Bung/Mbak Ninoy NGO, Terima kasih untuk tanggapannya tentang Teluk Buyat. FYI, pengirimnya, Pak Kasan Mulyono adalah pejabat humas di Newmont. Kebetulan saya ikut gabung di milis PERHUMAS, dimana Pak Kasan juga ada. Ya, harap maklum saja, saat ini kan Newmont belum divonis bersalah, jadi punya hak untuk membela. Walau saya belum pernah ke Buyat, tapi membaca beragam tulisan dari berbagai sumber, saya tidak yakin bahwa Newmont 100% bersalah. Saya malah menduga Newmont hanyalah korban dari "black campaign" oleh berbagai pihak - bisa dilakukan oleh NGO, politikus dan lain sebagainya. Saya sudah banyak mendengar kabar beberapa perusahaan besar yang diperas oleh berbagai pihak. Kalau perusahaan tersebut mengeluarkan dana, kasus tersebut tak diributkan lagi. Kalau Anda jeli, KOMPAS Minggu (kalau tak salah) pernah memuat satu halaman penuh foto tentang masyarakat (penduduk asli) di Buyat bermain-main di pantai dan juga mandi di laut, termasuk mancing ikan. Saya kok percaya, bahwa itu bukan manipulasi belaka. Salam, RD
ninoy aja <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Bung, Terima kasih atas informasinya, terima kasih sudah menyebarluaskan kebohongan publik yang berbahaya. Bukan main, saya sampai terkejut mendapat info "sesat" ini, rasanya luar biasa sekali orang mau melakukan hal-hal seperti ini, atau karena anda tidak mengerti fakta tentang Buyat? Apakah ini sengaja dibuat sebagai kampanye yang cukup besar untuk bisa ikut "mempengaruhi" keputusan pidana di PN Manado terkait gugatan pemerintah (cq. Kementrian Lingkungan Hidup) terhadap PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) atas pencemaran teluk Buyat. Walau masih menjadi kontroversi, dengan kejujuran dan rasa kemanusiaan yang tinggi; kita bisa melihat fakta nyata sebagai berikut : - 67 KK (200 jiwa) penduduk Buyat yang tinggal di pesisir pantai Buyat telah berhasil direlokasi ke Desa Duminanga Kab. Bolmong, Sulut. Perubahan hidup dari nelayan ke sektor tani bukanlah hal yang mudah, apalagi mereka sudah dalam kondisi tidak sehat seperti semula karena kadar merkuri dan arsen bisa distop namun yang terlanjur ada dalam tubuh tidak bisa dihilangkan. - Sementara 3800 jiwa lebih masyarakat yang masih tertinggal di Desa Buyat (letak diatas pantai Buyat) saat 89% diantaranya menderita sakit yang "belum terdeteksi" apa sebabnya, namun dari gejala penyakit yang ada seperti pusing, kram dan nyeri di persendian tulang, penyakit kulit, benjolan bahkan banyak kasus pendarahan yang dialami perempuan dewasa bahkan anak perempuan. Sementara itu, setelah kasus kematian bayi Andini (3bulan) warga Buyat yang orang tuannya sudah ikut ke relokasi baru, di Desa Buyat sudah ada beberapa kasus kematian bayi dengan keadaan yang menyedihkan dengan kondisi lahir dengan ada benjolan, kulit terkelupas dan seperti terbakar. Ada juga bayi yang sampai saat ini bertahan hidup dalam kondisi penyakit kulit yang menyedihkan Semua orang yang ikut bertanggung jawab atas tragedi Buyat bisa mengelak dari apapun, terutama pemerintah daerah Sulut dibawah Gubernur sebelumnya AJ. Sondakh sudah keterlaluan berpihak pada perusahaan, dan sekarang bapak Sarundayang sebagai gubernur baru harus mengambil tanggung jawab terutama mengurusi kesehatan warga Buyat, walau saya dengar mereka sampai saat ini belum terlihat secara serius menangani masyarakat yang sakit. Benar atau tidak, jika kondisi rakyat desa Buyat tidak segera ditangani, apa tidak mungkin berapa tahun lagi mereka perlahan akanmusnah? Harusnya pemerintah daerah dan pusat cepat tanggap untuk menangani upaya penyembuhan masyarakat Buyat, bukannya seperti sekarang justru sibuk dan terfokus untuk urusan mengelola uang perjanjian damai atas gugatan perdata KLH pada PT. NMR sebanyak $30 juta yang dibayar PT.NMR secara mencicil selama 10-12 tahun, apalagi uang ini kelak akan dikelola oleh sebuah yayasan di bawah koordinasi Menko Kesra. Sementara