
tak pernah digubris, apalagi menjadi agenda pembaharuan pemerintah dalam 40
tahun terakhir. Bahwa jumlah dan luasan perijinan pertambangan yag
diberikan sudah tidak masuk akal. Hingga tahun 2004, setidaknya ada 1792
perijinan Pertambangan dan Batubara . (1)
Bahwa perijinan pertambangan telah menimbulkan konflik dengan masyarakat
local, penambang tradisional dan sector lainya.(2) Bahwa penduduk lokal
sekitar pertambangan mengalami kekerasan hingga pembunuhan karena menolak
lahan pertanian dan hutannya berubah menjadi pertambangan.(3) Bahwa
pertambangan yang sudah berproduksi, daya rusaknya telah mengakibatkan
menurunnya kualitas ekonomi, lingkungan dan sosial rakyat yang berujung
pemiskinan dan gangguan kesehatan. Bahwa perusakan lingkungan yang masif
tak dipulihkan setelah perusahaan mengakhiri dan meninggalkan begitu saja
kawasan tambangnya (mine closure). Bahwa pendapatan sektor pertambangan
tidak signifikan kontribusinya terhadap pendapatan negara.(4) Jika
dibanding biaya yang harus dikeluarkan penduduk local yang
pontang-panting berhadapan dengan daya rusak pertambangan atau biaya
pemulihan kawasan tambang yang ditinggalkan (abandoned mine).
Tabel : Statistik kegiatan pertambangan umum
StatusSurvei UmumEksplorasiStudi KelayakanKonstruksiProduksiTerminasiAktif
KK427761112055
PKP2B333218245389
KP12174--459488965
Sumber : Ditjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Februari 2005. Perijinan
Kuasa Pertambangan (KP) belum merepresentasi seluruh peijinan KP yang
dikeluarkan Pemda. Diperkirakan angkanya lebih besar.
Lahan Mana Lagi
Saat ini investor mempermasalahkan RUU Minerba yang mengubah bentuk
perijinan KK yang harus ditandatangani oleh negara diubah menjadi Kontrak
Kerjasama yang ditandatangani oleh BUMN. Alasan pemerintah, sistem KK
membuat posisi pemerintah sama dengan perusahaan dan pemerintah selalu di
posisi kalah jika terjadi sengketa dalam pertambangan karena diancam akan
dibawa ke arbritase internasional.
Jauh sebelum rencana memakai sistem kontrak melalui BUMN, model dengan
sistem perizinan sempat ramai diperdebatkan dalam pembahasan RUU Minerba di
tingkat Pansus. Protes keras dari kalangan investor pertambangan sempat
dilontarkan. Alasannya perubahan sistem perijinan akan menghambat investor
yang ingin menanamkan modalnya di sektor pertambangan. Bagi perusahaan
pertambangan, sistem perizinan tidak menarik bagi investor karena tidak ada
kepastian hukum. RUU Minerba juga akan membuat perijinan lebih sederhana,
yaitu hanya ijin eksplorasi dan izin ekploitasi. Izin ekplorasi selama 3
tahun dan dapat diperjanjang sekali lagi selama 3 tahun, sedangkan izin
ekploitasi selama 30 tahun dan dapat diperpanjang dua kali lima tahun.
Bagaikan jauh panggang dari api. Begitulah refleksi
permasalahan-permasalahan pengelolaan sektor tambang di Indonesia setelah
40 tahun dengan bahasan perijinan RUU minerba. Sebanyak 2264 perijinan
mineral dan Batubara pada tahun 2005 sudah melahirkan banyak masalah yang
tak mampu diurus oleh pemerintah. Rakyatlah yag menanggung biaya-biaya
masalah tersebut. Ironisnya, RUU minerba justru membicarakan bagaimana
memberi ijin-ijin baru.
Pertanyaan kemudian, lahan sebelah mana lagi yang akan diberikan ijin untuk
ditambang? Berapa lagi biaya sosial, lingkungan dan ekonomi yang harus
ditanggung penduduk lokal untuk membayar daya rusak operasi pertambangan di
wilayah mereka ?
-----------------------------------
Keterangan:
1. Setidaknya terdapat 1194 ijin kuasa Pertambangan, 341 Kontrak karya dan
257 PKP2B, perijinan ini meliputi lebih dari 35% daratan Indonesia.
2. Lihat kasus PT KM/ Rio Tinto Kaltim , PT IMK kalteng, juga kasus
pertambangan di kawasan lindung
3. Jatam mencatat kasus intimidasi dan kekerasan terjadi disemua
pertambangan skala besar yang telah beroperasi, beberapa diantaranya bahkan
terjadi kasus pembunuhan, Lihat kasus PT IMK di Kalimantan Tengah, PT
Freeport di Papua dan Newcrest di Maluku utara.
4. Kontribusi royalti sector pertambangan ke APBN sepanjang tahun
2000 2004 berkisar 1,3 2,3 trilyun pertahun
------------------------------------
Permasalahan di atas diulas dalam Love Monday Discussion yang
diselenggarakan oleh JATAM pada 8 Januari 2006 di Cafe Darmint, Pasar
Festifal Kuningan.
Narasumber yang hadir adalah :
1. Witoro, Direktur Teknik dan Lingkungan Dirjen Minerba Pasbum ESDM
2. Alvin Lie, Anggota Panja RUU Minerba DPR RI
3. Andiko, Peneliti Kebijakan Pertambangan
Apabila kawan-kawan ingin mendapatkan bahan yang dipresentasikan, silahkan
menghubungi kami.
Terima kasih
Luluk Uliyah
Media Publikasi JATAM
email: [EMAIL PROTECTED]
HP. 0815 9480 246