masyarakat yang menjadi korban belum tersentuh oleh "uang" tersebut walaupun hanya untuk biaya berobat. Tragedi Buyat sudah terlanjur terjadi. Inilah yang menjadi pegangan kuat bagi saudara-saudara kita di masyarakat Minahasa Utara khususnya diberbagai desa yang daerahnya sudah menjadi rencana pembangunan tambang emas 2 perusahaan asing PT. MSM (Meares Soputan Mining) dan PT. TTN (Tambang Tondano Nusa Jaya) yang semula akan membuang limbah kelaut seperti PT. NMR di teluk Buyat, namun karena resistensi penolakan yang sangat kuat dari masyarakat maka 3 Departemen terkait (KLH, ESDM dan Depdagri) pada Maret 2006 memutuskan tidak memberi ijin lagi untuk pembuangan tailing/limbah di laut. PT. MSM-TTN kemudian merubah rencana pembuangan melalui pembangunan dam limbah yang terletak di punggung Gunung Tokatindung, sementara dibawah gunung tersebut terletak pemukiman rakyat. Pemenang tender pembangunan konstruksi dam ini adalah perusahaan Bakrie Contruction senilai $20 Juta. Dam tersebut direncanakan bisa memuat 10juta metrik ton tailing selama 6 tahun beroperasi, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika dam tersebut jebol? Tragedi tsunami lumpur Lapindo ke-2 akan lebih hebat terjadi di Sulut, karena lumpur yang ada di Sidoarjo "katanya" cuma berkisar 5 juta metrik ton!!! Apalagi yang bangun Bakrie!!! Gunung tersebut selain sebagai sumber air bagi masyarakat (bahkan ada perusahaan air minum beroperasi disana). Letak gunung tersebut juga berdekatan dengan hutan lindung 2 Saudara dan cagar alam Tangkoko dimana terdapat spesies langka monyet terkecil didunia (Tarsius). Penolakan masyarakat Minahasa Utara yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang (AMMALTA) terus melakukan perlawanan tiada henti dengan cara damai dan argumentatif, mereka sudah mengalami masalah direbut lahan dan tanahnya, upaya hukum sudah banyak ditempuh bahkan sebagian gugatan masyarakat sudah dimenangkan di MA namun justru saat akan dieksekusi digagalkan surat pengadilan setempat (Luar biasa biadabnya!?). Kehidupan masyarakat nelayan yang terbiasa menangkap ikan di sekitar teluk Rinondoran saat ini betul-betul teraniaya karena mereka sudah tidak bisa lagi melakukan pekerjaan karena terganggu oleh pembangunan dermaga illegal, belum lagi polisi terang-terangan sering melakukan intimidasi dan penggeledahan pada para nelayan. Aksi damai masyarakat sering menghadapi kebrutalan dilakukan oleh preman yang terang-terangan diorganisir/dipimpin oleh salah satu staf PT.MSM, sudah banyak korban jatuh terluka, bahkan sampai ada yang buta dan seorang ibu keguguran, sementara bayi yang tengah dikandung adalah calon anak pertama yang sudah dinanti selama 7 tahun menikah. Namun pengaduan masyarakat pada kepolisian setempat belum pernah ditanggapi serius bahkan mereka tidak mau membuatkan LP (Laporan Pengaduan) terhadap kejahatan/ pidana lingkungan PT. MSM yang telah beraktifitas tanpa didukung amdal yang resmi. Gubernur Sarundayan sesungguhnya sudah mengeluarkan pernyataan di media untuk perusahaan menghentikan kegiatan pembangunan, namun ini tidak pernah di indahkan perusahaan. Sang Gubernur-pun tidak terdengar lagi membuat statemen yang melarang perusahaan... sungguh ironis dan patut juga diwaspadai. Sementara DPRD Propinsi sudah memberikan rekomedasi tahun 2003 untuk menghentikan kegiatan PT.MSM-TTN, dan rekomendasi tersebut belum pernah dicabut sampai saat ini. Penjajahan model abad millenium seperti pembangunan PT. MSM-TTN terus berjalan, bahkan perusahaan makin arogan karena mendapat dukungan dari kepolisian bahkan beberapa oknum pendeta sudah terlibat dalam mendukung dengan melakukan KKR (yang dibiayai diam-diam oleh perusahaan) lalu mereka mengintimidasi dengan ayat Al-Kitab jika menolak kehadiran perusahaan karena telah diberi ijin pemerintah, sementara pemerintah disebut sebagai wakil Tuhan didunia, sehingga siapa yang melawan pemerintah maka melawan Tuhan dan akan mendapat kesusahan. Kebuntuan mendapat respon dan perlindungan pemerintah daerah kemudian semakin membulatkan tekad masyarakat melakukan upaya advokasi di tingkat nasional. Mereka bertekad "Lebih baik MATI MENOLAK LIMBAH daripada harus menderita dan MATI KARENA KERACUNAN LIMBAH TAMBANG". Suara mereka sementara ini telah didengar langsung dan ditanggapi cukup serius oleh beberapa fraksi dan komisi 3 dan 7 DPR RI juga Kementrian LH, Dephub dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Komnas Perempuan dan Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja Indonesia). Mereka juga telah bertemu dan didukung sepenuhnya oleh Mantan Presiden RI Gus Dur, bagi Gus Dur berjuang melawan ketidakadilan adalah sebuah keharusan. Yang saat ini harus dikhawatirkan kita bersama, jika perjuangan masyarakat Sulut ini masih akan tersumbat di tingkat nasional akan menimbulkan lagi gelora pemberontakan masyarakat seperti kasus di Aceh dan Papua? Karena semua pihak harus jujur menghitung seberapa banyak keuntungan yang diperoleh negara dari kontrak karya pertambangan? apalagi jika dibandingkan dengan sakit atau terbunuhnya komunitas masyarakat sekitar tambang. Masyarakat Minahasa menyatakan selama ini TIDAK PERNAH KELAPARAN tanpa tambang. Biarlah tambang emas tetap ada dalam bumi Minahasa, kelak bisa digunakan anak cucu generasi berikutnya jika dianggap hasil bumi sudah tidak mencukupi biaya kehidupan mereka atau negara mengalami kebangkrutan. Mereka berharap kontrak karya bermasalah yang banyak dibuat pada jaman Soeharto seperti Freeport, Newmont dll tidak lagi menjadi "TUHAN" dan bisa mampu mengalahkan hukum di Indonesia seperti yang terjadi selama ini. Pernyataan ini sungguh membuktikan kebenaran bahwa SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN. Semoga DPR RI, DPD RI, juga pemerintahan SBY mau mendengar, dan seharusnya SBY berani dengan melengserkan orang semacam AR Bakri untuk bisa leluasa memeriks dan meminta mempertanggungjawabkan Lapindo dan proyek lain yang berpotensi masalah seperti kemenangan tendernya di pertambangan emas di Sulut ini. Kita saat ini tengah menghadapi persaingan globalisasi, sudah seharusnya menggunakan "kecerdasan" dan jiwa semangat "nasionalisme" dalam membuat perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan tidak mengorbankan rakyat. Belanda sudah pulang, Jepang sudah kembali, jangan lagi kita sebagai bangsa yang merdeka membiarkan penjajahan gaya masa kini melalui perusahaan asing yang sudah mencabik dan mengkoyak rasa martabat bangsa dan kemanusiaan bangsa ini. Nasib Indonesia tidak akan berubah jika bukan kita masyarakatnya yang akan merubah. Maka iklan "manipulatif" yang dibecking kekuatan perusahaan asing ini HARUS DIKRITISI, jangan terkecoh apalagi dungu menerimanya. Richard Ness dan orang "berkebangsaan Indonesia" seperti David Sompi dkk kita persilahkansaja untuk memberikan pembuktian secara terbuka dengan cara makan dan minum serta mandi dari semua yang ada di Teluk Buyat selama 30 hari berturut-turut disaksikan semua media dan masyarakat, jika mereka mau dan berani, barulah barangkali kita bisa memberikan ”peluang sedikit” untuk membaca iklan sesat ini. Maju terus perjuangan Masyarakat Minahasa Utara, Tuhan memberkati semangat anda semua! Jangan pernah biarkan terjadi tragedi Buyat dan Lapindo jilid 2! Salam hangat, Nia Sjarifudin radityo djadjoeri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Posted by: Kasan Mulyono E-mail: [EMAIL PROTECTED] Date: Fri Jan 19, 2007 1:36 am (PST) Rekan-rekan Yth, Suka menyelam? Sulawesi Utara banyak menawarkan lokasi-lokasi menyelam yang indah. Salah satunya di perairan sekitar Buyat. Buku "Panduan Menyelam Teluk Buyat dan Sekitarnya" telah diterbitkan oleh Dinas Pariwisata Sulut. Versi elektronik bisa dibaca dan diunduh di: http://www.richardness.org/media/buyatbay/ Semoga bermanfaat. Salam, Kasan